"Ayo semua kita harus ke sekolah lebih awal, biar nanti ngga terlalu kemalaman pulangnya," titah Dani si Korsek (Koordinator Sekolah) atau bisa dibilang ketua kami di lokasi KKN ini.
Bagi kami anak pendidikan, tahun ini KKN (Kuliah Kerja Nyata) digabung dengan PPL (Praktik Pengalaman Lapangan). Jadinya hanya akan turun di sekolah, pagi hingga siang mengajar, dan sorenya melaksanakan KKN berupa kegiatan untuk para siswa. Total waktu kami turun di sekolah ini adalah 4 bulan. Sementara ini baru masuk bulan kedua, oh betapa aku merindukan rumah.
"Hei, Ndah, jangan ngelamun." Dani mengagetkanku. Astaga anak ini hampir membuat jantungku copot. Dia malah cengengesan.
Kami pun bergegas meski sempat ada drama. Seorang teman cewek mencak-mencak berkata akan menyusul sebab dia belum mandi dan harus pakai make-up sebelum pergi. Sementara yang satunya lagi, teman sejurusanku, terpaksa akan menyusul dengannya sebab mereka akhir-akhir ini seperti bestie. Kami yang tersisa sejumlah 8 orang segera pergi ke sekolah yang berjarak berapa rumah dari dari posko kami.
Besok akan ada pemilihan ketua Osis dan sialnya dari tadi sore persiapan tidak dilakukan oleh para siswa anggota Osis yang masih menjabat. Jujur aku cukup kesal dengan mereka, mengingat lagi betapa sombongnya mereka saat rapat tadi siang yang dengan lantang berkata tidak perlu bantuan kami untuk melatih persiapan dan hal-hal lainnya. Lihatlah, sekarang kami harus membangun tenda dan mendekorasinya, bahkan masih menunggu mereka untuk datang.
"Mukanya dilurusin, Ndah. Ngga enak dilihat," kata Dani yang tiba-tiba saja datang. Aku menurut sebab baru sadar raut wajahku benar-benar menunjukkan rasa kesal. Dani pun segera mengajakku mengambil bangku di salah satu ruang kelas. Kami perlu mengangkat ini dengan bantuan beberapa teman. Lorong-lorong ini cukup terang, lampu dinyalakan sehingga aku yang memang pemberani ini bertugas memantau mereka yang akan membawa kursi. Sebagai perempuan aku tidak dizinkan ikut mengangkat kursi-kursi kayu yang berat itu.
Beberapa detik kemudian wajah yang mengesalkan muncul, dialah Andin si anggota Osis yang tidak suka menerima masukan. Dari wajahnya itu saja aku sudah benar-benar emosi, teringat lagi dirinya yang merasa punya kuasa sehingga menyepelekan rapat tadi siang. Penyebab aku badmood hingga detik ini.
"Kamu mau ngapain?" tanyaku berusaha senetral mungkin.
"Kenapa pake kursi di kelasku?" Dia malah berbalik tanya dengan nada tak kalah menyebalkan.
"Dengar ya, Nadin. Kami sudah izin sama wali kelas dan ketua Osis juga yang bilang boleh ngambil kursi di sini."
"Mukanya jangan marah-marah gitu. Tahu sopan  santun sedikit," kata Andin kemudian berlalu begitu saja.
Aku hampir saja ingin berlari dan menjambak jilbabnya itu. Benar-benar tidak habis pikir bahwa dia repot-repot mendatangiku hanya untuk mengatakan kalimat tidak sopan. Rasanya aku ingin mencakar-cakar wajahnya yang sombong itu.
Gerombolan yang mengangkat kursi kini datang lagi. Dani tampak begitu berani berjalan di depan mereka semua. Lalu setelah kursi-kursi diangkat, Dani segera mengunci pintu kelas dan mengajakku pergi.
"Kamu kenapa lagi, Ndah?"
"Aku nggak suka sama si Andin. Tadi dia ngobrol sama aku udah kayak ngobrol sama adek kelas. Bener-bener nggak ada sopan-sopannya tu anak. Awas aja kalau tiba-tiba minta bantuan, nggak bakal aku bantu!" Aku marah-marah dan Dani berusaha menenangkan.
Begitu tiba di halaman sekolah, si Ketua Osis menghampiri Dani dan otomatis aku mendengar obrolan mereka. Ketua Osis tampak meminta maaf bahwa timnya kurang maksimal apalagi banyak yang tidak datang, hanya pengurus-pengurus inti saja.
"Oh ya, Ketos, boleh minta tolong nggak?" tanyaku.
"Iya, Kak Indah, kenapa?"
"Tolong bilangin sama Andin supaya dia sopan sedikit sama yang lebih tua. Kami memang cuma mahasiswa, tapi bukan berarti dia bisa seenaknya gitu. Masa tadi dia nyamperin Kakak di depan kelas sana terus bilang Kakak nggak sopan padahal dia sendiri yang kasar sama orang yang lebih tua." Aku mengeluarkan unek-unek.
Kulihat Dani hanya mengangguk saja menatap si Ketua Osis yang tampak meringis.
"Iya, Kak Indah, tapi sebenarnya Andin nggak datang kak. Nggak ada yang nganterin katanya."
Aku dan Dani saling berpandangan. Seketika degup jantungku menggila. Lalu yang mengobrol denganku tadi siapa? Setelah kejadian itu aku berusaha menjaga sikap hingga masa KKN berakhir.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI