Mohon tunggu...
Fauzan RasyidNabawi
Fauzan RasyidNabawi Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Perkenalkan saya Fauzan Rasyid Nabawi mahasiswa Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya lahir di Kota Tasikmalaya pada 14 Januari 2003, untuk sekarang tinggal di Serpong Kota Tangerang Selatan. Saya alumni dari MAN 1 Kota Tangerang Selatan lulus pada tahun 2021, sebelum berada di UIN Jakarta saya sempat berkuliah terlebih dahulu di Universitas Pamulang. Alasan saya pindah ke UIN Jakarta yaitu oleh sebab lingkungan sekitar yang bias dibilang toxic dan tidak ada wadah untuk meningkatkan soft skill dan hard skill. Hobi saya yaitu bermain serta menonton sepakbola dan desain grafis lalu selain itu juga saya gemar sekali menonton movie film, pada saat ini selain menjadi mahasiswa saya sedang menjalani dan mengikuti organisasi atau komunitas radio kampus yang bernama Radio Dakwah dan Ilmu Komunikasi (RDK FM) sebagai Creative Departement. Konten favorit saya sebagai reader blog yaitu sering membaca artikel tentang aktifitas mahasiswa di seluruh Indonesia dan kabar hangat sepakbola di seluruh dunia. Harapan saya ingin sangat bisa untuk membantu industri media di masa depan nanti dan cita-cita saya di masa yang akan datang yaitu ingin menjadi editor sebuah perusahaan ternama, bekerja sebagai pegawai BUMN, menjadi staff atau pegawai di Kementerian Sosial dan membuka lapangan pekerjaan dalam bidang industri media yang bermanfaat di masa yang akan datang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cara Membangun Masyarakat Sejahtera Sesuai dengan Nilai-Nilai Islam

10 Juli 2023   19:14 Diperbarui: 10 Juli 2023   19:20 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua orang telah memahami bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Di dalamnya terdapat ajaran yang lengkap, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Keberadaan agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad diyakini dapat menjamin tercapainya kehidupan yang sejahtera secara fisik dan mental. Terdapat panduan tentang bagaimana manusia seharusnya memandang hidup dan kehidupan ini dengan makna yang luas.

Agama Islam secara khusus mengakui keberadaan keragaman dan perbedaan, baik dalam hal agama, ras, dan budaya, sebagai bagian dari kehendak Allah. Dalam pandangan Islam, perbedaan antara seorang Muslim dan non-Muslim terletak pada keyakinannya yang tercermin dalam penerimaan agama Islam. 

Banyak negara yang mengklaim sebagai negara demokrasi, namun tidak mengakui adanya keberagaman dalam kehidupannya sehingga terjadi segregasi dalam berbagai bentuk. Keberagaman erat kaitannya dengan hak hidup kelompok masyarakat yang ada dalam satu komunitas di mana setiap komunitas memiliki budayanya sendiri (Mukzizatin, 2019).

Segmentasi sosial terjadi ketika masyarakat terbagi ke dalam kelompok kecil yang dibedakan berdasarkan ras, suku, dan agama masing-masing. Akibatnya, pergaulan antar individu menjadi terpisah karena mereka lebih memilih untuk berinteraksi dengan orang yang memiliki suku, ras, dan agama yang sama. Hal ini dianggap lebih mudah untuk berkomunikasi, memiliki ikatan batin yang sama, dan memiliki banyak kesamaan (Koentjaraningrat dalam Mukzizatin 2019:162).

Indonesia merupakan negara yang pluralistik di mana terdapat beragam agama dan suku, namun semua perbedaan tersebut digabungkan oleh prinsip Pancasila sebagai ideologi penyatuan. 

Meskipun mayoritas beragama Islam, namun sistem norma dan dasar hidup di Indonesia bukanlah Islam, melainkan Pancasila yang berlandaskan pada sistem demokrasi dan hukum. Walaupun sebenarnya Indonesia bukanlah sebuah Negara Islam, namun tidak dapat disangkal bahwa Indonesia merupakan negara yang seluruh peraturan dan sistem kenegaraannya tidak boleh melanggar prinsip-prinsip Islam yang terdapat dalam Al-Qur'an.

Dalam membangun masyarakat yang harmoni dimana setiap warga masyarakat tentunya harus saling membangun kerjasama antara satu sama lain. Dimana sebagai makhluk sosial perlu nya adanya interaksi satu arah untuk membangun satu tujuan yg sama. Tentunya Islam mengajarkan kepada kita tentang nilai-nilai kemasyarakatan dan bagaimana cara membentuk masyarakat yang harmonis sesuai nilai nilai Islam.

Berikut terdapat 2 cara bagaimana membangun masyarakat masyarakat harmonis sesuai dengan nilai nilai Islami

Pertama, Menjunjung tinggi toleransi antar perbedaan baik suku, ras agama, bahasa dan budaya.

Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai toleransi hal ini dapat dilihat pada ayat Al Qur'an dimana Allah berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 10-11 yang artinya:

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim."

Dari ayat tersebut dapat kita artikan bahwa Islam merupakan agama yang sangat fleksibel, Islam selalu memberikan ruang kepada setiap perbedaan yang ada. Sehingga sebagai bentuk wujud dalam membangun masyarakat yang harmonis kita selaku makhluk sosial tentunya harus menghargai segala perbedaan. Selain itu pula dari ayat tersebut selaras dengan Pancasila yaitu " persatuan Indonesia".

pixabay.com
pixabay.com
Meningkatnya ketidaktoleran dan ketidakpluralisan tidak hanya dipengaruhi oleh kepercayaan dan kitab suci, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor nyata seperti politik, ekonomi, sosial, ras agama, suku, bahasa dan budaya (Zuhairi dalam Ginting, 2009:2).

Pluralisme tidak berarti bahwa semua agama sama, juga tidak berhubungan dengan pertanyaan tentang agama mana yang benar atau baik. Namun, pluralisme adalah kemampuan untuk menerima kenyataan bahwa dalam masyarakat terdapat gaya hidup, budaya, dan keyakinan agama yang berbeda. Dalam penerimaan tersebut, orang bersedia untuk hidup bersama, bergaul, dan bekerja sama dalam membangun negara walaupun berbeda keyakinan dan kebaragaman.

Beberapa kutipan yang telah disebutkan di atas, menunjukkan bahwa semangat nasionalisme telah berkembang, namun semangat persatuan keberagaman agama  semakin luntur, meningkatnya ikatan primitif dan intoleransi. Oleh karena itu, diperlukan pembangunan dan pengembangan toleransi dalam kehidupan masyarakat yang beragam. 

Betapa indahnya apabila keanekaragaman suku, agama, ras, dan antar golongan yang lazim disebut "SARA" dapat dijadikan sumber daya bersama dalam membangun Indonesia. Semua komponen masyarakat dianggap sebagai kekayaan sosial yang berharga, diperlakukan secara adil, dan diberikan kesempatan untuk berkembang serta berperan dalam pembangunan negara (Ginting & Ayaningrum, 2009).

Kedua, Meningkatkan ukhuwah atau tali persaudaraan antar sesama.

Dalam meningkatkan ukhuwah dan tali persaudaraan antar sesama menjadi tugas dan tanggung jawab kita semua sebagai warga negara. Sebagai agama mayoritas di Indonesia, Islam memainkan peran penting dalam memperkuat persatuan dan kesatuan sebagai pusatnya. Sebagai contoh, mayoritas dapat melayani dan menjaga kepentingan minoritas.

pixabay.com
pixabay.com

Seperti yang disebutkan dalam riwayat dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw pernah mengatakan: "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi."

Seseorang yang beragama Islam yang taat pada perintah Allah, pasti akan mempertahankan hubungan baik dengan sesama dan menjaganya dengan cermat. Silaturahmi adalah salah satu wujud keimanan kita kepada Allah dan hari akhir.

Tentunya dalam sudut pandang bersosial silaturahmi atau membangun persaudaraan tidak hanya dilakukan sesama muslim saja melainkan antar sesama umat beragama. Dengan demikian maka akan tercipta lingkungan yang kuat dengan pondasi persatuan dan kesatuan.

Daftar Pustaka

Ginting, R., & Ayaningrum, K. (2009). Toleransi dalam masyarakat plural. Jurnal Ilmiah Majalah Lontar, 23(4), 1--7. http://journal.upgris.ac.id/index.php/LONTAR/article/view/665

Mukzizatin, S. (2019). Relasi Harmonis Antar Umat Beragama dalam Al-Qur'an. Andragogi: Jurnal Diklat Teknis Pendidikan Dan Keagamaan, 7(1), 161--180. https://doi.org/10.36052/andragogi.v7i1.75

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun