Mohon tunggu...
fatma ariyanti
fatma ariyanti Mohon Tunggu... Buruh - Citizen

Point of view orang ke-3

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kenapa Kamu Tidak Suka Baca Buku?

17 Desember 2021   00:44 Diperbarui: 19 Desember 2021   21:13 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membaca buku meningkatkan daya imajinasi | Source: pixabay.com

Satu-satunya alasan kenapa minat membaca di Indonesia rendah adalah keterbatasan akses buku.  

Buku mahal, perpustakaan jauh, e-book bisa jadi solusi namun tidak selamanya bisa jadi pengganti buku fisik. Ketiadaan akses buku ini menjadi problem utama dengan persentase tertinggi di negara kita. 

Bayangkan ketika masih anak-anak dulu kita sekali aja, sekali saja diminta guru atau orang tua kita ke perpustakaan atau baca satu buku, itu sudah cukup untuk membuat seorang anak hobi membaca bahkan sampai mereka dewasa (mungkin ada beberapa yang sendirinya memiliki keingintahuan yang tinggi). Namun sayangnya itu tidak diikuti dengan ketersediaan buku. 

Perpustakaan sekolah, terutama yang berada di desa atau tempat yang jauh dari kota biasanya tak terawat, kotor, buku yang kadaluwarsa, kalau satu dua tahun tak masalah, masalahnya ada yang sampai puluhan tahun. 

Dibaca ibunya, nah anaknya baca buku yang sama. Karena apa? Karena minimnya buku yang didapatkan sekolah, yang harusnya tempat dipenuhi oleh buku-buku malah sangat sedikit bukunya.

Saya pernah gila baca saat 11 tahun. Dan kebetulan ada perpustakaan yang baru buka diujung desa, saya naik sepeda karena tempatnya jauh. 

Sayangnya perpustakaan desa itu bahkan tak bisa bertahan hingga lima tahun, di usia saya yang menginjak SMP, perpustakaan sekolah sudah tidak bisa diandalkan lagi dan kini perpustakaan desa sudah diujung tanduk.  

Saya ingat betul mengatakan pada petugas perempuan berusia dua puluhan di sana bahwa saya berjanji akan datang setiap pulang sekolah dan hari libur karena saya sering mendapati perpustakaan itu tutup. 

Dan petugas itu bilang bahwa saya adalah satu-satunya pengunjung yg berkunjung selama sebulan terakhir ini. Ia bahkan menunjukkan buku absen panjangnya. Namun saya meminta dan memohon agar terus membuka perpustakaan. 

Petugas itu pun mengabulkannya, seminggu dua minggu saya sangat rajin datang, saya takut tiba-tiba perpustakaan itu tutup jadi saya membaca banyak sekali, hampir 5 buku dari pagi sampai sore dan membawa pulang lebih dari 10 buku ke rumah. 

Di antaranya ada buku ensiklopedi favorit saya, biografi (seniman, pahlawan, ilmuwan) dan buku pengetahuan lain, sedang yang saya baca di tempat ada novel, komik dan cerita bergambar. Meski begitu saya senang karena petugas itu mengabulkannya meski cuma saya pengunjungnya. 

Hari-hari setelahnya saya benar-benar rajin membaca. Bahkan ibu saya menasihati untuk beristirahat, karena khawatir saya akan terserang minus.

Sayangnya hari-hari membaca banyak buku itu tidak berlangsung lama, sebulan setelah saya rajin datang sebuah malapetaka menghampiri desa, itu adalah bencana banjir. 

Saya ingat bahwa malam kami sekeluarga mengungsi adalah ulang tahun saya ke 14. Orang orang desa mengungsi berminggu minggu termasuk saya dan ya... sudah seperti yang dibayangkan. 

Semua buku di perpustakaan itu tak terselamatkan, sisanya terendam dan tak bisa dibaca. Saya sendiri pun tak bisa menyelamatkan sekitar 4 kardus buku milik saya. 

Saya kehilangan hampir 90 persen buku. Saya benar benar frustasi saat itu. Setelah itu perpustakaan tutup dan saya pun tak berharap tinggi akan ada perpustakaan baru lagi.

Dan beruntungnya perpustakaan itu buka kembali, saya sempat membantu petugas merapikan dan menatap buku di rak karena kebetulan ada pendonasi yang memberi buku sekitar satu mobil pick up dan itu banyak sekali. 

Mata saya berbinar melihatnya. Petugas sering memuji saya sebagai anak cerdas karena suka membaca, dan saya akui saya senang saat itu.

Namun seminggu kemudian, di suatu siang saat pulang sekolah saya mengunjungi perpustakaan. Ada sebuah tulisan tangan tertempel di pintu utama yang ditutup bahwa perpustakaan ini akan ditutup untuk seterusnya. 

Saya sangat terkejut dan takut dan suatu haru saya melihat petugas itu di jalan dan saya bertanya kenapa perpustakaan tutup padahal kemarin ada banyak buku yang datang dan petugas perempuan itu menjawab.

"Tidak ada pengunjung kecuali kamu. Atasan meminta saya menutupnya. Maaf saya tidak bisa mempertahankannya untukmu."

Sampai sekarang saya dewasa, jujur saya tidak bisa melupakan kebaikan petugas itu dan di saat yang bersamaan saya kesal mendengar jawabannya.

Saking kesalnya karena perpustakaan yang hampir tak ada pengunjung itu membuat saya ingin memaki semua orang. 

Saya sempat berpikir, "Apakah di antara semua anak sebaya saya tidak ada yang lebih suka membaca buku dari saya?" "Apakah saya satu-satynya yang ingin baca buku di sini?" "Kenapa tidak ada orang dewasa yang membantu saya?" "Kenapa desaku ini sangat miskin orang yang mencintai buku?"

Dengan semua keterbatasan yang saya punya, saya menyalahkan semua orang saat itu. 

Saya hanyalah seorang anak 14 tahun yang sangat gila membaca dan saya tidak tahu harus menumpahkan kegilaan ini ke mana.

Ini hanya opini belaka, namun saya yakin kalau akses buku lebih mudah orang yang awalnya ogah pegang buku pun pasti akan penasaran juga. 

Meskipun tidak semudah meminta seorang anak lima tahun buka buku, tapi setidaknya ada beberapa orang yang memang benar-benar mencintai aktivitas membaca. Bahkan lihat saja acara event book fair di beberapa kota besar, mereka tidak kalah ramai dari supermarket. 

Sama seperti halnya ketika ada kafe yang baru buka, awalnya yang datang 10 orang. Di antara orang-orang itu nantinya akan ada yang cuma berkunjung sekali, ada yang beberapa kali dan pastinya akan ada yang menjadi pengunjung tetap, begitu juga dengan sebuah perpustakaan.

Zaman sekarang adalah rotasi dari yang sudah-sudah, buku tidak akan pernah punah, buku adalah peradaban. 

Smartphone, ponsel genggam dan alat elektronik dengan segala kecanggihannya tidak akan pernah bisa menggantikan buku seberapa luar biasanya mereka. 

Semua hal memiliki keistimewaan masing-masing. Begitu juga dengan buku yang sudah lama tak tergenggam di tanganmu sekarang ini. 

Jika kamu malas baca buku atau tidak punya waktu, cobalah tanya sejenak, tanya pada dirimu sendiri, "Seberapakah pentingkah membaca untuk mentalmu, seberapa pentingkah sebuah buku untuk kehidupanmu."

Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun