Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Penulis - Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody. But, I am An Enthusiast in learning of anything.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Dari Frustrasi ke Harmoni: Seni Mengelola Emosi dalam Pengasuhan

19 Januari 2025   13:39 Diperbarui: 19 Januari 2025   13:39 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga anak laki-laki Penulis (Daffa Kelas 3 SMP, Azka Kelas 1 SMP dan Juna Kelas Paud). Dokpri

Sebagai orang tua, perjalanan membesarkan anak-anak adalah pengalaman yang penuh warna. Ada tawa dan senyuman ketika melihat mereka tumbuh dan mencapai hal-hal baru, ada rasa bangga ketika mereka berhasil menunjukkan kepribadian dan talenta unik mereka. Namun, di sisi lain, ada juga momen-momen penuh frustrasi---ketika mereka menolak belajar, tidak mendengarkan, atau bersikap di luar dugaan. Semua ini menjadi bagian dari dinamika pengasuhan yang sering kali tidak terduga.

Dalam lebih dari satu dekade membangun keluarga bersama pasangan saya, saya menyadari bahwa pengelolaan emosi adalah salah satu tantangan terbesar. Ada saat-saat di mana kemarahan muncul tanpa kendali, dan ada waktu di mana rasa bersalah menghantui karena merasa kurang sabar terhadap anak-anak. Namun, justru dari pengalaman inilah saya belajar bahwa harmoni dalam keluarga tidak terjadi begitu saja.

Pengelolaan emosi menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang positif dan penuh dukungan bagi anak-anak. Dengan memahami dan mengelola emosi, kita sebagai orang tua dapat menjadi contoh bagi mereka---bukan hanya dalam hal kesabaran, tetapi juga bagaimana menghadapi tantangan hidup dengan kepala dingin. Artikel ini akan mengeksplorasi perjalanan mengelola emosi dalam pengasuhan, mulai dari tantangan sehari-hari hingga pembelajaran dari seminar parenting yang membuka mata saya tentang pentingnya peran emosional dalam keluarga.

Menghadapi Frustrasi dalam Pengasuhan

Menjadi orang tua tidak hanya tentang memberikan cinta dan perhatian kepada anak-anak, tetapi juga tentang menghadapi tantangan emosional yang sering kali datang tanpa peringatan. Hampir semua orang tua pernah merasakan lelah yang luar biasa, marah yang sulit dikendalikan, atau kecewa ketika anak-anak tidak bertindak sesuai harapan. Hal ini menjadi ujian tersendiri, terutama ketika menghadapi perilaku anak yang sulit dipahami.

Saya pernah berada di situasi di mana rasa frustrasi memuncak. Salah satu anak saya, misalnya, sering kali mengeluhkan tugas sekolah yang dianggapnya terlalu sulit. Ketika saya mencoba memotivasi dengan kata-kata, tanggapannya justru semakin defensif---mulai dari mengeluh hingga membantah. Di saat-saat seperti ini, saya kerap merasa marah dan akhirnya terjebak dalam nada bicara yang keras. Bukannya menyelesaikan masalah, situasi justru semakin panas, dan hubungan antara saya dan anak malah menjadi renggang.

Dari pengalaman ini, saya belajar bahwa emosi yang tidak dikelola dengan baik dapat memperburuk keadaan. Sebaliknya, kesadaran diri adalah langkah awal yang penting sebelum menghadapi anak. Saya mulai mencoba menyadari apa yang sebenarnya memicu emosi saya---apakah karena lelah, harapan yang tidak realistis, atau tekanan dari luar. Dengan menenangkan diri terlebih dahulu, saya bisa menghadapi anak dengan kepala dingin, memvalidasi perasaannya, dan mengarahkan situasi ke arah yang lebih baik.

Mengelola emosi bukan hanya tentang meredam kemarahan, tetapi juga tentang memberikan ruang bagi anak untuk tumbuh tanpa rasa takut atau tertekan. Kesadaran ini menjadi fondasi penting untuk membangun hubungan yang sehat dan harmonis dalam keluarga.

Belajar dari Seminar Parenting

Salah satu momen yang mengubah cara pandang saya sebagai orang tua adalah ketika istri saya mengikuti seminar parenting di SMP Yapenda, tempat anak-anak kami bersekolah. Seminar tersebut memberikan wawasan yang mendalam tentang pentingnya pengelolaan emosi orang tua, membangun koneksi emosional dengan anak, dan memilih pola asuh yang tepat untuk menciptakan keluarga yang harmonis.

Pengelolaan Emosi Orang Tua
Dalam seminar ini, dibahas bagaimana luka masa lalu orang tua dapat memengaruhi cara mereka mengasuh anak. Jika luka ini tidak disadari, diakui, dan dipulihkan, pola pengasuhan yang diterapkan cenderung mengulang siklus negatif dari masa lalu. Kerangka Sadari, Akui, Pulihkan menjadi panduan penting. Orang tua diajak untuk mengenali sumber emosi mereka, seperti rasa lelah atau ekspektasi yang tidak realistis, serta mengambil langkah-langkah untuk memulihkan diri. Dengan cara ini, orang tua bisa menghadapi anak dengan emosi yang lebih stabil dan penuh kesabaran.

Empati dan Koneksi
Poin lain yang menarik adalah pentingnya membangun koneksi emosional dengan anak melalui empati. Anak membutuhkan ruang untuk merasa didengar tanpa dihakimi. Salah satu langkah konkret adalah dengan mendengarkan aktif. Misalnya, ketika anak sedang kesal, orang tua dapat berkata, "Mama tahu kamu marah karena tugas sekolahnya susah. Kalau kamu butuh bantuan, kita bisa kerjakan bersama." Dengan memvalidasi emosi anak, mereka merasa dihargai, sehingga lebih mudah terbuka dan mau mendiskusikan masalahnya.

Selain itu, seminar ini memberikan ide-ide kreatif untuk memperkuat koneksi, seperti menulis surat cinta kepada anak, meluangkan waktu khusus untuk berbagi hobi, atau melakukan kegiatan sederhana seperti memasak bersama. Langkah-langkah kecil ini dapat mempererat hubungan emosional antara orang tua dan anak.

Gaya Pengasuhan
Seminar ini juga menjelaskan empat gaya pengasuhan: otoriter, permisif, abai, dan demokratis. Pola asuh demokratis direkomendasikan karena menyeimbangkan kedisiplinan dengan empati. Orang tua yang demokratis mampu menjadi teman bagi anak tanpa mengorbankan nilai-nilai disiplin. Anak yang dibesarkan dengan gaya ini cenderung tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, bertanggung jawab, dan mampu mengatur emosinya sendiri.

Dari seminar ini, saya dan istri mendapatkan banyak pelajaran berharga. Kami menyadari bahwa pengelolaan emosi bukan hanya tentang menenangkan diri, tetapi juga menciptakan ruang bagi anak untuk merasa nyaman menjadi diri mereka sendiri.

Peran Ayah dalam Menciptakan Harmoni

Sering kali, peran ayah dalam pengasuhan dianggap sekunder dibandingkan dengan peran ibu. Namun, penelitian menunjukkan bahwa kehadiran ayah yang aktif sangat penting dalam membangun rasa percaya diri, kecerdasan emosional, dan kemampuan sosial anak. Ayah bukan hanya menjadi pelengkap, tetapi juga pilar utama dalam menciptakan keluarga yang harmonis.

Keterlibatan ayah memberikan dampak yang signifikan, mulai dari membangun rasa aman hingga membantu anak mengembangkan kemampuan untuk mengambil keputusan. Anak yang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari ayah lebih cenderung merasa berharga dan mampu mengatasi tantangan hidup. Misalnya, ketika ayah melibatkan diri dalam aktivitas sehari-hari seperti membantu anak menyelesaikan tugas sekolah atau sekadar bermain bersama, anak akan merasa didukung secara emosional.

Namun, bagaimana jika seorang ayah memiliki waktu yang terbatas karena kesibukan pekerjaan? Di sinilah pentingnya memanfaatkan waktu berkualitas. Ayah dapat fokus pada interaksi yang bermakna, seperti mendengarkan cerita anak dengan penuh perhatian, memberikan pujian atas usaha mereka, atau mengajukan pertanyaan yang menggali perasaan dan pemikiran anak. Momen-momen sederhana seperti makan bersama, membacakan cerita sebelum tidur, atau melakukan hobi bersama dapat memberikan dampak besar dalam mempererat hubungan ayah dan anak.

Selain itu, konsistensi dalam kehadiran, meskipun hanya sebentar, jauh lebih penting daripada durasi yang panjang tetapi penuh distraksi. Dengan cara ini, ayah tetap bisa menunjukkan bahwa anak adalah prioritas utama, bahkan di tengah jadwal yang padat. Kehadiran ayah yang penuh cinta dan dukungan tidak hanya membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, tetapi juga menjadi landasan kuat bagi terciptanya harmoni dalam keluarga.

Penutup: Harmoni sebagai Hasil Pengelolaan Emosi

Mengelola emosi dalam pengasuhan bukanlah perjalanan yang mudah, tetapi upaya ini selalu membuahkan hasil yang bermakna. Salah satu momen membanggakan dalam keluarga kami adalah ketika saya dan istri melihat kemajuan anak-anak kami, baik secara akademik maupun non-akademik. Dari nilai rapor yang terus meningkat hingga kepercayaan diri mereka dalam mengikuti berbagai kegiatan, semua ini menjadi bukti nyata dari lingkungan pengasuhan yang penuh kasih dan pengertian.

Harmoni dalam keluarga tidak datang dengan sendirinya; ia adalah hasil dari proses belajar yang terus-menerus. Kami menyadari bahwa menjadi orang tua adalah peran yang penuh tantangan dan membutuhkan dedikasi untuk terus berkembang. Setiap kesalahan yang kami buat menjadi pelajaran berharga, dan setiap keberhasilan menjadi motivasi untuk melangkah lebih jauh.

Dalam perjalanan ini, pengelolaan emosi menjadi fondasi penting. Ketika orang tua mampu menghadapi tantangan dengan kepala dingin dan hati terbuka, anak-anak akan belajar dari contoh itu. Mereka tumbuh menjadi individu yang percaya diri, empatik, dan mampu mengelola emosi mereka sendiri.

Perjalanan sebagai orang tua adalah proses panjang yang tak pernah selesai. Namun, dengan komitmen untuk terus belajar dan beradaptasi, harmoni dalam keluarga bukan hanya impian---tetapi sebuah kenyataan yang dapat diraih. Pada akhirnya, kebahagiaan anak-anak dan keharmonisan keluarga menjadi hadiah terbesar dari setiap usaha yang telah kami lakukan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun