Mohon tunggu...
Fatwa Azmi
Fatwa Azmi Mohon Tunggu... Novelis - Hi, I am, Azmi.

Anak ingusan yang mengetik dengan jari kecilnya, memandang dengan dua bola mata indahnya, dan mempunyai hati sebagaimana hati manusia. Read more at https://www.indonesiana.id/profil/1223/fatwazmi@gmail.com#kbDjWqS1PpfLmjOW.99

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

KKM-DR UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 2021/2022: Pengentasan Buta Aksara Melalui Kreasi Taman Baca di Desa Bojongkoneng Kabupaten Bogor Jawa Barat

24 Januari 2022   15:13 Diperbarui: 24 Januari 2022   15:20 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekitar perjalanan 1 jam dari pinggir Jakarta, akhirnya kami sampai di sebuah daerah yang dikenal dengan nama Sentul. Dalam banyak literasi maupun media kabar, tidak dapat dipungkiri bahwa Sentul sangat lekat dengan permasalahan sengketa lahan dan kepemilikan tanah yang dikuasai oleh para elit. Bahkan hingga kini, ketika kami mengetik ulang nama Sentul di mesin penelusuran Google, mayoritas yang muncul ialah nama perusahaan yang banyak berkecimpung di daerah Sentul dan sekitarnya. Dan rasanya, masih ada desas-desus persengketaan tanah pada perusahaan tersebut yang belum usai.

Namun, pada perjalanan ini, yang kami tuju bukanlah Sentul dengan berbagai kemegahan aksesnya. Juga bukan perumahan-perumahan mewah yang berjejer rapi bak kota impian bagi seluruh orang. Kami membuka mata seluas-luasnya, mendengar dengan selebar-lebarnya, hingga mengepakkan tangan sejauh mungkin untuk setidaknya mengungkap unpopular opinion terhadap daerah ini.

Agak menanjak dari jalan utama Sentul, kami bergerak menuju Desa Bojongkoneng. Jalanan rusak berbatu mengucapkan selamat datang seakan menyambut kehadiran kami. Mungkin ia sedikit menguji kesungguhan kami untuk dapat mengabdi di desa ini. Ya, tentunya kami tidak goyah dan tetap melanjutkan perjalanan kami.

Sejujurnya, ini perjalanan kedua kami setelah beberapa minggu sebelumnya kami meninjau lokasi dalam rangka survey dan bertemu dengan ketua RT selaku pembuka pintu kedatangan kami untuk dapat melaksanakan Kuliah Kerja Mahasiswa di Desa Bojongkoneng ini. Setidaknya, ada sedikit gambaran lokasi yang kami tuju sehingga kami dapat menyiapkan berbagai kebutuhan kami selama melaksanakan KKM ini.

Setelah cukup menarik pedal gas motor demi menanjak jalanan yang agak curam, kami akhirnya sampai di rumah ketua RT 01/07 Desa Bojongkoneng, Bapak Bahruddin. Senyum yang hangat langsung tampak di wajah Pak Bahruddin beserta beberapa warga yang sudah menanti kehadiran kami. Dengan jumlah 13 mahasiswa, kami bergantian menyalami tangan para warga. Tidak sedikit anak-anak kecil yang berlarian dan membubarkan diri dari permainan tradisional mereka guna menyambut kedatangan kami. Matanya berbinar meski seakan penuh tanya, “Siapa gerangan?”

            Setelah dipersilakan duduk, Nabila, sebagai ketua KKM pada Kelompok Kerja (Pokja), langsung menyerahkan sertifikat vaksin para anggota kelompok sebagai persyaratan yang pernah diajukan oleh Pak Bahruddin untuk dapat KKM di Desa Bojongkoneng ini. Tentu saja kami berupaya untuk melaksanakan KKM ini dengan protokol kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

            Kami menjelaskan program kerja yang akan kami jalankan pada kesempatan KKM ini, salah satunya adalah taman baca. Taman baca kami jadikan program kerja kami sebab melihat hasil wawancara singkat yang kami lakukan pada anak-anak kecil di desa ini sebelumnya. Banyak dari mereka yang belum mampu untuk membaca secara lancer bahkan belum mampu mengenal huruf secara tepat.

            Di balik mewahnya bangunan-bangunan tetangga, perselisihan kaum konglomerat di meja sidang, modisnya baju-baju penghuni perumahan, kami cukup terkejut memandangi fakta yang ada. Hal ini bukan terkait siapa yang salah dan harus bertanggung jawab atas buta aksaranya anak-anak ini, namun lebih kepada apa yang mesti kami lakukan dalam waktu singkat ini untuk setidaknya membangun pondasi motivasi belajar mereka khususnya dalam mengenal aksara dan membaca.

            Kebutuhan membaca seharusnya menjadi suatu yang bersifat primer dibanding apapun. Sebuah cerita tentunya dibangun oleh beberapa paragraf, sebuah paragraf dibangun oleh beberapa kalimat, sebuah kalimat dibangun oleh beberapa kata, dan sebuah kata pastinya dibangun oleh beberapa aksara. Perjalanan masih terlampau panjang. Anak-anak ini masih ragu antara huruf U dengan huruf V. Beberapa lainnya bahkan hanya menggelengkan kepala ketika kami meminta mereka untuk menyebutkan huruf-huruf.

            Sebelum memulai program taman baca tersebut, kami mempersiapkan sarana dan prasarana yang akan kami butuhkan. Butuh beberapa hari untuk merapihkan sebuah pos ronda, akses jalan menuju rumah ketua RT, juga halaman depan RT yang ketiganya berperan penting dalam program taman baca ini. Tak lupa juga kami menyiapkan materi berupa lembaran kertas berisi kumpulan huruf-huruf guna mempermudah program taman baca tersebut.

            Setiap harinya, kami memulai taman baca sejak ba’da Asar hingga pukul 5 sore. Tetapi, percaya atau tidak, beberapa kali Pak Bahruddin menghubungi kami untuk mengonfirmasi kehadiran kami di taman baca, hal itu disebabkan kehadiran anak-anak yang datang sebelum waktunya. Bahkan seusai pulang sekolah pada siang hari, mereka sudah mulai berkumpul untuk menyambut kami. Lihat! Semangat mereka amatlah tinggi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun