Mohon tunggu...
fatma ariyanti
fatma ariyanti Mohon Tunggu... Buruh - Citizen

Point of view orang ke-3

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Zaman yang Melarang Kita Hidup Selo

16 November 2022   11:37 Diperbarui: 16 November 2022   11:43 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamu ingat saat masa perkenalan siswa atau mahasiswa disuruh makan cepat-cepat? Makan gak nyantai itu gak enak.

Kamu ingat pas disuruh jalan cepat-cepat saat pramuka? Jalan gak nyantai itu gak enak. 

Kamu ingat pas diminta ngerjain soal yang susah banget tapi disuruh cepat-cepat sama guru di sekolah?

Jangankan soal sulit, soal mudah saja masih salah kalo dikerjain cepat-cepat. Ngerjain sesuatu cepat-cepat itu gak enak.

Semua yang serba cepat-cepat itu gak enak, gak nyaman, bikin tertekan dan panik. Kalo panik menimbulkan kebingungan. Kalo bingung gak bisa mikir, kalo gak bisa mikir jadi stres.

Katanya mau hidup bahagia, tapi kok gak bisa hidup selo? Tidak terburu-buru pengen kaya, tidak terburu-buru pengen sukses, tidak terburu-buru pengen berhasil, tidak terburu-buru pengen ini itu. Meskipun saya menulis begini, nyatanya saya sendiri tidak seperti itu. Dalam hati kecil, saya juga pengen ini itu segera, secepat mungkin, padahal masih mudah tapi begitu terburu-buru.

Di zaman semuanya serba mudah menengok hidup orang, kita tergiur ingin berada di jalan yang sama dengan orang itu. Ketika melihat miliarder muda sukses, tanpa sadar kita take all chances, take many tasks in one night, take many jobs in a day. Memforsir tubuh dan pikiran tanpa istirahat karena tanpa sadar konsumsi sosial media terlalu memberi banyak paparan penyakit yang mengajak adu mental sekuat baja.

Paparan kesuksesan orang-orang dalam usia muda, paparan orang-orang yang bahagia di usia muda, paparan keluarga yang bahagia, paparan kehidupan sempurna orang-orang meracuni. Saya seumuran dengan Jerome pollin, kenapa saya masih begini-begini saja disaat dia sudah sukses seperti ini? Sedangkan saya sendiri tidak mengenal dia dan dia juga tidak tahu saya hidup di dunia ini. Ini adalah efek paparan penyakit sosial media.

Akibatnya banyak orang yang susah hidup selo, susah menjalani proses (bukan menikmati ya, karena saya rasa menikmati proses terlalu naif), sudah dituntut survive oleh kedewasaan, masih dituntut lagi dengan maraton mengejar orang-orang dengan start yang berbeda. Bagaimana bisa kita hidup selo?

Bagaimana dengan seabrek tuntutan yang masih ada di kepala?

Bagaimana dengan seabrek mimpi yang berjejer hingga memanjang dalam pikiran?

Bagaimana bisa kita menghentikan siklus terburu-buru ini?

Hidup selo bukan hanya in action tetapi juga in mind. Kita rebahan, istirahat, main hape, makan, tetapi di dalam pikiran isinya penuh, tidak ada selonya sama sekali. Saya pernah mengerjakan 5 pekerjaan dalam satu hari! dan capek fisik bukan apa-apa, melainkan hati saya ini beneran ingin mati saja. Buka sosmed bukannya dapat hiburan malah makin kena tuntutan. Teman-teman saya sudah pada menikah, gendong anak, kemana-mana dibiayai suaminya. Apakah saya iri? Tidak, bukan masalah pasangan, pacar atau good looking-nya, saya cuma bertanya-tanya, apakah saya sedang berada pada jalur yang benar? Apa saya harus sama seperti mereka agar bisa hidup santai? Jujur saya capek melakukan segala hal terburu-buru, tapi saya tidak tahu cara menghentikannya, atau mungkin sebenarnya saya sendiri yang tidak mau berhenti.

Hidup selo bukan berarti tidak peduli pada masa depan, justru sebaliknya. Kerjakan semampunya, istirahat secukupnya, hiburan seperlunya dan jalani proses yang sudah dipilih. Survive is not a choice, it is a nature. Dan hidup selo adalah kunci agar tetap waras dalam survive.

Nasihat ini bukan hanya untuk kamu yang merasa pada fase terburu-buru, tetapi juga untuk diri saya sendiri. Sekian dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun