Studi kasus menunjukkan bagaimana kelemahan ini dapat berdampak serius. Pada tahun 2017, sebuah jaringan perdagangan manusia yang berbasis di Asia berhasil memperdagangkan ratusan korban melalui jalur laut dan udara, memanfaatkan lemahnya koordinasi antarnegara di kawasan tersebut. Menurut laporan UNODC, para pelaku sering kali berpindah-pindah wilayah hukum untuk menghindari penangkapan. "Tanpa kerja sama lintas negara, jaringan ini akan sulit dilumpuhkan," ungkap laporan tersebut.
Keterbatasan lain adalah korupsi yang melemahkan penegakan hukum. Transparency International menyebutkan bahwa beberapa pejabat pemerintah di negara-negara berkembang terlibat dalam melindungi jaringan kejahatan transnasional demi keuntungan pribadi. Situasi ini menunjukkan bahwa tanpa pendekatan global yang lebih terkoordinasi, kebijakan nasional saja tidak akan cukup untuk menghadapi tantangan kejahatan lintas negara.
Pentingnya Perspektif Global dalam Kebijakan Nasional
Dalam menghadapi kejahatan transnasional, perspektif global adalah elemen kunci untuk mengatasi tantangan lintas batas yang kompleks. Kerja sama internasional memungkinkan negara-negara untuk berbagi informasi, sumber daya, dan keahlian yang sangat penting dalam menanggulangi kejahatan ini. Sebagai contoh, Interpol telah menjadi organisasi global yang membantu negara-negara anggotanya melacak dan menangkap pelaku kejahatan yang melarikan diri ke luar negeri. "Tanpa kolaborasi lintas negara, kejahatan yang sifatnya global tidak dapat ditangani secara efektif," tegas laporan tahunan Interpol.
Harmonisasi hukum nasional dengan standar internasional juga penting. Perjanjian seperti United Nations Convention against Transnational Organized Crime (UNTOC) memberikan kerangka kerja untuk melawan berbagai jenis kejahatan transnasional. Namun, keberhasilan implementasi perjanjian ini sangat tergantung pada seberapa baik negara-negara menerjemahkan komitmen internasional ke dalam hukum domestik mereka. Misalnya, beberapa negara masih belum memiliki undang-undang yang secara khusus mengatur perdagangan manusia atau kejahatan siber.
Selain itu, perspektif global membantu dalam membangun kepercayaan antara negara. Dalam beberapa kasus, konflik politik dapat menghambat kerja sama antarnegara. Dengan adanya mekanisme internasional seperti UNODC atau Interpol, negara-negara dapat bekerja sama di bawah payung netral untuk menangani ancaman bersama tanpa perlu terjebak dalam dinamika politik bilateral.
Kolaborasi lintas batas ini tidak hanya menguntungkan negara-negara besar, tetapi juga memberikan perlindungan kepada negara-negara berkembang yang sering menjadi target kejahatan transnasional. Dengan mengintegrasikan perspektif global dalam kebijakan nasional, negara dapat lebih siap untuk mencegah, mendeteksi, dan memberantas kejahatan lintas negara secara efektif.
Harmonisasi kebijakan nasional dengan standar internasional juga mencakup pengelolaan perbatasan maritim, yang sering menjadi jalur utama dalam berbagai bentuk kejahatan transnasional. Hanita et al. (2024) dalam penelitian mereka menyoroti bahwa reformasi pada formalitas perbatasan maritim dan sistem keamanan di Indonesia sangat diperlukan untuk mengatasi masalah penyelundupan manusia dan barang ilegal. "Dengan rekonstruksi sistem clearance imigrasi, Indonesia dapat meningkatkan efisiensi dan keamanan pada titik-titik rawan perbatasan," tulis Hanita.
Penelitian ini menunjukkan bahwa perspektif global tidak hanya penting dalam konteks kerja sama lintas negara, tetapi juga dalam penguatan kapasitas internal negara untuk memenuhi standar internasional. Hal ini dapat menjadi salah satu solusi konkret untuk mengurangi potensi celah yang dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan transnasional.
Strategi Implementasi Kebijakan dengan Perspektif Global