Mohon tunggu...
Siti Fatonah
Siti Fatonah Mohon Tunggu... -

aku akan menikmati hidup dengan penuh cinta.. :)

Selanjutnya

Tutup

Nature

Menghadapi Banjir Lahar Dingin dengan Evaluasi Diri

13 Juni 2012   11:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:02 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Efek dari letusan gunung merapi yang terjadi beberapa waktu lalu masih dirasakan. Kini yang menjadi prioritas warga Yogyakarta untuk terus diwaspadai, ialah banjir lahar dingin. Banjir lahar dingin akan terjadi apabila terjadi hujan deras dalam durasi minimal dua jam. Hujan deras yang sangat berpotensi menyebabkan banjir lahar dingin adalah hujan lokal yang terjadi di puncak gunung Merapi.

Di puncak gunung merapi diperkirakan masih ada tumpukan material sebanyak 150 meter kubik. Bahkan, Pusat Vulkanologi Badan Meteorologi dan Geofisika (PVBMG) telah memperkirakan bahwa material yang masih tertumpuk itutidak akan habis terbawa arus dalam 3-4 kali musim hujan. Dapat diartikan bahwa tumpukan material tersebut tidak akan habis selama 3-4 tahun mendatang.

Dampak dari adanya banjir lahar dingin ini, sungai yang berhulu di Merapi meluap. Tidak hanya itu, akibat banjir lahar dingin yang cukup deras, menyebabkan beberapa jembatan putus, dan bangunan di sekitar sungai rusak parah. Tidak sedikit pula, warga yang harus mengungsi akibat rumahnya terendam lahar dingin. Beberapa kasus yang diungkapkan terakhir, beberapa truk penambang pasir ikut terseret banjir lahar dingin. Akibat yang berupa hilangnya nyawa, serta harta benda ini, perlu dimaknai setiap kejadiannya.

Banjir lahar dingin yang terus menguncang daerah Yogyakarta dan sekitarnya memiliki nilai yang tersendiri bagi warganya. Di satu sisi, banjir lahar dingin ini merupakan suatu bencana yang harus diwaspadai oleh penduduk sekitar. Namun di sisi lain, pasca banjir ini sangat dinikmati oleh warga dan penambang pasir. Sebab, material yang dibawa oleh banjir lahar dingin ini membawa rezeki baginya. Oleh karenanya, bukan dengan cara mengeluh kita menghadapi banjir lahar dingin ini.

Secara praktis, yang harus segera dilakukan adalah adanya optimalisasi dari pihak Pusat Vulkanologi Badan Meteorologi dan Geofisika (PVBMG) untuk terus memantau adanya banjir lahar dingin ini dan mencari solusi untuk menangani banjir lahar dingin. Tentu saja hasil pantauan dari PVBMG ini harus diikuti oleh lapisan masyarakat. Sehingga jika ada himbauan untuk mengungsi, larangan penggalian material d daerah tertentu, harus segera dipatuhi dan dilaksanakan. Hal ini untuk menekan resiko yang mungkin dapat ditanggung warga.

Secara lahiriah, banjir lahar dingin merupakan cermin bagi setiap individu untuk mengevaluasi diri. Bencana yang sedemikian besarnya, bukan saatnya untuk dihadapi dengan derai air mata dan suara merintih akibat mengeluh. Sebagai imdividu yang beriman, sudah saatnya mengambil nilai-nilai yang harus diresapi. Entah sadar atau tidak, sebenarnya alam telah mengingatkan kepada kita, tentang perilaku manusia yang sudah tidak terkontrol lagi. Seperti sikap serakah dan adanaya sikap apatis. Melalui bencana ini, sudah seharusnya kita mulai sadar diri akan nikmat yang telah dikaruniakan Tuhan kepada kita. Sudah saatnya kita menambah syukur dalam hidup kita. Selain itu, perlunya meningkatkan kepedulian kita terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Kepedulian terhadap diri sendiri yang mulai diperbaiki adalah bagaimana kita menjaga kesehatan diri sendiri. Kepedulian terhadap orang lain yang ditunjukkan dari bencana itu adalah kepedulian kita terhadap pengungsi akibat banjir lahar dingin. Serta kepedulian yang tak kalah penting adalah kepedulian terhadap lingkungan, bagaimana kita kembali menghijaukan lereng merapi akibat banjir lahar dingin, maupun menekan kembali penambangan liar serta penggundulan hutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun