Masyarakat Indonesia memang sudah terjebak dalam mudahnya akses informasi. Kasus Audrey dan Ratna Sarumpaet tentang perundungan pada awalnya sangatlah manis untuk dibahas. Orang-orang langsung menyatakan simpatinya karena merasa pandangannya terhadap kasus itu sudah sejalan. Namun akhirnya, orang-orang yang terjebak itu malu sendiri.
Ada lagi kasus yang berbeda. Entah karena pandangan mereka atau hanya karena ikut-ikutan, masyarakat yang terjebak itu mengampanyekan isu #EdyOut dengan tujuan memecat Edy Rahmayadi dari kursi PSSI. Berbagai pandangan mereka beberkan dari mulai korupsi massal, dualism jabatan, dan sebagainya. Namun ternyata, lagi-lagi isu itu mentah. Edy pun mengundurkan diri dan ternyata semua opininya terlempar bahkan faktanya kini orang-orang merindukan kepemimpinannya.
Kasus terbaru yang hadir ialah tentang isu Pertentangan KPAI, Pelemahan KPK, hingga pemindahan Ibu Kota. Bagaimana tanggapannya? Patut kita tunggu bola panasnya yang masih menggelinding.
Hanya karena satu pandangan yang dianggap sejalan tidak semestinya membuat seseorang fanatisme buta. Aku katakan masih ada ribuan pandangan yang mesti diperhatikan lebih lanjut. Hanya karena seorang teman mengajak unjuk rasa, dengan mudahnya langkah kaki menyetujuinya.
Hanya karena presiden melakukan satu kesalahan, mulut langsung mengeluarkan cacian dan makian. Menurutku, bukan itu cara dan jawabannya.
Lalu bagaimana? Menjadi Apatis?
800 lebih kata-kata dalam tulisanku ini tidak serta merta menghukumiku bahwa aku menyetujui posisi apatis. Apatis menunjukkan ketidakberdayaan seseorang dalam berpandangan hingga akhirnya ia acuh tak acuh terhadap pandangannya.
Untuk menyikapi hal ini, aku lebih asik menggunakan diksi Adil yang berkesinambungan dengan jabatan utama Insan di dunia ini sebagai seorang khalifah.Â
Adil terhadap diri sendiri dengan tidak gegabah menyetujui berbagai doktrin yang disuntikkan terus menerus dalam menjalani hidup ini. Adil terhadap orang lain dengan tetap menghormati pandangannya terhadap sesuatu. Memperselisihkan pandangan di muka umum tanpa adanya tujuan yang jelas adalah hal bodoh. Para akademisi tentu sudah mengerti tentang hal ini.
Insan Adilun berbeda dengan apatis. Di saat apatis acuh tak acuh terhadap keadaan, Insanun Adilun akan berkerja mencari kebaikan di antara keduanya serta menimbang dengan baik apa yang harus dilakukannya. Meski tak sepenuhnya pandangan itu adil, tapi setidaknya terdapat usaha untuk memperoleh keadilan tersebut.
Berbagai pandangan tentang sesuatu akan terus berkembang seiring liberalnya pemikiran yang ada. Liberal pemikiran untuk diri sendiri tak bisa disalahkan dengan syarat bertanggung jawab, berdalil kuat, dan tidak membebaskannya di muka umum. Pandangan diri sendiri merupakan pandangan terbaik yang kita miliki, tetapi mungkin saja bukan terbaik untuk khalayak umum.