Mohon tunggu...
Siti Fatmawati
Siti Fatmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

Menulis dan menuangakan isi pikiran

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Awan yang Menagis

5 Februari 2024   21:50 Diperbarui: 5 Februari 2024   21:52 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di atas langit yang biru nan jernih,
Terdengar isak tangis yang tak terlihat.
Bukan dari mata yang berkaca-kaca,
Tetapi langitlah yang menangis diam-diam.

Embun-embun jatuh, merintih lembut,
Menyapa tanah dengan pelukan halus.
Langit menangis dengan gemetar,
Seakan merindukan kehangatan pelukan bumi.

Setitik air mata jatuh pelan,
Menyiratkan rasa kesepian yang mendalam.
Langit menangis, mencurahkan isi hatinya,
Menghadirkan kenangan yang menyentuh.

Bukan rintik hujan yang mengalir,
Melainkan getaran hati langit yang tersirat.
Setiap tetes air adalah lirik puisi,
Yang menceritakan cerita kelam yang terpendam.

Langit menangis untuk dunia yang berduka,
Mengiringi setiap langkah perpisahan.
Namun, air mata ini juga membawa harapan,
Akan datangnya pelangi setelah hujan reda.

Jadi, dengarkanlah isak tangis langit,
Tersembunyi di balik gemuruh petir.
Air mata yang jatuh di malam yang sunyi,
Merupakan pelukan langit untuk bumi yang merintih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun