Mohon tunggu...
Fatmasari
Fatmasari Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pemimpi dari Kampung

Instagram : @fatmafama10 . Wattpad : heningrindu . NovelMe : Hening Rindu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ketika Semesta Mulai Bercanda (Part 3)

8 Juni 2020   15:50 Diperbarui: 8 Juni 2020   20:13 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Takjub. Aurum hanya mampu menatap dalam-dalam mata tajam dengan iris kecokelatan milik laki-laki itu. Kalimat yang diucapkan laki-laki itu tak ubahnya mantra sihir yang mampu membuat gadis itu terhanyut. Mematung dengan tatapan berbinar-binar dan bibir tersenyum lebar.

Alangkah beruntungnya dia bisa dicintai oleh laki-laki itu. Laki-laki yang selalu mampu memandang dunia dengan sangat indah dan menciptakan keindahan pula pada semesta Aurum yang jauh sebelum itu sangat sunyi tak berpenghuni.

Mereka pun menyewa dua lembar kain hitam dan meminta penyewanya untuk memasangkannya. Lalu, orang itu pun menghadapkan tubuh Aurum dan tubuh laki-laki itu ke arah yang berlawanan. Mereka mulai berjalan meninggalkan satu sama lain. Semakin jauh dan dengan ritme yang tenang kaki-kaki mereka begitu mantap menjejak tanah. Seakan tidak ada kesulitan berjalan tanpa melihat arah. 

Seperti itukah yang namanya panggilan takdir? Seperti yang dirasai oleh Marah Hamli---dalam novel "Memang Jodoh" tulisan Marah Rusli---yang membuatnya hampir seperti orang gila mencari-cari panggilan jodohnya?  

Sehingga mata bukanlah menjadi satu-satunya penunjuk arah? Tetapi batinlah yang melihat dan menuntun langkah-langkah mantap menuju titik yang telah disediakan takdir untuknya dan untuk laki-laki itu? Yang pasti, kini kedua manusia itu telah berdiri berhadap-hadapan pada titik yang tepat, di antara dua beringin kembar yang telah tua. 

Membuka penutup mata dan keduanya tersenyum dengan begitu lebar. Entah bagaimana itu bisa terjadi, kebetulankah? Atau memang itu benar tuntunan dari sang takdir? Orang yang menyewakan kain saja ikut terdiam, memandang tak percaya pada sejoli itu. Tak habis pikir pada langkah-langkah tenang nan mantap mereka. 

Sekaligus waktu yang singkat untuk pertemuan mereka di seberang titik awal mereka mulai memutar. Sangat cepat dan sangat tepat. Dengan kaki kiri mereka sama-sama berhenti, berhadap-hadapan, dan membuka kain penutup mata pun bersama-sama. Bukankah itu terlihat seperti kebetulan yang luar biasa?

"Kok bisa?" Bahkan Aurum tidak bisa mempercayai apa yang terjadi. Bagaimana bisa sangat tepat? Apa ini artinya dia dan laki-laki itu memang ditakdirkan bertemu pada satu titik untuk mempersatukan jiwa mereka, demi hidupnya kesejatian cinta yang dimiliki? Seperti yang telah diucapkan laki-lakinya dengan senyum lebar di hadapannya sebelum mereka sepakat untuk berputar mengitari pohon beringin kembar? Sulit dipercaya, tetapi itu sangat nyata dan benar adanya.

"Aku sudah menduga akan sesempurna ini takdir menuntun kita." Dengan sangat tenang dan yakin, laki-laki itu berkata, "Aku  adalah malam dan kamu adalah bulan. Takdir kita memang selalu bersama. Karena aku, sang malam, tidak akan pernah kehilangan rembulan yang menyediakan cahaya temaramannya." Dipeluknya Aurum dengan begitu erat.

"Mbak, maaf." Orang yang menyewakan kain pada Aska menegur Aurum. Gadis itupun terhenyak. Pikirnya sadar. Jiwanya kembali berdiri di tempat raganya  mematung sedari tadi.

"Iya, Pak. Kenapa?" tanyanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun