Mohon tunggu...
P.Aulia Rochman
P.Aulia Rochman Mohon Tunggu... Penulis - Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mendidik dengan Cinta Ilahi: Merajut Akal, Rasa, dan Hati Nurani dalam Pengasuhan Zaman Now

23 Januari 2025   08:06 Diperbarui: 23 Januari 2025   08:06 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Di era digital yang serba cepat ini, pendidikan berbasis nilai spiritual semakin relevan dalam membentuk karakter anak yang kokoh dan berintegritas. Kemajuan teknologi membawa serta berbagai kemudahan, namun juga tantangan besar dalam mempertahankan nilai-nilai moral dan etika di tengah arus informasi yang tak terbendung. Orang tua dihadapkan pada dilema besar dalam mendidik anak-anak mereka agar tetap berpegang pada prinsip yang kuat di tengah perubahan nilai sosial yang semakin dinamis.

Tantangan yang dihadapi orang tua semakin kompleks dengan hadirnya media sosial, budaya instan, dan ekspektasi masyarakat yang sering kali berorientasi pada pencapaian materi. Dalam kondisi seperti ini, banyak anak yang mengalami kebingungan dalam menemukan jati diri mereka. Oleh karena itu, pendidikan berbasis nilai ilahi menjadi solusi yang dapat membantu orang tua dalam membangun fondasi kuat bagi anak-anak mereka.

Pendidikan ilahi menitikberatkan pada tiga fondasi utama dalam pengasuhan: membangun akal, menanamkan rasa, dan menumbuhkan hati nurani. Ketiga aspek ini saling berkaitan dan menjadi dasar dalam membentuk kepribadian anak yang seimbang antara intelektual, emosional, dan spiritual.

Sebagai contoh nyata, banyak anak di era modern yang kehilangan arah akibat kurangnya pendidikan berbasis nilai. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang hanya berorientasi pada kesuksesan akademis tanpa adanya pemahaman moral yang kuat. Kasus-kasus perundungan, kecanduan gadget, hingga rendahnya kepedulian sosial adalah refleksi dari kurangnya perhatian terhadap pengasuhan yang berfokus pada akal, rasa, dan hati nurani. Inilah alasan mengapa pendidikan berbasis nilai spiritual perlu diterapkan sejak dini agar anak memiliki pegangan yang kokoh dalam menghadapi tantangan hidup.

Tahap Pertama (0 - 5 Tahun): Merangsang Akal dan Kreativitas Anak

Pada tahap awal kehidupan, anak berada dalam fase emas perkembangan kognitif yang pesat. Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang stimulatif untuk merangsang akal dan kreativitas anak. Lingkungan yang kaya akan rangsangan visual, auditori, dan sensorik akan membantu perkembangan otak anak secara optimal.

Berbagai studi menunjukkan bahwa stimulasi sensorik sejak dini memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan kognitif anak. Misalnya, penelitian dari American Academy of Pediatrics menyebutkan bahwa anak yang diberikan stimulasi berupa permainan interaktif dan eksplorasi bebas memiliki kemampuan problem-solving yang lebih baik di masa depan. Oleh karena itu, memberikan anak kesempatan untuk mengeksplorasi dunia di sekitarnya dengan bimbingan yang tepat sangatlah penting.

Menjaga keseimbangan antara kebebasan dan bimbingan merupakan kunci dalam mendukung pertumbuhan otak anak. Orang tua perlu memberikan ruang bagi anak untuk bermain dan bereksplorasi tanpa tekanan, namun tetap dalam pengawasan yang penuh kasih sayang. Aktivitas sederhana seperti membaca buku bersama, bermain dengan alat musik, atau melakukan kegiatan seni dapat menjadi cara efektif dalam merangsang akal mereka.

Sebagai contoh, aktivitas seperti permainan sensorik menggunakan pasir atau air dapat merangsang rasa ingin tahu anak dan mengembangkan keterampilan motorik halusnya. Selain itu, melibatkan anak dalam kegiatan sehari-hari seperti memasak atau berkebun juga dapat membantu mereka belajar dengan cara yang menyenangkan dan penuh makna. Dengan demikian, tahap ini menjadi fondasi penting dalam membentuk pola pikir yang kreatif dan berkembang dengan baik.

Tahap Kedua (5 - 12 Tahun): Menanamkan Rasa dan Kepekaan Sosial

Pada usia 5 hingga 12 tahun, anak mulai mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang emosi, empati, dan interaksi sosial. Orang tua memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai ini untuk membentuk anak yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Mengajarkan anak untuk memahami dan mengelola emosi mereka dengan baik dapat membantu mereka dalam membangun hubungan yang sehat dan harmonis dengan orang lain.

Storytelling atau bercerita merupakan metode yang efektif dalam menanamkan nilai-nilai emosional pada anak. Melalui cerita, anak dapat belajar mengenali berbagai emosi, memahami sudut pandang orang lain, serta mengambil pelajaran dari pengalaman tokoh dalam cerita tersebut. Cerita yang disampaikan secara berulang juga membantu anak memahami konsep seperti empati dan kebaikan hati.

Fenomena sosial saat ini, seperti maraknya kasus perundungan di lingkungan sekolah dan media sosial, menegaskan pentingnya kesadaran emosi dalam pengasuhan anak. Anak yang mampu memahami dan mengendalikan emosinya cenderung lebih mampu menghadapi tekanan sosial dan berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang positif.

Untuk menanamkan rasa empati, orang tua dapat menerapkan metode praktis seperti role-playing, di mana anak diajak untuk memainkan peran tertentu guna memahami perasaan orang lain. Diskusi terbuka dalam keluarga juga dapat menjadi sarana efektif untuk mengenalkan nilai-nilai empati dan tanggung jawab sosial. Selain itu, melibatkan anak dalam kegiatan sosial seperti bakti sosial atau kegiatan komunitas dapat membantu mereka merasakan makna berbagi dan peduli terhadap sesama.

Tahap Ketiga (12 - 17 Tahun): Menumbuhkan Hati Nurani dan Moralitas

Pada tahap ini, pendidikan anak beralih dari sekadar aturan menjadi pemahaman moral yang lebih mendalam. Anak mulai mengembangkan kesadaran moral yang membentuk karakter mereka di masa dewasa. Orang tua perlu membimbing anak untuk memahami nilai-nilai seperti integritas, tanggung jawab, dan kejujuran.

Di era digital, anak dihadapkan pada berbagai tantangan yang dapat mengaburkan kompas moral mereka. Paparan informasi yang beragam, tekanan dari media sosial, dan pengaruh lingkungan dapat memengaruhi persepsi mereka terhadap nilai-nilai moral. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk tetap hadir sebagai panutan yang memberikan arahan yang jelas dan mendukung perkembangan hati nurani mereka.

Peran agama dan nilai budaya memiliki peran krusial dalam membangun hati nurani anak. Ajaran agama dapat memberikan pedoman hidup yang kuat, sementara budaya yang baik membantu memperkuat identitas dan nilai moral yang mereka pegang.

Salah satu kisah inspiratif adalah tentang seorang remaja yang awalnya kehilangan arah akibat tekanan sosial, tetapi akhirnya menemukan jati dirinya setelah mendapatkan bimbingan moral yang baik dari orang tua dan lingkungan yang positif.

Untuk menanamkan integritas dan tanggung jawab pada remaja, orang tua dapat memberikan kepercayaan secara bertahap, mendorong anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan komunitas, serta berdiskusi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari.

Memulai Kembali: Langkah Orang Tua dalam Membangun Hubungan dengan Anak

Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki pola asuh. Orang tua dapat mulai dengan membangun hubungan yang lebih dalam dengan anak melalui komunikasi yang penuh empati dan pemahaman terhadap kebutuhan mereka sesuai usia saat ini. Dengan pendekatan bertahap, memperkenalkan nilai-nilai akal, rasa, dan hati nurani bisa dilakukan dengan metode yang disesuaikan.

Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11)

Sebagai penulis, saya pun baru menyadari pentingnya hal ini, dan pagi ini, ketika anak-anak saya berangkat sekolah, saya memeluk mereka erat sambil mengucapkan kata maaf. Tak terasa air mata menetes, menyadari betapa pentingnya momen sederhana dalam memperbaiki ikatan emosional dengan anak-anak.

Tidak ada langkah kecil yang sia-sia. Dengan doa yang tulus, introspeksi mendalam, dan usaha nyata, orang tua dapat menjadi cahaya yang membimbing anak-anak mereka ke arah yang lebih baik, sebagaimana disebutkan dalam artikel penulis dengan judul "Menemukan Cahaya: Pendidikan Ilahi di Usia Berapa Pun." di blog pribadinya di sini

Infografis Tahapan Pendidikan Anak. Dokpri made by AI
Infografis Tahapan Pendidikan Anak. Dokpri made by AI

Kesimpulan dan Ajakan

Pendidikan berbasis nilai ilahi adalah perjalanan yang membutuhkan ketekunan dan kesadaran. Tiga tahapan pengasuhan -- membangun akal, menanamkan rasa, dan menumbuhkan hati nurani -- adalah langkah penting yang harus dilakukan secara konsisten. Perubahan kecil dalam pola asuh, seperti memberikan lebih banyak perhatian, komunikasi yang lebih baik, dan teladan yang baik, dapat membawa dampak besar bagi anak.

Orang tua diajak untuk terus belajar dan menerapkan pola asuh berbasis cinta dan nilai spiritual. Dengan kesadaran dan usaha yang berkelanjutan, setiap orang tua memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan membentuk masa depan anak-anak mereka dengan lebih baik.

Sebagaimana pepatah bijak mengatakan, "Tak ada kata terlambat untuk melakukan kebaikan."

"Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar." (QS. An-Nisa: 9)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun