Hari itu 2 Januari 2018, hari pertama bekerja setelah libur tahun baru dengan semangat 45, menuju kantor yang berlokasi di jalan MH.Thamrin Jakarta Pusat, selang beberapa saat, menjelang briefing pagi, kantor mengalami mati listrik. Menurut keterangan PLN, kejadian mati listrik tersebut disebabkan adanya gangguan pada Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi di Muara Karang dan Gandul.
Issue energi (listrik) masih perlu menjadi perhatian kita. ketergantungan kita terhadap energi listrik terlihat saat kita mencari tempat duduk tidak jauh dari stopkontak. Kita membawapowerbankdalam tas sebagai sumber energi cadangan. Kebutuhan terhadap energi akan terus bertambah. Sekarang yang menjadi pertimbangan adalah sumber dari energi yang kita pakai. Untuk menjaga lingkungan dan kesinambungan sumber energi, kita bisa beralih ke sumber energi bersih baru dan terbarukan.
Beralih ke energi baru dan terbarukan (EBT) bisa menjadi resolusi 2018 Indonesia terkait energi listrik. EBT adalah energi yang berasal dari "proses alami yang berkelanjutan", seperti tenaga surya, tenaga angin, arus air, dan panas bumi.Â
Tidak seperti energi fosil seperti minyak bumi dan batubara, EBT lebih bersih dan ramah lingkungan. Karena lebih ramah lingkungan ini penggunaan EBT di negara-negara maju kian marak. Bagaimana dengan Indonesia? Sampai saat ini bauran EBT dalam produksi listrik di Indonesia terus mengalami peningkatan.
Tren peningkatan ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk terus mengembangkan energi baru dan terbarukan. Dibanding 3 tahun lalu, porsi BBM pada bauran energi primer pembangkit 2014 sebesar 11,81%, sementara EBT 11,21%. Kementerian ESDM dalam laman resminya menginformasikan penggunaan BBM untuk bahan bakar pembangkit listrik sempat mendominasi di angka 36% pada 2008.Â
Persentase tersebut dihitung berdasarkan realisasi produksi listrik yang dihasilkan oleh tiap energi primer yang terdiri dari BBM (+BBN), gas, batubara dan EBT. Energi terbarukan  dalam bentuk energi hidro, panas bumi, tenaga bayu (angin) dan EBT lainnya, tercatat menyumbangkan porsi 12,51%, meningkat dibandingkan tahun 2016 dan lebih tinggi dari yang ditargetkan dalam APBN-P 2017 sebesar 11,96%.
 Secara angka ada peningkatan, secara struktur dibeberapa daerah sudah terlihat pembangunan proyek. Tapi, kenapa di Jakarta belum terlihat gedung-gedung perkantoran yang menggunakan EBT ? Belum banyak gedung yang memasang solar celldiatapnya. Belum banyak design gedung dan fasilitas umum yang hemat energi. Design perlu memperhatikan alur cahaya dan udara agar gedung tetap terang dan tidak pengap meskipun tidak ada listrik.
 Pengalaman saat kantor mati listrik dan genset belum hidup, ruangan sontak gelap gulita dan AC yang mati membuat ruangan menjadi gerah. Design gedung dan interior perlu memperhatikan hal-hal yang sepertinya sepele ini. Dampak positifnya jelas, hemat energi sama dengan hemat biaya.
Menko Maritim Luhut Pandjaitan pada Kongres Energi Terbarukan Sedunia ke-15 dan pada konferensi Tingkat Tinggi Energi Terbarukan dan Konservasi Energi Indonesia ke-5 di Jakarta menegaskan bahwa penggunaan energi fosil yang jumlah suplainya terus berkurang mendorong Indonesia untuk lebih fokus meningkatkan penggunaan EBT sambil melakukan efisiensi energi.Â
Untuk itu, pemerintah telah menerapkan kebijakan dan peraturan  untuk mendorong berkembangnya EBT dan  mencapai target konservasi energi. Tujuan Kebijakan Energi Nasional mendorong energi terbarukan untuk berkontribusi 23 persen terhadap bauran energi nasional pada tahun 2025. Jumlah ini setara dengan pembangkit energi terbarukan dengan kapasitas 45.000 MW. Kurang dari 10.000 MW dari 440.000 MW potensi energi terbarukan Indonesia saat ini sedang digunakan.
 Kabar baik terkait proyek energi terbarukan hadir dalam suasana tahun baru 2018. PT UPC Renewables Indonesia mengabarkan  Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB)  Sidrap I akan diresmikan pada akhir Januari 2018.  Sidrap I dengan kapasitas 75 megawatt adalah PLTB komersial pertama, berlokasi di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan akan beroperasi untuk melayani kebutuhan listrik sekitar 70.000 pelanggan.
 Apa lagi yang ditunggu untuk beralih ke energi terbarukan? Tahun 2018, adalah saat yang tepat untuk beralih ke energi baru dan terbarukan. Baik dari sisi konsumen, yang beralih dari penggunaan listrik yang diproduksi dengan bahan bakar fosil menjadi listrik yang bersumber dari energi bersih, juga dari pihak swasta untuk membangun lebih banyak proyek energi terbarukan. Pemerintah berkomitmen untuk memberikan dukungan kepada sektor swasta untuk membangun lebih banyak proyek energi terbarukan.***
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H