Pecinta seni, pegiat seni, penikmat seni atau bahkan seniman itu sendiri, apakah sense terhadap seni akan menurun seiring bertambahnya usia? Apakah benar begitu adanya?
Saya tidak bisa menjelaskan menurut ahli, karena saya tidak menganggap diri saya seniman sepenuhnya. Namun dari pengalaman saya baru-baru ini, entah mengapa seperti merasa menemukan jawabannya, tentu saja menurut sudut pandang saya.
Saya akan memulainya dari kebiasaan membaca. Berbeda dengan lukisan, gambar, ilustrasi, komik yang berupa gambar yang bisa dilihat, membaca membutuhkan proses mencerna dan pengimajinasian visual. Otak akan otomotis membayangkan kamu seolah-olah masuk dalam novel. Terdapat dialog aktif didalam otak yang membuat kita kritis dan tidak pasif.
Saya merasakan sendiri. Sejak usia 23, saya agak kesusahan mencerna novel-novel fiksi terutama genre fantasi dan thriller misteri. Padahal dulu itu adalah genre favorit saya. Saat masih sekolah bisa baca 2-3 novel tebal genre itu, seperti Holmes dll. Tetapi saya mengira hanya kelelahan saja, "besok juga mudah kok bacanya". Saya terus berpikri seperti itu. Dulu baca di bis gak tergaggu padahal ramai, tapi saat ini bahkan orang ngobrol biasa pun dari kejauhan saya sudah kehilangan fokus dan mengulang-ngulang apa sayan saja baca, dalam konteks buku fiksi ya seperti novel fantasi tadi. Novel terakhir yang saya baca akhir-akhir ini adalah Empat Besar karya Agatha Christie, saya sengaja baca di tempat kerja. Niat menantang diri sendiri selesai berapa hari. Eh ternyata berminggu-minggu. Jadilah saya penasaran apakah sense membaca saya hilang? Jujur, saya agak khawatir dan sempat berpikir apakah ini sudah saatnya otak melamban karena usia? Apa jangan-jangan otak restart dan jadi bodoh? Kekhawatiran ini mungkin terdengar bodoh, tapi saya benar-benar khawatir.
Muncul di pikiran, ternyata saya tidak berbakat. Bahkan di hal yang saya kuasai pun saya tidak bisa apa-apa. Membaca novel saja kelelahan, susah fokus dan tidak karuan, bagaiaman mau menulis? Apakah sense terhadap seni akan menghilang atau menurun seiring bertambah usia? Kemudian baru-baru ini saya menyadari sesuatu mengenai kondisi ini.
Saya menemukan dua alasan masuk akal terhadap masalah ini. Dan ini sama sekali bukan karena usia, tetapi prioritas. Akan saya ulas dua alasan tersebut.
Fokus bekerja, bukan belajar
Alasan mengapa anak-anak yang terlahir dari ekonomi ke atas, memiliki kesempatan lebih besar untuk berhasil di dunia seni atau dunia yang mereka geluti, karena sense mereka terhadap hobi akan berlanjut bahkan semakin baik. Apalagi dengan berbagai pengajaran dan pengalaman sampai mereka dewasa tanpa harus kuatir finansial. Nah ini, khawatir akan finansial. Orang kaya fokus belajar, sedangkan orang ekonomi bawah tidak fokus belajar tetapi fokus bekerja.
Orang kaya dapat mengikuti pameran, orkestra, teater, membeli novel, membeli lukisan, bahkan mengikuti kursus seni tertentu. Seniman yang kurang sumber daya bisa apa, mereka bahkan harus merelakan hobi mereka demi menghidupi kebutuhan sehari-hari. Karena seni tidak bisa memberi mereka makan. Meski begitu mereka tetap berkarya dengan keadaan seadanya. Setiap orang tentunya berbeda. Namun sebagian besar kasusnya sama seperti yang saya jelaskan. Setiap hari bekerja, bekerja, bekerja dan bekerja. Pekerja seni kalangan ekonomi ke bawah sangat sulit menjadikan seniman sebagai profesi utama mereka. Hal inilah yang menjadikan sense terhadap seni bisa saja menurun. Karena fokus bekerja, bukan mengembangkan skill seni tersebut.
Akhir-akhir ini saya sangat fokus kerja dan setelah saya sadari ternyata saya bahkan hampir tidak bersinggungan lagi sama dunia literasi, maksudnya tidak lagi menulis atau membaca. Pagi bangun tidur, sarapan, berangkat kerja, sampai rumah mandi, mencuci, kalau sempat ya makan, kalau tidak ya langsung tidur karena capek. Yang dirasakan Squidward ternyata benar adanya.
Konsumsi video pendek
Ini sebenarnya bukan masalah orang miskin atau orang kaya saja, tetapi hampir dari seluruh orang di berbagai belahan bumi ini kecanduan dengan sosial media. Konsumsi video yang awalnya hanya YouTube dan film (entah nonton legal atau ilegal) saja sudah menyita waktu untuk membaca, melakukan hobi dan lain-lain. Tetapi menonton film tentu masih ada manfaatnya bukan? Lalu bagaimana dengan video pendek? Saya bahkan kesusahan menonton video di YouTube yang durasinya 5 menit lebih! dan ternyata bukan hanya saya, melainkan ini menjadi masalah baru yang juga dialami banyak orang di luar sana.
Video-video pendek contohnya seperti reels, short, tiktok dan lain sebagainya. Bahkan menurut penelitian jenis video pendek membuat kita susah fokus yang lama-lama bikin mudah lupa. Jadinya kalau menonton video lama rasanya gak tahan pengen dicepetin. Nah inillah alasan selanjutnya sense terhadap seni atau mungkin pada semua hal akan menurun. Otak menjadi lemot dan pengennya yang instan-instan. Yang paling saya cermati adalah pada video tutorial yang agaknya sangat menyebalkan, Entah itu memasak, mengrajin, ataupun tutorial apa saja yang kurang dari satu menit. Padahal seharusnya tutorial itu video panjang, tetapi diringkas dan dipercepat sampai bahkan ada yang kurang dari 10 detik. Bagaimana bisa? Dan inilah yang bikin otak kita pengennya instan. Melakukan kegiatan lama, seperti membaca, agaknya seperti buang-buang waktu, padahal menonton video pendek lah yang buang-buang waktu. Fakta bahwa saya sendiri juga susah untuk menghindarinya, sungguh menyebalkan!
Hingga akhirnya saya menghapus tiktok, kadang-kadang download tetapi cuma beberapa hari. Kemudian instagram saya sering logout. YouTube hampir tidak pernha saya buka kecuali cari tutorial penting seperti resep dan lainnya. Facebook sudah saya hapus sejak lulus sekolah, karena memang tidak terlalu suka gara-gara banyak orang aneh yang inbox.
Kesimpulan
Sense terhadap seni menurun bukan karena usia, tetapi habit yang kita bangun dalam kehidupan sehari-hari sekaligus prioritas. Pada dasarnya kita ini tidak bisa multitasking, jika kita memprioritaskan satu hal, maka akan fokus cuma pada itu saja. Bagi orang-orang yang fokus bekerja, membaca buku sangat melelahkan dan bikin ngantuk. Fisik sudah lelah dan otak dipaksa untuk brainstorming lagi? Tentu susah sekali. Terima kasih sudah membaca. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H