Hai... jumpa lagi dalam bahasan 'Bahagia Menjadi Generasi Sandwich." Emang generasi sandwich bukan beban?Â
Udah baca "Bahagia Menjadi Generasi Sandwich (Bagian 1)"? Sudah dong ya...
Memang, menjadi generasi sandwich berarti ada tanggung jawab ganda yang harus dipikul, tapi juga ada lebih banyak hadiah yang dapat didulang. Kok bisa? Bisa dong, orang tua Chibi Maruko Chan saja bisa membawa kebahagiaan dalam keluarga besarnya kok, kami dan kalian pasti juga bisa.Â
Sebenarnya, apa sih yang dirasa memberatkan bagi  generasi sandwich?
1. Susahnya memahami orang tua
Ada banyak individu yang mengeluhkan susahnya menghadapi orang tua mereka. Apalagi bila orang tua sudah mengalami penurunan panca indra, kita ngomong pelan mereka enggak dengar, kita ngomong keras mereka ngerasa dibentak. Ditanya soal A jawabnya soal B, enggak nyambung. Tapi kalau mereka cerita terus kita diam, dikira enggak perhatian, enggak mendengarkan. Sebagian orang tua juga mengalami penurunan proses berpikir dan kembali berperilaku seperti anak-anak, mudah nangis, mudah marah, tiba-tiba merajuk, dll.
Ada banyak individu yang merasa jengah ketika orang tua mereka jadi sering mengulang-ulang cerita yang sama. Juga merasa jemu bila orang tua mulai banyak bertanya hal-hal yang terdengar sepele dan tidak penting. Agaknya mereka sudah melupakan masa kanak-kanaknya yang cerewet dan orang tua mereka di masa itu begitu sabar menghadapinya.
Beberapa orang tua mungkin memiliki jiwa petualang di masa mudanya. Hal ini mengakibatkan mereka merasa bete bila berdiam di rumah tanpa mengerjakan apa-apa. Sebagian dari mereka yang masih merasa sehat dan bugar acapkali pergi keluar rumah untuk menemui teman-teman masa mudanya. Sayangnya, terkadang mereka lupa jalan pulang karena peta jalan sudah berbeda dari masa dahulu. Dan ini menjadi tugas tambahan bagi generasi sandwich untuk menemukan kembali orang tua mereka dan membawanya pulang.
2. Pola pengasuhan terhadap anak yang berbeda antara generasi sandwich dengan orang tuanya
Memahami anak-anak pun tidak kalah sulitnya. Di usia balita, mereka belum pandai merangkai kata, belum bisa menyampaikan apa yang dia rasakan. Ketika mereka merasa ayah-ibunya tidak tanggap, tak jarang perilaku tantrumnya muncul.Â
Pada masa-masa tantrum begini, tak jarang memicu pertengkaran antara generasi sandwich dengan orang tuanya. Mereka maunya memberi pelajaran pada anak-anaknya dan mengabaikan tantrumnya. Orang tuanya ikut marah-marah, merasa ayah-ibunya si anak enggak peduli anaknya dibiarkan tantrum.Â