Mohon tunggu...
Fatmah NurulPertiwi
Fatmah NurulPertiwi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Middle-ground

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Ketika Mereka Hadir: "Aku Lupa Caranya Bahagia" dan Perasaan Damai Perlahan Meninggalkanmu

7 November 2020   14:59 Diperbarui: 7 November 2020   15:27 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Pim Chu on Unsplash

Penyebab dan Kaitan Emptiness 

Ada banyak penyebab mengapa seseorang merasakan kehampaan dalam hidupnya, diantaranya :

  • Kehilangan seseorang
  • Kurangnya cinta terhadap diri sendiri maupun orang lain
  • Perasaan terabaikan
  • Ketakutan mengambil resiko atau tidak ada tujuan
  • Terdiskoneksi

Emptiness memang merupakan kondisi yang banyak terjadi di kehidupan orang dewasa, namun dengan kita sadar dan mampu mengakui apa yang kita alami merupakan langkah yang baik untuk membantu menjaga kesehatan mental kita. Selain itu, deskripsi mengenai emptiness sangatlah beragam, bergantung pada konteks dan perspektif yang kita ambil. 

Dalam dunia psikologi misalnya, perasaan hampa dan kosong merupakan konsekuensi dari dunia modern yang erat kaitannya dengan simptom depresi, Borderline Personality Disorder (BPD), dan lain-lain. Eitss, tunggu dulu! Jangan Self-diagnosed ya, diagnosa hanya boleh dilakukan oleh profesional seperti psikolog atau psikiater dan tentunya ada prosedur yang berlaku.

Namun, bisa jadi selama ini kita keliru memaknai sebuah kekosongan dalam diri sebagai bentuk kehilangan rasa cinta dari orang lain, padahal kita sedang kehilangan cinta yang kita peroleh dari diri sendiri. sebenarnya rasa kosong dan hampa kadang - kadang kita miliki simply karena kita tidak hadir secara utuh baik di kondisi atau suasana yang sedang kita alami pada saat itu juga --- a lack of "here and now"--- alias kita jadi tidak mindful. 

Nah, salah satu cara untuk mengisi ruang kekosongan di dalam diri kita adalah dengan melakukan meditasi mindfulness. Istilah ini menjadi topik perbincangan hangat baik dikalangan selebriti, pakar kesehatan, maupun masyarakat pada umumnya. Yuk kita bahas!

"MINDFULNESS"

Photo by Karolina Grabowska on Pexels
Photo by Karolina Grabowska on Pexels
Ditengah kehidupan yang terus berjalan, ditengah kesibukan yang kita lewati. Menjadi "waras" saja agaknya menjadi hal yang sangat kita syukuri atau sebuah kebutuhan ditengah - tengah pandemi seperti ini dimana kita seperti dihadapkan oleh banyaknya webinar, kata - kata motivasi, kegiatan - kegiatan yang terpampang di sosial media yang mendorong kita untuk mengikuti "perlombaan produktif" yang mana apakah itu sebuah keharusan atau pattern seleksi alam seperti tengah berlangsung. 

Kita bisa jadi melakukan represi terhadap emosi - emosi yang menghalangi kita untuk bahagia. Misalnya ketika kita sedih, kita melakukan distraksi dengan menonton, scrolling sosial media, hangout bareng temen, jalan - jalan bersama keluarga, dengan tujuan agar terhindar dari situasi yang tidak nyaman. 

Memang hal - hal tersebut dapat menjadi cara kita dalam menghadapi hal - hal yang mengganggu hari kita. Tapi, ini semua membuat kita menjadi ketergantungan dengan mengasosiasikan apabila emosi negatif datang maka kita secara otomatis akan melakukan cara - cara tersebut. 

Namun apa jadinya jika kita diharuskan untuk mandiri, independen, atau perasaan kosong kita muncul dan hal - hal tersebut tidak lagi menjadi obat. Apalagi disaat pandemi, pergerakan kita atau relasi dengan sosial menjadi terhambat. Nah, mindfulness datang untuk memberikan solusi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun