Mohon tunggu...
fatrisia
fatrisia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Random thoughts. Ig @inifatrisia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Siapakah Pelakunya?

7 Juni 2024   19:03 Diperbarui: 7 Juni 2024   19:06 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini sudah hari terakhir di masa KKN ketika Amel tiba-tiba saja berkata, "Gue tahu siapa yang nyolong sempak pink itu!"

Terang saja mereka semua geger. Kasus yang selama ini tidak lagi dibicarakan karena dianggap tabu kini akan terkuak. Segera saja Fadli sebagai ketua mengumpulkan mereka di ruang tengah, tempat biasa mereka rapat. Amel begitu mendesak ini, dia ingin semuanya membahas dengan serius. Semua mata menatap penuh ingin tahu padanya yang kini menjadi pusat perhatian. Sementara itu Fira sebagai si pemilik barang tersebut tampak kaku dan was-was.

"Gue ingat waktu itu pagi menjelang siang gue sempat ngeliat Fira lagi jemur cuciannya. Malamnya pas lagi ngelipat baju tiba-tiba aja Fira nyari 'benda itu' dan ga ketemu. Tapi coba kalian ingat lagi deh, yang piket nyapu halaman di hari Sabtu itu siapa?" terang Amel.

"Nadia dan Ben," kata Fadli.

Ben sontak tidak terima. Dari wajahnya dia seperti sudah mengerti ke mana arah kalimat Amel. "Maksud lo, gue? Gue sama sekali ga tau apa-apa."

Amel terkekeh. Dari awal dia memang kurang sreg dengan Ben yang suka tebar pesona dan merayu para perempuan. "Gue ingat waktu itu Nadia lagi sakit dan cuma lo sendiri yang piket. Lo nyuci di hari itu juga kan? Jemuran lo di dekat jemuran Fira. Lo duluan ngangkat punya lo, yang mana setelah itu Fira juga ngangkat punya dia. Gue sempat duduk di teras ngeliat itu dan gue bisa bertanggung jawab untuk opini gue."

Suasana terasa memanas. Meski sejujurnya Fakih yang berada di pojok sedang menahan tawa. Dia bahkan sempat menunduk. Bayangkan saja seorang Ben yang punya kharismatik di jurusan teknik dan dihormati para junior kini dituduh sebagai maling sempak pink. Ini sungguh kacau! Fakih yakin teman-teman sekelas mereka akan tertawa mendengar ini.

"Gini ya, Mel, jemuran gue itu kebanyakan warna hitam, ga ada warna yang ngejreng. Gue ngelipat baju di depan Fakih. Lo tanya aja kalau dia ngeliat warna pink di antara baju-baju gue itu," kata Ben dengan nada lembut meski dia sedang kesal.

Fakih segera mengangguk setuju. Dia cukup handal menahan tawanya.

"Tapi semua daleman Fira itu ditutup pake jilbab hitam. Yakin ga nyelip?" Amel masih bersikukuh.

"Yakinlah. Ngapain juga gue nyentuh gituan. Gini-gini gue tahu batasan." Ben kemudian menatap Fadli. "Bro, pas piket gue hari itu, gue ingat siangnya lo lagi masang hammock di pohon mangga dan rambutan di dekat jemuran."

Fadli sedikit kaget tiba-tiba dilibatkan. "Iya, tapi gue ga merhatiin jemuran. Orang gue capek banget abis dari kantor desa. Gue langsung tidur."

Untuk sementara forum kecil-kecilan itu terdiam. Fira segera memberi ide untuk menutup saja pembahasannya. Menurutnya itu terlalu aneh dibahas lagi. Amel jelas menolak. Baginya semua harus clear agar tidak ada cerita yang mengganjal selepas KKN. Dia  menatap Ben, masih belum percaya sepenuhnya.

"Liatin gue terus, Mel, ntar juga lo tiba-tiba demen," celetuk Ben. Dia sudah tidak kesal. Malah rasanya ingin menggoda Amel karena cewek yang satu ini sangat-sangat sentimental padanya. Padahal kalau dia sedikit agak lunak mungkin Ben sudah lama berkata suka padanya secara resmi.

Otomatis Fakih tertawa kencang. Kali ini dia tidak peduli pada yang lain, dia tahu Ben begitu absurd dan kali ini makin manjadi-jadi. Teman yang lain ikut tertawa karena tawa Fakih itu selalu menular. Ben malah semakin percaya diri padahal Amel menggeleng-geleng najis padanya.

"Oke jadi ini gimana? Siapa lagi yang punya pendapat?" tanya Fadli setelah tawa itu usai. Tidak ada yang menjawab. "Kalau menurut kalian para cewek-cewek, siapa pelakunya?"

"Gue ga tahu ya, soalnya gue lagi sakit dan bener-bener seharian di kamar aja," ujar Nadia.

"Mungkin aja Fakih, soalnya pagi setelah Fira ngejemur gue ingat dia sempat ke halaman samping mau manjat pohon mangga," kata Sri.

Fakih langsung menggeleng. "Maksud lo Sabtu minggu kemarin, Sri? Orang kejadiannya dua minggu lalu."

"Oh iya ya. Sorry." Sri terkekeh malu. Fakih geleng-geleng kepala. Dia tahu Sri ini memang agak loading otaknya.

"Sindi sama gue lagi izin ke kota hari itu, yang pas omanya meninggal." Galang secara tidak langsung berkata bahwa dia tidak tahu apa-apa. Semua orang paham dengan couple cinlok itu. Saking bucinnya Galang tidak mengizinkan Sindi pulang pergi naik mikro, harus pergi dengannya.

Astaga, teringat lagi momen itu Amel jadi sedikit geli. Tidak menyangka orang se-cool Galang punya sisi roman yang receh. Meski tentu kata Sri, Amel hanya tidak punya sense of love.

"Balik lagi ke subjek utama, lo udah ga punya pendapat lain, Mel?" tanya Fadli.

Amel menggeleng. Agak malu juga karena sempat menuduh Ben.

Dia ingat betul Sabtu malam itu mereka para gadis sedang tertawa-tawa di kamar saat membicarakan Sri yang pingsan ketika acara lomba minat dan bakat yang mereka adakan, yang mana Sri hampir diberi CPR  oleh seorang duda. Untung saja ada Fadli yang segera membopong Sri ke rumah warga dekat tenda acara dan Nadia yang segera memberi minyak kayu putih. Tragedi adalah cikal bakal komedi, kata Sri.

Saat sibuk-sibuknya menertawakan momen itu, Fira yang fokus melipat pakaiannya mendadak panik bahkan menangis sebab sempak pink kesayangannya hilang. Katanya itu sempak favorit dengan kualitas bagus yang spesial dibelinya pakai uang sendiri.

Malam itu pun Amel menanyai satu-persatu teman laki-laki dan semuanya mengaku tidak tahu. Di situ dia curiga pada Ben, karena hanya orang itu yang beberapa kali dilihatnya di halaman samping, tapi Ben malah enteng berkata tidak tahu apa-apa. Esoknya malah hal itu tidak dibicarakan lagi, bahkan oleh Fira yang mungkin saja merasa malu. Namun, Amel tidak ingin hal itu menjadi misteri. Dia bahkan sudah mengawasi Ben karena seingatnya hanya Ben yang di situ, meskipun ternyata itu salah.

Kini Amel pun segera bertanya apa Fira punya spesifik kecurigaan. Fira lekas menggeleng.

Vani berdeham setelah lama hanya diam menyimak. "Hari Sabtu itu pas Nadia sakit, gue ingat banget gue lagi beliin dia obat di warung sekitar jam 10-an dan seingat gue anginnya cukup kencang hari itu. Yakin jemurannya ga jatuh atau kelempar di mana gitu?"

Sebuah opini yang patut dipertimbangkan. Fadli juga tampaknya sedang mengingat-ingat lagi apa saja yang dia lihat dan terjadi di hari itu. Semua orang tampak berpikir.

Namun, Fira segera beranjak dan masuk ke kamar. Semuanya kaget. Vani jadi bingung sendiri, merasa opininya tadi tidak sensitif dan tidak masuk akal jika itu adalah alasan Fira marah.

Sri yang dekat dengan Fira pun segera ke kamar, berkata akan bertanya mengapa Fira tiba-tiba saja begitu. Jika diingat lagi di hari Sabtu itu dia sedang mencuci motor di sumur bersama Fira yang sedang mencuci pakaiannya. Makanya di kamar itu dia duduk di dekat Fira dan menanyakan sesuatu. Fira tampak mengangguk, otomatis Sri tertawa kencang.

Teman-teman lain jadi kepo apa yang terjadi. Tak lama Sri keluar dan dia bahkan segera terduduk saking lemasnya tertawa.

"Gue hari itu nyuci motor bareng Fira, kan. Terus tadi di kamar gue tanya, Fir, sebenarnya sempak lo itu modelnya gimana sih? Kali aja ikut kebuang pas lo buang bungkus sabun di tong sampah, soalnya sepanjang lo bilas gue ga liat yang pink-pink. Terus kalian tahu ga apa kata Fira?" Sri masih saja tertawa.

Semua menggeleng, tidak punya clue sama sekali.

"Sebenarnya sempak pink-nya itu ga dicuci yang artinya ga hilang," kata Sri memegangi perutnya.

Teman-temannya sedikit lama mencerna hingga sedetik kemudian tertawa. Fakih makin ngakak ternyata sempak yang mereka ributkan itu sama sekali tidak hilang.

Dengan malu-malu Fira menyembul dari gorden. "Udah gue bilang ga usah dibahas. Lagian tu sempak ada di koper, ga gue pake dan gue kira waktu itu gue nyuci tu sempak."

Amel jadi paham, pantas saja sejak awal tadi Fira tidak suka ini dibahas lagi. Ternyata karena dia malu dengan dirinya sendiri. Astaga! Harusnya dia jujur saja dari awal. Fira oh Fira.

Faqih menatap Ben. "Untung aja lo klarifikasi, Fir, citra seorang Ben anak teknik sejati hampir aja kecoreng. Masa galak sama junior, tapi nyolong sempak pink."

Setelah itu tidak ada lagi misteri di antara mereka. Kasus sempak pink akhirnya terpecahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun