Suatu hari bapak saya melihat saya seharian duduk di depan laptop dan asyik sendiri tak mempedulikan sekitar. Beliau bertanya dengan nada agak sinis dan penasaran.
"Seharian kok main laptop mulu. Ngapain to?"
Saya dengan sabar menjawab, "Kerja, Pak."
"Kerja atau main?" sinisnya lagi.
Dengan lebih sabar lagi saya menimpali, "Kerja, Pak. Bukan main."
Kemudian berakhir dengan kami yang akhirnya berbincang, lebih tepatnya saya yang menjelaskan profesi saya yang katanya beliau itu "Aneh". Beliau juga pernah bertanya, apa itu internet, sosial media dan istilah-istilah baru lainnya.
Generasi tua banyak yang kesulitan memahami profesi-profesi yang berkembang di zaman ini. Mungkin ada yang yang paham namun tidak semuanya. Bahkan kalau sudah dijelaskan pelan-pelan, kadang-kadang mereka masih tidak mengerti. Bukan karena orang tua kita bodoh, melainkan zaman seolah bergulir secepat membalikkan telapak tangan.
Mengenai pertanyaan apa itu internet, jika kalian punya jawaban yang bagus, jelas, mudah dimengerti dan singkat, mungkin bisa bantu jawab. Karena saya sendiri bingung menjelaskannya apa itu internet pada bapak saya yang comel ini. Bahkan memberi analogi yang paling mudah saja, kita masih kesulitan bagaimana memberikan detailnya. Saya biasanya asal sebut profesi yang lain yang mirip. Karena terlalu ribet untuk dijelaskan.
Misal YouTuber bisa disebut pembuat video, atau penjual video. Editor bisa disebut tukang memperbaiki tulisan, karena kemungkinan disebut penyunting naskah juga terlalu sulit dimengerti. Ada yang tidak tahu apa itu konten, platform sosmed atau bahasa iptek yang susah diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Belum lagi kalau profesi ini memiliki istilah bahasa inggris yang tidak ada padanannya di bahasa Indonesia. Misalnya influencer yang kasarnya malah berubah menjadi pekerja serabutan online. Kemudian ada programmer, content writer, data analyst, social media analyst dan tentu saih banyak lagi. Semua profesi itu begitu sulit untuk dijelaskan. Apalagi detail pekerjaannya yang mungkin bagi generasi tua malah disebut "Kok ada pekerjaan kayak gitu?"
Ketimpangan profesi baru menimbulkan gap para generasi tua dan generasi muda. Profesi dokter, polisi, guru, jauh lebih mudah dijelaskan dari pada profesi yang berkaitan dengan digital dan internet. Pasalnya, bagi saya sendiri, karena profesi yang saya geluti termasuk profesi digital, saya pun akhirnya memberi jawaban palsu atau bohong. Profesi saya adalah web content writer, sangat susah dijelaskan pada bapak ibu saya. Jangankan orang tua, kadang saja teman ada yang tanya pekerjaan saya ini ngapain? Atau mereka cuma penasaran emang ada orang nulis dibayar? Dulu sebelum content writer, saya seorang mantan editor. Editor juga cukup susah dijelaskan, saya jawab akhirnya sebagai "tukang edit buku".
Namun selain profesi yang susah dijelaskan, sebenarnya ada satu hal yang kadang membuat saya jengkel. Yaitu bekerja yang dikira main. Pekerjaan digital memang harus menggunakan alat elektronik berupa laptop, komputer, hp dan yang lainnya. Sedangkan para generasi tua di Indonesia pahamnya kalau di depan gadget itu ya main, memang ya apalagi, begitu. Seperti percakapan saya dan bapak di awal tulisan ini.
Saya ingin menekankan meskipun semua profesi memiliki beban fisik yang berbeda, tetapi memiliki beban mental yang sama. Mohon diperhatikan, beban fisik dan beban mental itu berbeda. Orang yang pekerjaannya angkat batu tentu lebih sulit secara fisik dari pada orang yang pekerjaannya duduk nyaman di kantor, dengan ac dingin dan minuman seperti orang bersantai. Tetapi beban mental yang diterima SAMA. Inilah yang menyebabkan persentase bunuh diri di dunia semakin meningkat. Yang paling besar adalah anak sekolah dan pekerja kantoran.
Jadi jika ada orang tua bilang, "Kerjaanmu enak, le." Ya sudah dengarkan saja. Meskipun kita tertekan, pusing, bahkan harus mengorbankan mata sampai pakai kacamata karena minus, ya terima saja. Karena generasi tua tidak bisa merasakan apa yang kita rasakan, begitu juga sebaliknya. Toh kalau mau menyela, tentu sangat tidak sopan, karena memang kenyataannya zaman sekarang jauh lebih maju dari zaman bapak ibu kita, bahkan kakek nenek kita yang dulunya masih ada sisa-sisa perang hingga menyebabkan kelaparan, penyakit menular mematikan dan keadaan mengerikan lainnya. Jadi saya tidak benci atau marah pada mereka, hanya saja bingung menjelaskan ini. Rasanya tuh seperti berak lupa cebok, hehe.
Sekian terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H