PendahuluanÂ
Manusia membutuhkan pasangan sebagai proses berkembang untuk menghasilkan keturunan, dengan sebuah pernikahan yang dilakukan untuk menciptakan keluarga dan rumah tangga yang diinginkan. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keimanan kepada Tuhan semata. Pergaulan di kalangan remaja dan anak muda zaman sekarang sangat mengkhawatirkan. Tidak sedikit dari mereka yang terjerat maksiat akibat penyalahgunaan fasilitas teknologi, misalnya internet salah satunya. Maraknya budaya pergaulan bebas dalam berpacaran dalam hal ini menyebabkan hilangnya norma-norma dalam masyarakat dan matinya nilai-nilai Islam khususnya pernikahan. Laki-laki dan perempuan kini banyak melakukan hubungan sebelum menikah bahkan melakukan hal yang dilarang oleh Agama yaitu zina.
Penyimpangan ini tentunya memberikan dampak buruk bagi generasi muda yang merupakan generasi penerus bangsa. Biasanya setelah wanita yang melakukan seks pranikah itu hamil barulah beberapa permasalahan muncul karena masyarakat Indonesia yang memiliki budaya ketimuran menganggap tabu seorang wanita hamil tanpa adanya perkawinan sah sebelumnya. Pasangan tidak sah ini tentunya akan bingung ketika menghadapi permasalahan tersebut. Beberapa dari mereka memilih untuk menyelesaikan dengan jalan tercela yaitu dengan datang ke dokter atau dukun untuk menggugurkan kandungannya. Tetapi ada juga yang melangsungkan perkawinan dengan pasangan yang menghamili atau orang lain sebagai pengganti orang yang menghamili.Â
1. Mengapa pernikahan wanita hamil terjadi dalam masyarakat ?Â
Karena hal tersebut bagi sebagian masyarakat sudah dianggap wajar oleh karena itu jika tidak dilangsungkan pernikahan antara ke dua belah pihak maka akan menyebabkan semakin buruknya keadaan. Salah satu alasan dilaksanakan pernikahan untuk menutupi aib yang sudah terjadi di dalam keluarga tersebut. Alasan yang kedua untuk mengamankan status anak tersebut supaya lahir dalam keadaan mempunyai seorang ayah, dan yang terakhir untuk mendapatkan perlindungan bagi ibu dan anak seperti dalam hal ekonomi, dan status sosial dalam masyarakat.
2. Apa yang menjadi penyebab terjadi pernikahan wanita hamil?
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan hamil yaitu:
- Faktor Pendidikan: lemahnya atau kurangnya pengetahuan akademik maupun agama dari anak tersebut.
- Faktor peran keluarga: kurangnya kontrol orang tua terhadap anak usia dini , seperti : kurangnya kasih sayang dan perhatian.
- Faktor Ekonomi: rendahnya faktor ekonomi dalam keluarga yang berakibat anak tersebut terpaksa melakukan sebuah pernikahan sebagai dalih orang tua untuk menyelamatkan ekonomi anaknya.
- Faktor Agama: kurangnya pengetahuan dalam pemahaman agama.
- Faktor Lingkungan sosial / pergaulan bebas : karena dalam masyarakat peristiwa tersebut sudah dianggap hal yang lumrah/ biasa.
3. Bagaimana argumen pandangan para ulama tentang pernikahan wanita hamil ?
Pertama, pendapat Imam Ahmad bin Hanbal yang menyatakan bahwa tidak boleh melangsungkan pernikahan antara wanita hamil karena zina dengan laki-laki sampai ia melahirkan kandungannya.
Kedua, menurut Syafi'i, bahwa menikahi wanita hamil karena zina dibolehkan bagi yang telah menghamilinya maupun bagi orang lain. Hal ini diqiyaskan (dianalogi) dengan, "Kalau satu orang mencuri buah dari satu pohon, ketika itu haram. Kemudian dia beli pohon itu, maka apakah buahnya tadi masih haram atau sudah halal? Itu sudah halal. Tadinya haram kemudian menikah baik-baik maka menjadi halal". Tapi agar tidak salah paham. Apakah dia terbebas dari dosa berzina ataukah dia terbebas dari murka Tuhan? Tentu tidak. Itu tadi dari segi hukum. Dalam pandangan madzhab ini, wanita yang zina itu tidak mempunyai iddah. Adapun jika melangsungkan pernikahan, maka nikahnya tetap sah.
Ketiga menurut imam Maliki, tidak sah perkawinannya kecuali dengan lakilaki yang menghamilinya dan ini harus memenuhi syarat, yaitu harus taubat terlebih dahulu.
Keempat menurut imam Hanafi masih terdapat perbedaan pendaan pendapat, di antaranya :
- Pernikahan tetap sah , baik dengan laki-laki yang menghamili atau tidak.Â
- Pernikahan sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang menghamili, dan tidak boleh di kumpuli kecuali sudah melahirkan.
- Boleh nikah dengan orang lain asal sudah melahirkan.
- Boleh nikah asal sudah melewati masa haid dan suci, dan ketika sudah menikah maka tidak boleh dikumpuli kecuali sudah melewati masa istibro (masa menunggu bagi seorang wanita setelah mengandung).
4. Bagaimana tinjauan secara sosiologis, religius, dan yuridis pernikahan wanita hamil?Â
Secara sosiologis: pernikahan wanita hamil dianggap tindakan yang terkait dengan norma sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat , pada umumnya pernikahan wanita hamil dianggap sebagai tindakan yang melanggar dan tidak terpuji karna melanggar aturan aturan yang berlaku Â
Secara Religious: dalam pangan agama pernikahan tersebut sah, akan tetapi perbuatan yang dilakukan salah dan menyimpang terhadap ajaran agama. Karena sebelum terjadi pernikahan ke2 pelaku pasti sudah melakukan perbuatan zina dimana perbuatan tersebut telah dilarang oleh agama islam.
Secara Yuridis: Pada pasal 53 KHI di jelaskan tentang kebolehan melangsungkan perkawinan bagi perempuan yamg hamil diluar nikah akibat zina, dengan pria yang menghamilinya, Ketentuan dalam KHI ini sama sekali tidak menggugurkan status zina bagi pelakunya, meskipun telah dilakukan perkawinan setelah terjadi kehamilan diluar nikah. Hal ini akan menjadi bertambah rumit ketika permasalahan ini dihubungkan dengan status anak yang di lahirkan di kemudian hari. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak diatur mengenai persoalan perkawinan wanita hamil diluar pernikahan.Artinya bahwa apabila dalam suatu pernikahan sudah terpenuhi rukun dan syarat dalam hukum agama, maka perkawinan tersebut dianggap sah. Untuk itu disini akan dibahas mengenai rukun dan syarat perkawinan yang akan dilakukan. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam yang sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bunyi pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan "perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".
5. Apa yang seharusnya dilakukan oleh generasi muda atau pasangan muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama islam?
Pernikahan usia muda bukan lagi hal yang tabu di masyarakat. Menurut syariat, pernikahan sendiri merupakan ibadah karena merupakan sebuah ikatan yang suci. Namun, beberapa alasan yang sering dijumpai dari pernikahan muda adalah karena adanya pergaulan bebas yang mengakibatkan hamil di luar nikah (married by accident). Sebagai generasi muda atau pasangan muda, hal yang perlu dilakukan untuk membangun keluarga sesuai dengan regulasi dan hukum Islam adalah dengan edukasi. Ilmu sebelum amal itu sangat penting. Islam memiliki standar hidup berupa syariat Islam yang wajib dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hukum pernikahan. Contohnya, hukum kewajiban orang tua dan anak, hukum relasi suami dan istri, dan hukum kekeluargaan. Pasangan muda yang memutuskan untuk menikah dini harus memikirkannya dengan matang. Karena setelah menikah, ada berbagai macam tantangan yang akan menghampiri. Mulai dari masalah tekanan sosial, kesiapan mental, masalah finansial, dan tidak adanya pengalaman. Pasangan muda harus sama-sama siap, lahir dan batin. Pemahaman Islam secara totalitas sangat penting agar terwujudnya keluarga Muslim yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah.Â
Nama kelompok 7:
- Arlisa Khusna Ab'dillah ( 212121195)
- Sekar Fatimah Nur Faizah (212121208)
- Fatwa Adji Mas Shaka ( 212121214)
- Saskia Ayu Andini (212121216)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H