Dengan efesiensi ini, dia mengaku, dapat menguruangi return alias barang kembali. Karena kerupuk ada masa kadaluarsanya, jadi saat barang return sedikit, dia bisa meminimalisir kerugian.
"Dengan metode seperti ini, ya dapat menimalisir produk yang kadaluarsa," ujarnya.
Kemudian, langkah-langkah Bu Apong untuk menyesuaikan bisnis dimasa pandemi adalah mangurangi volume kerupuk kulit. Hal ini dilakukan agar dapat menyesuaikan antara penyesuaian harga yang hari ini berkembang di pasar terkait dengan  bahan bahan produksi.
Bu Apong tidak mungkin secara sepihak menaikan harga kerupuk kulit. Dia memikirkan kompetitor yang masih memakai harga dasar yang sama di pasaran.
"Yang paling memungkinkan adalah mengurangi volume produksi," kata dia.
Selanjutnya yang dilakukan Bu Apong untuk menyesuaikan produksi dimasa pandemi adalah mengurangi  tenaga produksi. Terpaksa langkah ini dia lakukan. Jika dulu ada 5 orang yang bekerja, maka hari ini hanya tersisa 3 orang saja.
"Sisanya yang lain bisa berjualan. Kita tidak ada phk istilahnya, tapi ganti peran saja mungkin," katanya.
Dengan menggunakan tiga metode tersebut, Alhamdulillah usaha Ibu Apong sampai hari ini masih jalan. Dan saat dilihat di warung-warung, kerupuk kulit made in Bu Apong ini masih laris manis. Rasa kerupuk kulitnya gurih, sedap dan bergizi tinggi.
"Kerupuk kulit Ibu mah tidak pakai pengawet. Alami. Kedaluwarsanya hanya maksimal 15 hari. Jadi sehat karena bahannya kulit sapi asli," tutupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H