Di atas tubuhku, debu menari
seperti hujan yang turun tanpa henti.Â
Halaman-halamanku mengerang sunyi
menanti sentuhan yang tak pernah kembali.Â
Dulu, aku hidup dalam genggaman
membawa cerita ke jiwa-jiwa yang haus.Â
Kini, aku terdiam dalam kesepian
tenggelam dalam waktu yang tiada arus.Â
Debu ini adalah bukti luka
bahwa aku terlupa dalam ruang tanpa suara.Â
Setiap butirnya menambah beban
menyapu jejak dari tangan-tangan yang hilang.Â
Namun aku masih berharap dalam diam
bahwa suatu hari, akan datang hujan.Â
Bukan debu, tapi hujan rindu
yang membasuh kisahku, membangunkanku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H