Mohon tunggu...
Fauzan Arsya Fahreza
Fauzan Arsya Fahreza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

Hai! saya Arsya saya merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Financial

Ekonomi Islam terhadap Perkembangan Zaman

28 April 2024   08:30 Diperbarui: 28 April 2024   08:34 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar Belakang
Perkembangan ekonomi islam sangat erat kaitannya dengan tokoh, ulama, hingga para cendekiawan muslim dari berbagai zaman. Awalnya, ekonomi islam mulai berkembang ketika Rasulullah sedang melakukan aktivitas perdagangan pada usia 16 tahun di sekitar Masjidil Haram dengan menggunakan sistem bagi hasil atau mudharabah. Pada dasarnya ekonomi merupakan naluri dasar manusia yang diberikan Allah. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi merupakan aktivitas lumrah sejak dahulu, bahkan ketika terminologi ekonomi tersebut belum ditemukan. Kala itu, kehidupan Nabi Muhammad SAW hampir sama dengan mayoritas orang. Beliau harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berdagang menjadi salah satu cara yang beliau lakukan. Beliau mulai berdagang dengan membantu pamannya, Abu Thalib. Pada usia 20-an, beliau memulai kongsi dagang bersama Khodijah. Peradaban islam mengalami puncak kejayaannya pada abad 6 hingga 13 Masehi. Puncak kejayaan tersebut disebabkan adanya penguatan pada ekonomi islam. Saat itu, ekonomi islam sangat berkembang, bahkan diterapkan di berbagai wilayah di dunia.
Perkembangan Ekonomi Islam
Perkembangan ekonomi islam dapat kita lihat sangat berkembang pesat. Sebagai contohnya bank-bank syariah yang muncul sangat masif di era ini. Keberadaan bank syariah sebagai lembaga keuangan yang berbasis al-Qur'an dan hadits berkembang sangat pesat. Tonggak terpenting dalam pendirian Bank Islam adalah beroperasinya Bank Tabungan Lokal Mit Ghamr di Kairo, Mesir pada tahun 1963. Reaksi berlebihan Barat terhadap dominasi sistem ekonomi kapitalis setelah runtuhnya sistem ekonomi sosialis sekitar tahun 1982 juga memperkuat kecenderungan untuk memposisikan sistem ekonomi Islam sebagai pilihan lain dari sistem ekonomi kapitalis. Akibatnya, banyak bermunculan lembaga keuangan yang memasukkan konsep ekonomi syariah, terutama sejak berdirinya Islamic Development Bank di Jeddah, Arab Saudi pada tahun 1975. Kemunculan lembaga keuangan berbasis syariah tidak hanya terjadi di Asia Timur tetapi juga di luar Asia Timur.
Kemudian, prinsip utama dalam sistem ekonomi syariah sebagai contoh keuangan syariah berbasis aset nyata dan konsep bagi hasilpun telah membuktikan bahwa mampu menjaga kestabilan keuangan ekonomi negara. Di sisi lain, tujuan utama dari ekonomi dan juga keuangan Islam yaitu fokus pada kegiatan ekonomi yang sustainable atau berkelanjutan. Selain itu, ekonomi Islam juga berpegang teguh dengan pentingnya keselarasan antara aspek komersial dan aspek sosial untuk memberikan dampak sosial yang signifikan. Aspek komersial pada umumnya yaitu pada sektor

 industri halal. Sedangkan jika aspek sosial pada umumnya adalah Zakat, Infak dan Wakaf. Hal ini untuk memungkinkan ekonomi Islam berkembang di era kemajuan saat ini, karena secara strategis penting untuk menutup kesenjangan ekonomi masyarakat dan memiliki potensi untuk pengembangan lebih lanjut.
Ekonomi Konvensional dan Syariah
Dalam sistem ekonomi kapitalis, bunga atau yang kami maksud di sini adalah riba, yang merupakan pusat perputaran sistem perbankan. Maka dari itu jika sistem perbankan tanpa bunga sistem membosankan dan seluruh perekonomian akan lumpuh. Islam melarang keras segala bentuk bunga. Ini berkorelasi dengan suku bunga dalam sistem perbankan modern. Dampak ekonomi riba adalah sebagai berikut:
1. Konsep riba dapat menyebabkan krisis ekonomi suatu negara. Riba adalah penyebab utama nilai mata uang yang fluktuatif. Uang biasanya justru dipindah dari negara satu ke negara yang lain berdasarkan dengan tingkat bunga yang berbeda di tia negara. Hal ini berupaya untuk mendaatkan uang sebanyak banyaknya.
2. Konsep riba akan memperlebar kesenjangan ekonomi yang muncul dalam masyarakat di mana kesenjangan sosial semakin terlihat jelas. Ini karena pemilik uang menerima bunga tabungan dan orang miskin membayar bunga hutang ke bank. Suku bunga juga mempengaruhi investasi, produksi dan penciptaan pengangguran.
3. Suku bunga yang lebih tinggi mengurangi investasi, dan investasi yang lebih rendah mengurangi produksi dan dapat menyebabkan pengangguran.
4. Riba juga menyebabkan inflasi. Inflasi ini disebabkan oleh bunga yang dihasilkan sebagai akibat dari aktivitas manusia. Inflasi dari riba juga dapat menurunkan daya beli dan meningkatkan kemiskinan masyarakat.
5. Sistem ekonomi riba juga akan menempatkan negara-negara berkembang dalam perangkap utang, sehingga sulit membayar bunga, belum lagi utang pokok.
6. Riba juga berdampak pada menipisnya dana APBN karena APBN harus membayar bunga obligasi kepada perbankan konvensional.
Dari uraian diatas, Indonesia sebagai negara dengan penduduk yang mayoritasnya umat muslim. Apalagi kasus kemiskinan di Indonesia masih banyak dan kesejahteraan masyarakat belum semua terpenuhi. Disamping itu, jika ekonomi islam dikembangkan potensinya, tidak menjadi hal yang mustahil jika Indonesia akan menjadi negara maju yang bebas dari kemiskinan dan dapat menjadi negara dengan aset keuangan syariah terbesar di dunia.

 Kesimpulan
Sebagai ekonomi yang memegang prinsip keadilan, ekonomi islam melarang adanya praktek riba, spekulasi, dan ketidakjelasan dalam transaksi. Selain itu, orientasi utama yang dimiliki tidak hanya sekadar keuntungan dunia yang berjangka pendek, melainkan kesejahteraan di akhirat yang berjangka panjang. Melihat potensi besar keuangan syariah, pemerintah berupaya membuat regulasi demi mendukung pengembangan perekonomian islam, seperti penggabungan bank syariah pada sektor bank BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI), pendirian Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang diubah menjadi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), hingga pemanfaatan instrumen keuangan syariah untuk pembangunan, seperti Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Dengan adanya perubahan ini, diharapkan lembaga pendukung keuangan syariah dapat menyokong hal ini untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang solutif dengan masifnya ekosistem keuangan syariah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun