Setelah menjalani proses memasak selama kurang lebih dua jam, langkah selanjutnya melibatkan merendam bahan-bahan dalam larutan cuka khusus selama satu malam. Selanjutnya, kedelai menjalani proses di mana mereka dikenakan mesin khusus untuk tujuan mengupas dan kemudian mencucinya sekali lagi, diikuti dengan prosedur perebusan tambahan.Â
Setelah semua prosedur ini diselesaikan, fermentasi dilakukan, dengan jumlah hingga 2 sendok makan, untuk setiap 30 kilogram kedelai. Kedelai yang diberi ragi tertutup dalam wadah plastik, yang kemudian dilubangi untuk memungkinkan masuknya udara, memfasilitasi keberhasilan proses fermentasi yang diperlukan untuk produksi tempe dalam rentang waktu tiga hari.
Proses produksi tempe dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan syariat Islam, khususnya pelestarian rasionalitas, yang dimaksudkan untuk menegakkan kesejahteraan mental, dan pemanfaatan nalar yang tepat untuk kemajuan umat. Proses yang teliti dan komprehensif yang terlibat dalam produksi tempe mencontohkan penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang relevan, karena menganut kerangka Syariah Islam untuk mempromosikan kesejahteraan kolektif.
Sebagai seorang individu yang menganut agama Islam dan terlibat dalam kegiatan komersial, sangat penting baginya untuk memiliki pemahaman yang komprehensif tentang kerangka hukum dan peraturan dalam Islam yang berkaitan dengan Muamalah, atau transaksi keuangan. Â Pemanfaatan prinsip-prinsip ekonomi makro sebagai landasan pertumbuhan bisnis juga dapat dimanfaatkan untuk mencapai kesejahteraan bisnis syariah dan halal, sehingga menghasilkan keuntungan bagi masyarakat. Â Tujuan utama perusahaan seharusnya tidak semata-mata berputar di sekitar memaksimalkan keuntungan finansial, tetapi juga harus mencakup pengejaran keuntungan tidak berwujud bagi organisasi dan ekosistem sekitarnya.
Kemajuan ilmiah dalam masyarakat sekuler terutama bergantung pada kemampuan berpikir rasional, pengamatan empiris, dan studi sistematis tentang fenomena alam. Pendekatan ini mengecualikan penggabungan informasi yang berasal dari wahyu agama. Penting untuk dicatat bahwa kebenaran ilmiah secara inheren spekulatif dan tunduk pada evaluasi dan revisi yang sedang berlangsung. Munculnya ilmu pengetahuan sekuler sebagai paradigma menyebabkan pembentukan masyarakat ilmiah yang menyimpang dari nilai-nilai agama dan mengabaikan norma-norma agama. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam masyarakat Islam secara konsisten didasarkan pada prinsip-prinsip agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H