Mohon tunggu...
fatma ariyanti
fatma ariyanti Mohon Tunggu... Buruh - Citizen

Point of view orang ke-3

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Remaja dan Batasan-batasannya

12 Juni 2023   14:42 Diperbarui: 12 Juni 2023   14:48 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apakah kamu pernah berpikir bagaimana remaja seperti kita membuat sebuah perbedaan?"

(Thyme dalam drama Thailand 'Boys Over Flower' 2022)

Baru-baru ini saya menemukan sebuah kalimat pertanyaan yang mungkin sebuah pernyataan dalam sebuah drama. Yaitu mengenai remaja. Disini saya tidak akan mengaitkan opini saya tentang drama tersebut, karena sesuai judulnya, ini adalah drama romance biasa. Hanya saja karakter utamanya saat di episode terakhir mengatakan satu kalimat di atas. Saya jadi kepikiran banyak hal.

Bagaimana remaja bisa membuat perbedaan? Remaja dengan kekuatannya yang unik, dengan sudut pandangnya mengenai kehidupan dan cara kerja semesta, ia lihat dari teropongnya sendiri, tanpa kacamata orang dewasa. Bagi saya, sebagai orang dewasa, kita ini melihat dunia melalui kacamata, sedangkan remaja melihat dunia melalui teropong bintang. Saya yakin anda paham maksudnya. (Teropong membuat yang kecil terlihat besar)

Ini bisa berarti bahwa remaja bisa membuat perbedaan, dalam skala kecil maupun dalam skala besar, entah untuk dirinya sendiri atau hidup orang lain. Dengan teropongnya, ia melihat hal-hal kecil di dunia ini, lalu menafsirkannya menurut dari sudut pandangnya sendiri.

Yang masa remajanya melewati hal-hal tidak menyenangkan, biasanya akan cepat dewasa, sayangnya ada dua kemungkinan, antara dia makin kuat atau malah makin lemah dan merusak diri sendiri. Saya bisa mengatakan secara percaya diri, bahwa di kasus remaja saya, saya adalah kemungkinan pertama. Saya bersyukur karena makin kuat, meskipun dengan fisik kayak cebol yang sering dianggap orang lemah, digangguin para wibu dan dipanggil loli. Beneran saya ikhlas, karena saya sama sekali tidak terpengaruh kata-kata buruk yang dilontarkan orang. Saya adalah orang bebal yang punya otak otot dan semua kata-kata jelek saya lontarkan kembali (bukan secara harfiah)

Remaja memiliki batasan, remaja dibuatkan batasannya, remaja ditentukan batasannya, atau remaja menuntut batasannya sendiri. Batasan di sini berarti segala hal yang berkaitan tentang jati diri dan masa depan. Sebagian dari kita memiliki masa remaja yang buruk, sebagian lainnya memiliki kisah remaja yang indah. Jadi bagaimana bisa mereka membuat sebuah perbedaan?

Remaja bukan anak kecil, tapi mereka juga bukan orang dewasa. Mereka perlu diatur, tapi aturan itu kadang membuat terpenjara. Mereka perlu dibenahi, tapi jika tak diberi kebebasan, mereka berulah. Serba salah serba susah. Saat saya sudah dewasa seperti ini, saya juga merasa kesulitan mengurus adik saya. Saya berpikir "Masa dulu aku kayak gini sih?" ternyata adik saya bukan anak kecil lagi, kalau dibatasi, justru ia semakin ingin melangkahi batasannya. Kalau diberi kebebasan sedikit, malah pengen kayak burung yang terbang kemana-mana, maksudnya terlalu bebas.

Saya pun sadar, bahwa sebagian besar remaja, khususnya di zaman sekarang, mereka seperti bunga yang dikelilingi batu-batu besar. Mereka tahu cara mekar, mereka tahu cara melampaui batasan, mereka tahu cara menempuh jalan ke depan, mereka sadar akan batasan-batasannya, entah yang dibuatkan orang dewasa, atau batasan yang mereka ciptakan sendiri. Tetapi batu-batu itu seolah faktor internal dan eksternal, seperti emosi kompleks pribadi dan tekanan dari luar. Remaja berpikir

"Apakah ini lebih baik? Atau itu yang lebih baik?"

"Apakah aku harus begini? Ataukah harus begitu?"

"Apakah orang dewasa kayak gini? Apakah keputusan ini sudah benar?"

Dengan segudang faktor, batasan-batasan itu jadi gembok sekaligus kunci yang mereka pegang sendiri. Saat mempelajari tentang dinamika remaja, saya sadar, pada fase itulah, saat dimana manusia pertama kali 'MEMBUAT KEPUTUSAN' Bukan lagi anak kecil yang dituruti keinginannya, bukan lagi bayi yang disusui ibunya. Itu adalah fase dimana mereka didorong dengan unik untuk jadi manusia seutuhnya untuk pertama kali.

"Apakah kamu pernah berpikir bagaimana remaja seperti kita membuat sebuah perbedaan?"

Impian, kewajiban, konsekuensi, permulaan dan sebuah perbedaan, itu semua dalam satu paket yang dinamakan keputusan. Jujur saya merasa sangat luar bisa setelah menulis ini. Maksud saya, saya sangat senang karena pada dasarnya isi otak manusia sangat unik. Dan keunikan ini dimulai dari fase remaja. Fase dimana akhirnya seorang anak yang dikawal dengan tour guide, akhirnya membuat keputusannya sendiri untuk bisa bergabung dengan komunitas dunia, komunitas semesta yang sebenarnya. Mempelajari diri sendiri, mempelajari orang-orang yang menyayanginya, mempelajari orang-orang yang membencinya, mempelajari bagaimana dunia bekerja, belajar bagaimana keputusan dan takdir, yang sebenarnya berada dalam satu benang merah yang rumit dan menyusahkan. Yaitu jadi ORANG DEWASA SEUTUHNYA.

Sejak itulah fase baru dimulai. Remaja dengan batasannya, remaja dengan perbedaannya, remaja dengan kondisi paling primanya, dituntut untuk berlayar dengan kapal seadanya di lautan luas tanpa tour guide lagi. Sungguh fase transisi hidup yang luar biasa.

Bagi kamu para remaja yang sibuk memikirkan masa depan, berjuang dengan tuntutan keluarga yang berat, berjuang dengan sistematika masyarakat yang berat, dan berjuang dengan isi otak dan hati kalian sendiri yang kayak kapal pecah. Percayalah bahwa fase itu adalah fase pedang bermata dua, ada yang buruk dan ada yang baik.

Jadi apapun keputusan yang kamu ambil saat masa remaja, yakinlah bahwa masih ada hari esok untuk kalian. Jangan khawatir itu akan jadi hal buruk, ingat! masih ada hari esok, masih ada lain waktu untuk membenahi, masih ada kesempatan kedua, ketiga dan seterusnya! Jangan takut!

Dan para orang dewasa seperti saya yang sudah melewati masa remaja (entah baik atau buruk), tidak perlu menyesali apa yang sudah terjadi, karena kita yang sekarang adalah hasil dari bentukan kita sendiri saat masih remaja. Remaja kita lah yang membentuk kita dewasa yang sekarang.

"Aku yang sekarang tetaplah diriku saat masih remaja. Dan aku yang remaja tetaplah diriku sendiri dimasa sekarang. Mau siapapun aku, aku tetaplah aku, entah masa remaja lampau, maupun yang sekarang. Jadi mari jangan sesali apapun. Karena beginilah, cara kerja semesta untuk membuat kita belajar."

Sekian, terima kasih.

27.3.23

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun