Mohon tunggu...
fatma ariyanti
fatma ariyanti Mohon Tunggu... Buruh - Citizen

Point of view orang ke-3

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejak Kapan Jari Tengah Jadi Simbol Umpatan?

14 Juni 2022   19:47 Diperbarui: 14 Juni 2022   19:58 2369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Misalnya, tetangga anda sangat berisik, suara motor yang sangat keras dan membangunkan anda dari tidur siang atau anda melihat orang yang tak patuh lalu lintas dan seenak jidat merokok sambil berkendara. 

Mungkin dalam hati anda sangat ingin mengumpat melihat orang-orang yang sangat menyebalkan seperti itu, ya sama! Saya juga! Saya sangat jengkel sampai ingin marah. Namun kenyataannya kita hanya diam, jadi usahakan jangan mengumpat, karena itu akan jadi kebiasaan. Dan kebiasaan sulit dihilangkan.

Lebih baik, ganti kata-kata umpatan menjadi kata yang lebih baik. Pengalaman saya sendiri, teman saya pernah beberapa kali memanggil saya 'asu' atau 'jancuk' namun dalam konteks lelucon dan itu memang sudah kebiasaannya. 

Meskipun tidak berniat mengumpat, saya kaget dan terdiam mendengarnya. Kemudian teman saya sadar ekspresi saya, ia lalu bertanya apa leluconnya terlalu kasar. 

Saya menjawab, 'ya...sedikit' dengan nada canggung. Ia lalu meminta maaf dan mengklarifikasi bahwa itu bukan umpatan atau penghinaan. Saya mengatakan kalau saya tahu itu. Kita cuma tertawa awkward setelah itu.

Kenyataannya, memang ada orang yang sensitif terhadap kata kasar meskipun itu hanya lelucon. Jadi mungkin lebih baik menghindari lelucon umpatan, jika baru kenal. 

Atau mungkin anda bisa menguranginya sedikit-sedikit agar tidak terlalu keterusan. Seperti menggantinya dengan kata 'Astagfirullah' yang memiliki makna terkejut karena melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan perkiraannya. 

Misal melihat orang merokok dalam bis, saya mengatakan 'Astagfirullah, itu orang parah banget.' alih-alih 'fuck banget itu orang'. Keduanya memiliki penekanan dan makna yang hampir sama, yaitu sama-sama jengkel. Jadi kenapa tidak mulai menggunakan kata yang baik?

Jika menemui hal yang tidak sesuai aturan atau yang membuat jengkel, hindari saja dari pada memberi simbol jari tengah pada orang lain. Dalam konteks yang lelucon, memang bisa dipahami dan dimaklumi, namun dalam konteks serius, ini bisa menimbulkan pertengkaran.

Kita tentu miris sekali melihat anak-anak kecil di tiktok dan si sosial media tiada angin tiada hujan tiba-tiba mengacungkan jari tengah. Generasi sekarang sangat rentan mengonsumsi budaya globalisasi. 

Jadi untuk  ikut membantu meminimalisir kata dan simbol serapan semacam ini, sebagai orang dewasa, anda dan kita semua sudah seharusnya tidak sering-sering menggunakannya, apalagi di depan anak di bawah umur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun