Belum lama ini Erna berkenalan dengan pria tampan yang dikenalkan oleh seorang teman. Sebenarnya tidak tampan, hanya Erna merasa rendah diri hingga menganggap orang yang ingin berkenalan dengannya pastilah cukup tampan.
"Ini akan jadi malam minggu yang indah." Begitulah yang dijanjikan Gafur, nama pria yang cukup tampan itu. Bisa dibaca bahwa dia sudah berpengalaman. Caranya merayu dan membujuk perempuan, seakan semua khatam di luar kepala. Pantaslah Erna dibuat terbang melayang hingga patuh pada apa yang ia tuturkan.
Erna sendiri kadang-kadang sadar dia begitu bodoh. Namun, siapa yang bisa waras dihadapan cinta? Mestilah orang gila sekalipun akan dibuat tidak berdaya. Sejak awal perkenalan dengan Gafur, yang hanya sebatas jabat tangan, lalu akrab di chat Whatsapp, Erna merasa telah memiliki koneksi yang cukup kuat dengan sang pujaan hati.
Mereka telah bertukar banyak hal, termasuk makanan favorit Gafur yaitu sambal terasi yang dibuatkan khusus oleh mamanya. Dalam ceritanya, dia berharap Erna dapat mewarisi kepintaran membuat sambal yang rasanya sama. Seolah-olah mereka ini akan menikah dan kawin besok pagi.
Gafur menerimanya apa adanya, itulah yang selalu Erna sanjung-sanjungkan. Di antara teman dan orang yang ia kenal di kompleks jalan buntu itu, bahkan tidak ada yang mengajaknya kencan hanya karena hidung peseknya. Gafur, si warga komplek sebelah inilah yang dengan tegas berkata bahwa Erna sudah cantik, apa pun bentuk hidungnya.
Sejak bertemu Gafur, Erna selalu tersenyum. Mungkin dalam benaknya, orang-orang pasti tahu bahwa dia telah jatuh cinta. Tidak dengan keluarganya yang merasa ia telah dikirimi guna-guna.
Siapa yang tidak mengenal Gafur? Namanya ada di setiap catatan kemarahan warga. Mencuri ternak, mabuk, menyabung, merokok, mengumpat, hutang di mana-mana, serta bahasanya yang tidak sopan pada orang tua, rekam jejaknya begitu jelek hingga menyerupai perawakannya yang kumal dan kacau. Entah prinsip hidup seperti apa yang dia pegang, sepertinya dia lupa bahwa dirinya ini masih manusia yang beragama. Setidaknya ingat bahwa hari Jumat ia wajib berwangi-wangian dan pergi ke surau. Tidak, ia malah sibuk tidur di rumah warga setelah semalam teler menegak beberapa botol miras.
Keluarga Erna menentang keras hubungan mereka. Meski tidak cantik, Erna ini gadis baik-baik yang pastilah tumbuh sebagai gadis beradab. Mau jadi apa dia jika bersama dengan Gafur? Terlantar dan diajak hidup di bawah kolong jembatan? Bahkan masa depan mereka sudah dapat dibaca.
Erna kesal dengan keluarganya. Baginya, Gafur adalah seseorang yang ia kasihi. Ia yakin suatu saat nanti kekasihnya itu akan berubah setelah mereka menikah nanti. Lalu mereka akan punya hidup yang bahagia. Kemudian dia akan menertawakan orang-orang yang selama ini telah menghina kekasihnya itu.
Papanya hampir menampar Erna yang hari ini bersikeras bahwa dia akan pergi berdua dengan Gafur. Anak gadis yang sungguh-sungguh ia besarkan malah memberinya rasa malu di hadapan keluarga besar. Mamanya beda lagi, dengan tegas menggunduli anak perempuan mereka itu. Menangis merontak Erna di dalam kamar, meski itu sia-sia dan ia akhirnya membatalkan kencan malam minggu dengan banyak sekali emotikon menangis.
Kekasihku, Gafur yang kucintai, aku mencintaimu, tapi maaf aku tidak bisa bermalam minggu denganmu.
Teriring penyesalan yang dalam, Erna, kekasihmu.
Begitulah pesan yang ia kirimkan. Berharap sang kekasih dapat memahami penderitaannya ini. Bahwa rambutnya telah hilang dan rasanya aneh jika Gafur menepuk-nepuk kepalanya yang botak.
Namun, pesan itu tidak kunjung centang biru. Ada apa? Apakah Gafur telah tahu bahwa dia digunduli sehingga jijik padanya? Tidak, ini memalukan! Erna merasa marah atas apa yang terjadi padanya.
Sejak itupula Gafur tidak ada kabar. Berita terakhir adalah dia kedapatan maling kambing di malam Sabtu dan tidak kunjung muncul hingga sekarang. Mungkin telah terdampar di tanah rantau.
Erna merindukannya. Dari kepala botak hingga rambutnya sebahu, ia masih menunggu Gafur. Berharap yang dia cinta akan segera pulang. Kalaupun begitu, ia akan teramat bahagia.
Namun, Erna yang sering menyalahkan keluarganya, suatu hari murka pada Gafur setelah tahu bahwa kambing yang digadang-gadang telah dibawa kabur oleh Gafur adalah kambingnya yang dipelihara oleh sepupu. Akhirnya ia sadar dari guna-guna, begitu pikir keluarganya.
Bagi Erna, Gafur teramat memalukan. Kalaulah ia ingin kawin lari, ajaklah Erna, bukan malah mengajak kambingnya. Mungkinkah baginya Erna dan kambing itu tiada bedanya?
Sejak itu Erna benci mendengar nama Gafur. Lalu ia menggunduli lagi kepala sendiri, sebab  baginya, rambutnya yang tumbuh adalah bukti cintanya pada Gafur. Ia ingin melenyapkan barang bukti terakhir itu, bahwa dia pernah mencintai pria cukup tampan yang membawa kabur kambingnya itu sebelum malam minggu yang gagal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H