Mohon tunggu...
P.Aulia Rochman
P.Aulia Rochman Mohon Tunggu... Penulis - Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Gencatan Senjata atau Hanya Ilusi? Zionisme, Konflik, dan Manipulasi Perdamaian di Palestina

17 Januari 2025   19:30 Diperbarui: 17 Januari 2025   19:52 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis setelah beribadah di Masjid Istiqlal. Dokpri

Pendahuluan: Zionisme dan Konflik Israel-Palestina

Konflik Israel-Palestina telah menjadi isu global yang terus memicu perhatian dunia. Konflik ini bukan hanya sekadar sengketa tanah, melainkan juga mencakup elemen ideologi, sejarah, dan kepentingan geopolitik yang kompleks. Bagi rakyat Palestina, tanah mereka adalah rumah, tempat sejarah dan budaya mereka terukir. Namun, bagi ideologi Zionisme, wilayah tersebut dianggap sebagai "Tanah yang Dijanjikan," sebuah klaim yang telah melahirkan ketegangan sejak akhir abad ke-19.

Upaya menuju perdamaian sering kali diwujudkan dalam bentuk gencatan senjata, tetapi apakah langkah ini benar-benar membawa harapan? Atau hanya menjadi strategi manipulasi untuk memperkuat posisi Israel di tengah konflik? Fakta menunjukkan bahwa meskipun gencatan senjata diumumkan, serangan tetap berlanjut, meninggalkan jejak kehancuran dan penderitaan di Palestina.

Dalam dinamika ini, penting untuk memahami peran Zionisme dan sekutunya, terutama Amerika Serikat, yang sering menggunakan hak veto untuk menghalangi resolusi perdamaian di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Artikel ini akan mengupas bagaimana Zionisme, dengan dukungan sekutunya, terus memainkan peran sentral dalam mempertahankan konflik, sekaligus menggambarkan dampaknya terhadap rakyat Palestina dan harapan mereka untuk keadilan.

Zionisme sebagai Ideologi dan Strategi Politik

Zionisme lahir pada akhir abad ke-19 sebagai gerakan politik yang bertujuan membangun tanah air bagi orang Yahudi, yang kala itu menghadapi penindasan di Eropa. Dipelopori oleh Theodor Herzl melalui bukunya Der Judenstaat (Negara Yahudi), gerakan ini mengusung ide pembentukan negara Yahudi di wilayah Palestina, dengan klaim historis dan religius sebagai "Tanah yang Dijanjikan." Kongres Zionis pertama pada tahun 1897 di Basel, Swiss, menjadi momentum penting yang mengesahkan visi ini.

Gerakan Zionisme tidak hanya beroperasi di ranah ideologi tetapi juga strategi politik global. Dengan memanfaatkan dukungan internasional, khususnya dari negara-negara Barat, Zionisme berhasil mendapatkan pijakan untuk melegitimasi klaim atas Palestina. Deklarasi Balfour tahun 1917 menjadi tonggak utama, di mana Inggris secara resmi menyatakan dukungan untuk pendirian tanah air nasional bagi orang Yahudi di Palestina. Pernyataan ini tidak hanya membuka jalan bagi migrasi besar-besaran orang Yahudi ke Palestina tetapi juga mengesampingkan hak-hak penduduk asli yang telah hidup di sana selama berabad-abad.

Zionisme juga menggunakan kekuatan internasional untuk memperkuat posisinya. Setelah Perang Dunia II, gerakan ini mendapatkan dukungan lebih besar dari negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, yang memainkan peran penting dalam pembentukan Negara Israel pada tahun 1948. Melalui lobi politik dan media, Zionisme berhasil membangun narasi global yang mendukung legitimasi negara Israel, seringkali mengabaikan realitas penderitaan rakyat Palestina.

Namun, strategi ini tidak lepas dari kritik. Banyak pihak menilai bahwa Zionisme telah mengorbankan prinsip keadilan dan hak asasi manusia, menciptakan ketidakstabilan di wilayah Timur Tengah, dan memperburuk penderitaan rakyat Palestina. Sebagai sebuah ideologi, Zionisme tetap menjadi isu kontroversial yang memengaruhi dinamika geopolitik hingga saat ini.

Peran Amerika Serikat dalam Konflik Israel-Palestina

Amerika Serikat memainkan peran kunci dalam konflik Israel-Palestina, terutama melalui dukungannya yang konsisten terhadap Israel. Salah satu bentuk dukungan paling kontroversial adalah penggunaan hak veto di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sejak awal konflik, AS telah berulang kali memblokir resolusi-resolusi yang menyerukan penghentian serangan Israel atau upaya internasional untuk melindungi rakyat Palestina. Sebagai contoh, pada November 2024, AS menggunakan hak vetonya untuk menolak resolusi gencatan senjata di Gaza, dengan alasan bahwa langkah tersebut dapat memperkuat posisi Hamas.

Di luar diplomasi, dukungan AS terhadap Israel juga meliputi bantuan militer dan ekonomi yang signifikan. Setiap tahun, Israel menerima miliaran dolar dalam bentuk bantuan militer dari AS, menjadikannya salah satu penerima bantuan terbesar. Bantuan ini mencakup pasokan senjata canggih, teknologi pertahanan, dan pelatihan militer. Dukungan ekonomi juga terwujud melalui investasi besar-besaran dan perjanjian perdagangan yang menguntungkan Israel. Bantuan tersebut secara efektif memperkuat kemampuan militer dan ekonomi Israel untuk melanjutkan kebijakan pendudukannya di wilayah Palestina.

Namun, peran AS dalam konflik ini telah menuai kritik luas dari masyarakat internasional. Banyak pihak menilai bahwa sikap AS yang pro-Israel melanggar prinsip keadilan dan hukum internasional. Dukungan yang tidak seimbang ini dianggap memperpanjang konflik, menghambat upaya perdamaian, dan menciptakan ketegangan di Timur Tengah. Bahkan di dalam negeri, ada perdebatan di kalangan warga AS mengenai besarnya pengaruh lobi pro-Israel terhadap kebijakan luar negeri negara mereka.

Dengan posisi uniknya sebagai negara adidaya, AS memiliki potensi untuk menjadi mediator yang adil dalam konflik ini. Namun, sikap biasnya terhadap Israel justru memperumit situasi dan merusak kredibilitasnya di mata dunia. Peran AS yang lebih seimbang diperlukan untuk mendorong solusi damai yang berkelanjutan bagi kedua belah pihak.

Gencatan Senjata yang Dicederai: Fakta di Lapangan

Upaya gencatan senjata sering kali menjadi titik harapan bagi rakyat Palestina di tengah konflik yang berkepanjangan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan pola yang berbeda. Meskipun kesepakatan gencatan senjata diumumkan, serangan terhadap wilayah Palestina terus berlanjut. Salah satu contoh mencolok terjadi baru-baru ini, ketika Hamas dan Israel menyepakati gencatan senjata permanen yang akan dimulai pada 19 Januari 2025. Namun, sejak pengumuman tersebut, serangan udara Israel tetap berlangsung, menewaskan lebih dari 100 warga sipil hanya dalam beberapa hari.

Data resmi menunjukkan dampak mengerikan dari serangan ini. Dalam 460 hari konflik terakhir, lebih dari 46.000 warga Palestina dilaporkan tewas, termasuk perempuan dan anak-anak. Serangan yang berlanjut setelah pengumuman gencatan senjata telah menambah jumlah korban jiwa, menghancurkan ribuan rumah, sekolah, dan fasilitas kesehatan. Infrastruktur Gaza yang sudah rapuh akibat blokade selama bertahun-tahun kini semakin hancur, membuat kondisi hidup masyarakat Palestina menjadi hampir tidak layak.

Penulis setelah beribadah di Masjid Istiqlal. Dokpri
Penulis setelah beribadah di Masjid Istiqlal. Dokpri

Analisis terhadap motif di balik serangan setelah kesepakatan damai menunjukkan strategi politik yang kompleks. Bagi Israel, serangan ini sering kali dibenarkan sebagai langkah "defensif" untuk menghancurkan infrastruktur militer Hamas. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa target serangan mencakup wilayah sipil, yang secara hukum internasional dianggap sebagai pelanggaran. Langkah ini tidak hanya melukai rakyat Palestina secara fisik, tetapi juga secara psikologis, menciptakan rasa ketakutan yang mendalam.

Banyak pihak menilai bahwa gencatan senjata sering kali digunakan sebagai taktik untuk mengulur waktu bagi Israel dalam memperkuat posisi militernya. Dengan melanjutkan serangan, Israel mengirim pesan yang jelas bahwa ia tidak akan mengendurkan cengkeramannya atas Palestina, meskipun ada tekanan internasional. Serangan ini juga dianggap sebagai upaya untuk melemahkan Hamas sebelum gencatan senjata berlaku sepenuhnya, yang pada akhirnya hanya memperpanjang siklus kekerasan.

Dengan pola yang terus berulang ini, wajar jika masyarakat internasional mempertanyakan komitmen Israel terhadap perdamaian sejati. Di sisi lain, rakyat Palestina terus menjadi korban dari kebijakan yang mengabaikan hak asasi manusia mereka. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa gencatan senjata hanya menjadi ilusi jika tidak diikuti oleh komitmen nyata untuk menghormati perjanjian damai.

Manipulasi dan Strategi Zionisme dalam Konflik

Dalam sejarah panjang konflik Israel-Palestina, strategi manipulasi Zionisme sering kali terlihat melalui pola berulang dalam pelaksanaan gencatan senjata. Meskipun gencatan senjata biasanya diumumkan sebagai upaya menuju perdamaian, realitas menunjukkan bahwa langkah ini sering kali dimanfaatkan untuk mengulur waktu. Israel, dengan dukungan penuh dari sekutu-sekutunya, menggunakan masa gencatan senjata untuk merencanakan strategi militer baru, mengonsolidasikan kekuatan politik, dan memperkuat posisinya di kawasan.

Salah satu strategi utama yang digunakan Zionisme adalah pemanfaatan konflik untuk memperkuat legitimasi politik dan kemampuan militer Israel. Dalam banyak kasus, tindakan agresi terhadap Palestina dibingkai sebagai respons terhadap ancaman keamanan nasional. Narasi ini kerap diulang dalam upaya membangun dukungan domestik dan internasional terhadap tindakan Israel. Serangan yang diluncurkan selama atau setelah gencatan senjata sering kali dibenarkan dengan alasan menghancurkan infrastruktur Hamas atau "mencegah ancaman teroris," meskipun dampaknya sangat merugikan warga sipil.

Pola ini terlihat dalam berbagai operasi militer Israel, di mana periode gencatan senjata dijadikan kesempatan untuk memobilisasi pasukan, mengembangkan teknologi militer, dan mendapatkan dukungan diplomatik dari negara-negara sekutu, terutama Amerika Serikat. Selain itu, narasi keamanan digunakan untuk memperkuat klaim bahwa tindakan Israel adalah bagian dari "hak membela diri." Klaim ini sering mengabaikan fakta bahwa mayoritas korban adalah warga sipil Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, yang hidup di bawah blokade yang melumpuhkan.

Manipulasi ini juga tercermin dalam pendekatan Israel terhadap komunitas internasional. Dengan memainkan peran sebagai negara kecil yang "dikepung" oleh musuh, Israel berhasil mendapatkan dukungan politik dan ekonomi yang melimpah dari negara-negara Barat. Strategi ini tidak hanya memperkuat posisi Israel di kancah internasional, tetapi juga membungkam kritik terhadap kebijakan pendudukannya di Palestina.

Namun, manipulasi ini tidak tanpa konsekuensi. Siklus kekerasan yang terus berulang menimbulkan penderitaan mendalam bagi rakyat Palestina dan memperburuk citra Israel di mata dunia. Meskipun Zionisme berhasil memperkuat posisi Israel secara politik dan militer, strategi ini hanya memperpanjang konflik dan menghancurkan harapan untuk mencapai perdamaian yang sejati. Untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan, diperlukan upaya internasional yang lebih kuat untuk membongkar pola manipulasi ini dan mendorong dialog yang adil dan setara antara kedua belah pihak.

Dampak pada Masyarakat Palestina

Serangan berkelanjutan dan konflik yang tak kunjung usai telah menciptakan trauma mendalam bagi masyarakat Palestina. Bagi banyak warga, terutama anak-anak, pengalaman hidup di tengah ledakan bom, kehancuran rumah, dan kehilangan anggota keluarga menjadi bagian dari realitas sehari-hari. Trauma psikologis ini sering kali memengaruhi generasi muda Palestina, dengan dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental mereka. Depresi, kecemasan, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD) menjadi kondisi umum yang sulit ditangani akibat kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai.

Selain dampak psikologis, serangan juga menghancurkan infrastruktur penting di Gaza dan Tepi Barat. Rumah sakit, sekolah, jalan, dan fasilitas air bersih sering kali menjadi target atau terkena imbas serangan, memperburuk kondisi hidup masyarakat. Di bawah blokade yang berlangsung selama bertahun-tahun, akses terhadap kebutuhan dasar seperti listrik, air bersih, dan obat-obatan sangat terbatas. Hal ini membuat warga Palestina hidup dalam situasi yang tidak layak, dengan angka pengangguran dan kemiskinan yang terus meningkat.

Di tengah penderitaan ini, rakyat Palestina tetap menunjukkan keberanian dan ketahanan. Harapan mereka untuk meraih kebebasan dan keadilan terus hidup, meskipun tantangan yang dihadapi begitu berat. Banyak komunitas lokal yang bangkit dengan inisiatif pendidikan, dukungan sosial, dan kampanye internasional untuk menyuarakan hak-hak mereka. Solidaritas global terhadap perjuangan Palestina juga menjadi sumber harapan bagi mereka, memberikan keyakinan bahwa ketidakadilan ini suatu hari nanti akan berakhir.

Namun, untuk mewujudkan harapan tersebut, diperlukan langkah konkret dari komunitas internasional. Dunia harus mendorong penghentian blokade, mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia, dan menciptakan solusi damai yang menghormati hak-hak rakyat Palestina. Di balik kehancuran yang mereka alami, masyarakat Palestina tetap memandang masa depan dengan keyakinan bahwa keadilan akhirnya akan terwujud.

Kesimpulan dan Refleksi

Konflik Israel-Palestina adalah gambaran nyata dari bagaimana Zionisme dan sekutunya memainkan peran besar dalam menciptakan ketidakadilan yang sistematis. Dengan memanfaatkan narasi keamanan, dukungan internasional, dan manipulasi gencatan senjata, Zionisme berhasil memperkuat posisi Israel secara politik dan militer. Namun, langkah ini dilakukan dengan mengorbankan hak-hak rakyat Palestina yang terus menderita akibat serangan berulang, blokade, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Di sisi lain, peran sekutu utama Israel, terutama Amerika Serikat, menjadi tantangan besar dalam upaya menciptakan perdamaian yang adil. Hak veto AS di PBB sering kali menjadi penghalang resolusi internasional untuk menghentikan kekerasan, sementara dukungan militer dan ekonomi memperkuat dominasi Israel di kawasan. Semua ini menunjukkan bahwa solusi atas konflik ini memerlukan solidaritas global yang lebih kuat.

Dalam menghadapi situasi ini, penting bagi masyarakat internasional untuk terus mendukung rakyat Palestina. Solidaritas global, baik melalui advokasi, bantuan kemanusiaan, maupun kampanye diplomatik, dapat menjadi kekuatan untuk mendorong keadilan. Advokasi yang berkelanjutan terhadap hak-hak Palestina bukan hanya tentang memperjuangkan wilayah, tetapi juga tentang memastikan martabat, kebebasan, dan masa depan yang lebih baik bagi rakyat Palestina.

Dengan mengedepankan keadilan dan kemanusiaan, kita dapat berkontribusi pada upaya mengakhiri konflik ini. Sebab, perdamaian sejati hanya dapat terwujud ketika hak semua pihak dihormati dan keadilan ditegakkan.

Referensi:

Haryadi, P. (2017). Memahami Zionisme: Awal mula konflik Israel-Palestina. Kompasiana.
https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-konflik-israel-palestina

Haryadi, P. (2017). Memahami Zionisme bagian 2: Tanah yang dijanjikan. Kompasiana.
https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3284c7f133445cb50e8035/memahami-zionisme-bagian-2-tanah-yang-dijanjikan

Haryadi, P. (2017). Memahami Zionisme bagian 3: Deklarasi Balfour, pintu masuk ke Palestina. Kompasiana.
https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a351fff5e13731b5673bd53/memahami-zionisme-bagian-3-deklarasi-balfour-pintu-masuk-ke-palestina

Haryadi, P. (2017). Memahami Zionisme bagian 4: Siapa Kanaan di dalam Alkitab. Kompasiana.
https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3d0c9016835f0452698612/memahami-zionisme-bagian-4-siapa-kanaan-di-dalam-alkitab

Haryadi, P. (2017). Memahami Zionisme bagian 5: Dialog Muhammad Asad dengan Dr. Chaim Weizmann. Kompasiana.
https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a435f2c5e137376cf4de892/memahami-zionisme-bagian-5-dialog-muhammad-asad-dengan-dr-chaim-weizmann

Haryadi, P. (2018). Memahami Zionisme bagian 6: Keberagaman rakyat Palestina. Kompasiana.
https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a547d225e13736a7e2a6c94/memahami-zionisme-bagian-6-keberagaman-rakyat-palestina

Antara News. (2025, Januari 15). Palestina dan Israel sepakati gencatan senjata: Simak ketentuannya.
https://www.antaranews.com/berita/4588046/palestina-dan-israel-sepakati-gencatan-senjata-simak-ketentuannya

Antara News. (2025, Januari 17). 101 tewas, Israel terus serang Palestina meski gencatan senjata.
https://www.antaranews.com/berita/4590994/101-tewas-israel-terus-serang-palestina-meski-gencatan-senjata

VOA Indonesia. (2024, November 20). Blinken jelaskan mengapa AS veto resolusi PBB soal gencatan senjata di Gaza.
https://www.voaindonesia.com/a/blinken-jelaskan-mengapa-as-veto-resolusi-pbb-soal-gencatan-senjata-di-gaza/7394184.html

Kontan Internasional. (2024, November 20). AS veto resolusi gencatan senjata Gaza di Dewan Keamanan PBB.
https://internasional.kontan.co.id/news/as-veto-resolusi-gencatan-senjata-gaza-di-dewan-keamanan-pbb

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun