B. Pengkhianatan Industri Bahan Bakar Fosil
Di balik krisis iklim yang semakin parah, terdapat manipulasi sistematis yang dilakukan oleh industri bahan bakar fosil. Selama puluhan tahun, perusahaan-perusahaan besar seperti ExxonMobil dan Chevron telah mengetahui dampak buruk dari emisi karbon yang dihasilkan oleh produk mereka. Namun, alih-alih mengambil tanggung jawab, mereka justru menyembunyikan informasi ini dan mendanai kampanye disinformasi yang meragukan sains iklim. Tujuannya sederhana: melindungi keuntungan perusahaan meskipun konsekuensinya adalah kehancuran planet.
Laporan investigasi menunjukkan bahwa sejak tahun 1980-an, industri bahan bakar fosil telah secara aktif mempengaruhi kebijakan publik dan menyebarkan narasi palsu bahwa transisi ke energi terbarukan akan menghancurkan ekonomi. Mereka memanfaatkan lobi politik, iklan, dan propaganda untuk mempertahankan dominasi bahan bakar fosil dalam pasar energi global. Manipulasi ini mengakibatkan keterlambatan yang signifikan dalam pengambilan langkah-langkah mitigasi perubahan iklim, yang dampaknya kini dirasakan di seluruh dunia.
Krisis ini bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga kemanusiaan. Penundaan tindakan nyata memperburuk dampak global, seperti kenaikan permukaan laut yang mengancam kota-kota pesisir, kekeringan ekstrem yang melanda Afrika, dan badai yang semakin dahsyat di kawasan Atlantik. Di Asia, Indonesia menjadi salah satu negara yang paling rentan. Banjir bandang di Jakarta, kebakaran hutan di Kalimantan, serta ancaman terhadap komunitas pesisir akibat abrasi adalah bukti nyata bahwa dampak perubahan iklim tidak mengenal batas geografis.
Pengkhianatan ini bukan hanya tentang kebohongan, tetapi juga tentang hilangnya kesempatan untuk mencegah kerusakan yang seharusnya bisa dihindari. Tindakan tegas untuk mengatur industri bahan bakar fosil dan mempercepat transisi ke energi bersih adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri lingkaran destruktif ini.
C. Dampak Nyata pada Kehidupan Manusia
Kisah Peter Kalmus menjadi salah satu contoh nyata dari dampak langsung perubahan iklim terhadap kehidupan individu. Sebagai seorang ilmuwan iklim dan aktivis, ia memahami risiko yang dihadapi bumi akibat krisis iklim. Dua tahun lalu, Kalmus memutuskan meninggalkan rumahnya di Altadena, Los Angeles, karena panas ekstrem dan kekeringan yang semakin parah mengancam keselamatannya. Keputusan itu terbukti benar, karena lingkungan tempat tinggalnya kini telah hancur akibat kebakaran besar yang melanda wilayah tersebut. Pengalaman ini menunjukkan bagaimana krisis iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga memengaruhi kehidupan, tempat tinggal, dan rasa aman seseorang.
Di Indonesia, dampak perubahan iklim juga dirasakan secara nyata oleh jutaan penduduk. Salah satu contohnya adalah banjir yang semakin parah di Jakarta. Perubahan pola cuaca menyebabkan hujan ekstrem lebih sering terjadi, sementara kenaikan permukaan laut mengancam kota-kota pesisir. Setiap tahun, banjir mengganggu aktivitas jutaan penduduk, menyebabkan kerugian ekonomi yang besar, dan bahkan mengancam keselamatan jiwa.
Selain itu, kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera menambah daftar panjang dampak perubahan iklim di tanah air. Kebakaran ini tidak hanya menghancurkan lahan gambut yang kaya akan keanekaragaman hayati, tetapi juga menghasilkan kabut asap yang mencemari udara hingga ke negara-negara tetangga. Warga yang tinggal di sekitar area terdampak harus menghadapi masalah kesehatan serius akibat polusi udara.
Kisah Kalmus dan realitas di Indonesia menggarisbawahi urgensi tindakan kolektif untuk mengatasi krisis ini. Dampak perubahan iklim sudah dirasakan oleh banyak orang di berbagai belahan dunia, dan tanpa langkah nyata, ancaman ini hanya akan semakin memburuk.