knowledge is power.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyebutkan 'biaya' setidaknya 6 kali dalam berbagai pasal. Salah satu yang menarik ada pada Pasal 6 ayat 2 butir c berbunyi:
'Mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran dan/atau penggandaan informasi'.
Biaya merupakan issue sensitif. Terlihat dari berbagai opini: seharusnya pengadaan data dari Lembaga adalah bentuk pelayanan, karenanya harus dibebaskan dari berbagai biaya. Disatu sisi biaya yang diterapkan pada pengadaan data dan informasi menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Lembaga yang bersangkutan. Walaupun pada akhirnya PNBP tersebut dikembalikan kepada lembaga asal sebagai dana operasional, hal ini seyogianya menjadikan lembaga tersebut mandiri dan tidak tergantung pada keuangan negara.
Bila kita melihat keatas pendapatan utama negara bersumber dari pajak yang kita bayar. Pada negara-negara yang pelayanan publik dasarnya seolah 'gratis' sejatinya berasal dari pajak tinggi yang dibayar warganya. Tidak ada yang gratis di dunia ini.Â
Contohnya pelayanan publik yang sering di'gratis'kan di negara-negara maju seperti pendidikan. Pendidikan memerlukan biaya dari gaji guru, suplai sekolah, penyediaan ruang kelas, buku, alat peraga dan lain sebagainya, apabila sekolah disebut 'gratis', maka sejatinya negara telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk membiayai Pendidikan. Demikian pula pada pembiayaan kesehatan, rumah sakit, semua membutuhkan biaya. Tidak ada yang gratis, meskipun kita tidak mengeluarkan biaya, ada pihak lain yang telah membayar biayanya.
Sama halnya dengan permintaan data. Baik yang membutuhkan analisis seperti analisis kebijakan dan statistik terlihat jelas bahwa hal ini membutuhkan biaya penelusuran, pengolahan data.Â
Katakanlah, kita meminta secara khusus kepada Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memberikan data yang spesifik dan terkustomisasi, misalnya data Produk Domestik Bruto terkait kemaritiman. Bila data tersebut belum pernah ada maka diperlukan tenaga untuk melakukan dari penelusuran, pengolahan, analisis dan penyajian data. Hal ini memerlukan usaha dan sumber daya juga biaya yang tidak sedikit.
Apakah data dimaksud sudah menjadi data yang wajib disajikan secara berkala atau serta merta oleh BPS? Atau apakah data yang diminta belum ada hingga diperlukan survei, pengumpulan dan pengolahan data? Apakah mekanisme untuk mendapatkan data bisa melalui prosedur pelayanan keterbukaan informasi publik, atau melalui mekanisme kerja sama?
Pertanyaan berikutnya adalah, siapa yang akan mengeluarkan biaya?
Misalnya kita menjalin kerja sama dengan BPS terkait penyajian data, lalu kita membuat perjanjian kerja sama dengan ketentuan dan kewajiban (rights and responsibilities, terms and conditions) yang disepakati kedua belah pihak. Pada saat pra-penandatanganan, saat kedua belah pihak melakukan negosiasi pembahasan hak dan kewajiban serta syarat dan ketentuan, klausul 'biaya' akan mengemuka. Bagaimanapun juga biaya memang sensitif, jadi tidak perlu dihindari. Klausul 'biaya' baiknya dibahas tuntas sebelum penandatanganan kesepakatan kerja sama.
Hal ini membedakan pembiayaan yang menjadi PNBP dengan pembiayaan operasionalisasi berlakunya suatu perjanjian kerja sama (PKS). Meskipun tanpa perjanjian kerja sama, sudah ada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang telah mengatur mengenai biaya yang diperlukan dalam penelusuran data. Biaya pada UU KIP berasaskan pada biaya ringan (tidak berorientasi keuntungan), karena para pemangku kepentingan dalam penyusunan UU KIP tidak menafikan konsekuensi biaya pada penyediaan data tertentu.
Pada saat negosiasi berlangsung biasanya perlu dibangun kesamaan persepsi sebagai para pihak yang berkedudukan setara. Kesadaran akan konsekuensi biaya serta pihak mana yang akan menanggungnya. Biaya yang timbul dapat dibebankan pada salah satu pihak atau bisa juga ditanggung bersama. Pada tahapan ini bisa terjadi tawar-menawar yang wajar adanya. Negosiasi untuk kesepakatan bersama dan menguntungkan bagi pihak-pihak yang terikat perjanjian.
Biaya riset bisa bersumber dari pajak, pinjaman, PNBP atau konsekuensi suatu perjanjian kerja sama atau pihak ketiga lainnya. Bisa juga sumber dananya merupakan kombinasi dari negara dan swasta. Penelusuran data bisa dilakukan oleh BPS, bisa juga dialihdayakan kepada lembaga riset swasta/lembaga konsultan atau professional perorangan yang bona fide. Data valid untuk hal yang spesifik  dan kustom menimbulkan konsekuensi biaya. Data yang baik tidak turun dari langit. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H