Mohon tunggu...
Fauwaz Raihan
Fauwaz Raihan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya mahasiswa Pascasarjana unhan 2020

MAHASISWA PASCASARJANA UNHAN 2020

Selanjutnya

Tutup

Money

Menguji Ketangguhan BUMN Sektor Minyak dan Gas di Masa Pandemi Covid-19

10 Juni 2021   10:15 Diperbarui: 10 Juni 2021   10:16 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita semua sepakat bahwa Pandemi Covid-19 menghambat seluruh aktivitas manusia di dunia ini termasuk yang di dalamnya terdapat aktivitas industri minyak dan gas. Indonesia sendiri saat ini belum dapat lepas dari cengkraman Covid-19, dibuktikan dengan pembatasan sosial, vaksinasi dan lain-lain. Industri minyak dan gas bumi memiliki peranan penting bagi Indonesia, sebagai sumber pendapatan untuk APBN dan memberikan sumbangan ekonomi lokal di daerah dimana kegiatan eksplorasi, produksi, pengilangan maupun distribusi minyak dan gas bumi berlangsung. Di samping itu, peran terbesar industi minyak dan gas bumi adalah menyediakan energi (khususnya BBM) yang dipergunakan untuk menggerakkan berbagai sektor kehidupan di seluruh Indonesia (Widyastuti dan Hanan, 2020).

Dari perspektif global, selama kurun waktu 2020 industri minyak dan gas bumi terkoreksi dalam 3 hal karena efek pandemi ini yaitu penurunan permintaan, penurunan harga dan kelebihan produksi. Ketika kelebihan produksi kala itu, bahkan harga minyak dan gas hingga mencapai minus yang artinya kita bisa menerima minyak secara cuma-cuma bahkan produsen akan memberikan beberapa uang kepada pembeli. Jutaan orang diam di rumah; belajar di rumah; bekerja, berbelanja dari rumah, tidak melakukan perjalanan di dalam apalagi ke luar negeri. Kegiatan perkantoran, hotel, dan tempat konferensi berkurang, demikian pula di industri manufaktur dan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Ini semua menyebabkan permintaan BBM untuk transportasi berkurang. Demikian pula permintaan di sektor industri, baik di industri kecil menengah yang menggunakan BBM tidak banyak maupun di industri besar yang lahap bahan bakar. Permintaan BBM di sektor transportasi mengalami penurunan paling banyak. 

Kebijakan lockdown yang dipraktekkan untuk menangkal Covid-19 di banyak negara berdampak langsung pada penurunan permintaan terhadap BBM.3 Penerapan kebijakan lockdown di negara besar seperti India mengakibatkan dampak terhadap penurunan permintaan BBM lebih terasa.

Namun turunnya harga minyak bukan saja karena dampak Covid-19, tapi juga didorong oleh "pertikaian" (conflict) dalam industri minyak sendiri. Pertikaian, khususnya dalam kelompok produsen, diawali oleh Saudi Arabia dan Rusia, menyangkut kesepakatan mengenai berapa jumlah minyak mentah yang seharusnya diproduksi. Sejak tahun 2014 produksi minyak dan gas shale Amerika Serikat terus membesar. Namun produsen minyak lainnya di dunia terus memproduksi minyak, "mengganggu" Amerika Serikat yang sedang berusaha meningkatkan kemandiriannya dalam penyediaan energi melalui pelaksanaan proyek-proyek (oil and gas) Shale Revolution. 10 Sebagai akibatnya harga minyak turun dari rata-rata US$ 114 per barel pada tahun 2014 menjadi US$ 27 pada 2016, mengurangi keekonomian dari proyek-proyek oil & gas shale.

Seperti yang dipaparkan di atas, bahwa seluruh dunia terdampak atas efek pandemi Covid-19 tidak terkecuali Indonesia yang mana salah satu perusahaan Minyak dan Gas yaitu PT Pertamina sangat terpukul oleh Pandemi ini. PT Pertamina (persero), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor minyak dan gas bumi (migas) alami kerugian hingga Rp 11 triliun. VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menjelaskan sepanjang semester I-2020 Pertamina menghadapi triple shock yakni penurunan harga minyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM di dalam negeri serta pergerakan nilai tukar dollar yang berdampak pada rupiah sehingga terjadi selisih kurs yang cukup signifikan. Sebelumnya, dikatakan Direktur Keuangan Pertamina, Emma Sri Martini, pandemi Covid-19 mengakibatkan kinerja perseroan pada semester I-2020 menurun signifikan, terlebih dengan diadakannya kebijakan PSBB dan juga Work From Home (WFH).

Adapun 3 dampak yang dirasakan perseroan dan menjadi alasan yang memungkinkan Pertamina alami kerugian hingga Rp 11 triliun yakni:1. Penurunan penjualan minyak, terutama bahan bakar minyak (BBM) dan avtur, pada enam bulan pertama ini. Emma mengatakan, pada April-Juni rata-rata penjualan harian BBM perseroan turun sebesar 26,5 persen dibandingkan sebelum mewabahnya pandemic Covid-19.Begitupun dengan BBM industri dan aviasi. Rata-rata penjualan selama April-Juni 2020 turun 24 persen dibandingkan rata-rata penjualan Januari-Februari 2020. Hal ini terutama karena penurunan aviasi sebesar 84 persen.Berdasarkan laporan keuangan (tidak diaudit) Pertamina, hingga 30 Juni 2020, perseroan mencatatkan penurunan pendapatan usaha menjadi USD 20,48 miliar dari USD25,55 miliar pada semester I-2019. Jika dipantau, kontribusi pendapatan dari penjualan dalam negeri untuk minyak mentah, gas bumi, panas bumi dan produk minyak turun menjadi USD16,57 miliar dari periode yang sama tahun lalu USD 20,94 miliar.2. Fluktuasi Rupiah terhadap Dolar AS. Sejak Januari hingga 29 April 2020,Rupiah terpantau alami depresiasi sebesar 10,9 persen atau setara dengan 1520 basis poin. 3. Melemahnya harga minyak mentah dunia. Harga minyak mentah Dated Brent yang menjadi acuan harga minyak perseroan pada April 2020 sempat berada di posisi terendah hingga USD19 per barel. Turun signifikan dibandingkan awal tahun yang masih di posisi sekitar USD 64 per barel.

Para perusahaan minyak dan gas mencari cara untuk menahan krisis ini. Salah satu caranya adalah dengan mengefisiensikan pengeluaran. Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan penurunan permintaan ditambah dengan jatuhnya harga minyak berdampak ke pelaku migas, termasuk sektor penunjangnya. Menurutnya, tekanan yang terjadi pada tahun lalu harus disiasati dengan efisiensi pengeluaran. Misalnya pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan produksi dipangkas, terutama kegiatan padat modal seperti eksplorasi banyak dikurangi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun