Usai menyesap kopi yang hampir habis, pikiranku tiba-tiba menerawang kembali pada bahasan sebuah artikel yang kemarin sempat aku tulis. Membahas tentang serangga yang unik, namanya Belalang Sembah atau di Jawa sering disebut Walang Kekek.
Sebagian dari kita mungkin pernah mendengar namanya atau bahkan sudah cukup familiar dengan serangga yang bisa memutar kepalanya hingga 180 derajat ini. Serangga yang tergolong masuk kategori hewan karnivora ini, juga kanibal terhadap sesamanya.
Ternyata, serangga ini memiliki kebiasaan yang bisa dibilang cukup sadis dan menyeramkan dalam bercinta. Belalang betina akan segera memakan kepala belalang jantan setelah melangsungkan perkawinan. Â
Bisa disimpulkan, jatah untuk seekor belalang sembah jantan hanya akan mengalami satu kali perkawinan dalam hidupnya. Karena setelah perkawinan ia akan mati diterkam belalang betina.
Untuk satu kali seks yang belalang jantan jalani dalam kehidupannya, selanjutnya mati menjadi mangsa sang belalang betina. Belalang sembah jantan ini rela mati demi cinta. Seluruh hidupnya ia korbankan demi belalang betina.
Kisah cinta yang tragis ini ternyata ada dan nyata di dalam kehidupan. Tidak hanya terdapat dalam kisah-kisah novel, film, atau drama percintaan.
Namun sebenarnya, di balik kisah belalang sembah, ada sebuah falsafah yang bijaksana untuk kehidupan manusia. Sebagaimana melihat pengorbanan belalang sembah jantan –hanya akan menjadi kesia-siaan. Karena sudah merasa sangat cinta, ia dimanfaatkan betinanya yang mencari keuntungan darinya sehingga tamatlah riwayatnya.
Sebenarnya jika dibelokkaan pada kehidupan manusia, contoh seperti itu banyak sekali dijumpai. Jika diibaratkan belalang jantan adalah laki-laki dan belalang betina adalah perempuan, maka di sini si laki-laki yang menjadi korbannya.
Tanpa bermaksud tidak menaruh hormat pada perempuan, namun di sini kita melihat fenomenanya dan juga tidak bisa digeneralisir bahwa semua perempuan seperti itu. Karena  dalam konteks kasus ini merujuk pada contoh cerita di atas.
Kembali lagi, salahkah jika seorang laki-laki menaruh rasa cinta pada perempuan? Hal itu tidaklah salah. Tapi lebih ke bagaimana seseorang dalam memandang cinta agar tidak disalah-artikan sehingga yang timbul hanyalah pembodohan.
Berkaca pada kisah cinta manusia yang diibaratkan seperti belalang sembah itu, seorang laki-laki yang sangat mencintai perempuan rela melakukan segalanya demi cintanya dalam porsi yang tidak sewajarnya.
Segala hal yang menyenangkan orang yang dicintainya– ia penuhi semua tanpa mempertimbangkan dirinya sendiri. Dibutakan oleh perasaan yang tidak diimbangi dengan rasionalitas.
Kendati dengan perempuan yang merasa telah dicukupi hidupnya pun semata-mata hanya mencari keuntungan dari laki-laki mencintainya. Setelah si laki-laki tidak mempunyai apa-apa, akan ditinggalkan begitu saja.
Padahal, bukankah cinta adalah persoalan bagaimana bisa mengerti dan memahami antara satu dengan yang lain? Bukan malah mencari keuntungan untuk menang sendiri. Hanya memperhatikan soal materi dan mengesampingkan masalah hati.
Mungkin di antara kita ada yang pernah mengalaminya. Entah bagi siapapun yang pernah mengalaminya, mari kita tertawakan bersama mengingat kebodohan yang pernah dilalui.
Selagi kita masih hidup dan bisa menghirup udara segar, jangan lagi terjebak pada perspektif cinta yang keliru. Dan mudah-mudahan tidak akan bertemu pada seseorang yang seperti cerita itu. Semoga.
(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H