Mohon tunggu...
Fatkhur Rozi
Fatkhur Rozi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Pendidikan Jasmani dan Olahraga di IAIN Salatiga dan Majelis Sabuk Hitam (MSH) INKAI DAN II, Anggota Pengurus Pusat Studi Gender dan Anak IAIN Salatiga

just play, have fun, enjoy the game, and get the goal Kebenaran jika hanya didiamkan tidak disuarakan dan diamalkan akan menjadi sebuah keniscayaan belaka. Belajar tidak hanya memahami, belajar perlu diamalkan. kita menjadi bisa karna terbiasa, terbiasa butuh pembiasaan, pembiasaan butuh latihan. Saat ini saya sedang latihan menulis....". Belajar, berkarya, bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Meski Tampil Lebih Baik, Indonesia Belum Mampu Jadi yang Terbaik!

1 Januari 2022   22:34 Diperbarui: 1 Januari 2022   22:37 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjuangan Asnawi dan kawan-kawan patut diapresiasi oleh masyarakat Indonesia. Meski kalah secara agregat 2-6 melawan Thailand di Final AFF 2020 malam ini, perjuangan dan semangat pantang menyerah telah mereka tunjukkan sejak awal laga sampai dengan peluit akhir dibunyikan oleh wasit. Ini merupakan laga final keenam pada gelaran piala AFF sejak berubah nama dari Piala Tiger. Sayangnya Indonesia belum mampu keluar sebagai juara. Namun, dengan mayoritas pemain yang masih berusia muda pada skuad tim kali ini, tentunya memberikan harapan besar di masa depan.

Sejatinya Indonesia memulai laga dengan sangat baik dan mampu membobol gawang Thailand pada menit ke-8 melalui Riki Kambuaya. Sepanjang jalannya babak pertama, pemain Indonesia terus mengepung pertahanan Thailand dan menguasai jalannya pertandingan. Terlihat kematangan para pemain Thailand, mereka sangat tenang dan rapi dalam bertahan dan sesekali membahayakan pertahanan Indonesia melalui skema serangan balik. Babak pertama berakhir 0-1 untuk keunggulan Indonesia.

Alexandre Polking merubah strategi pada babak kedua dengan menerapkan permainan Thailand yang lebih impresif dan unggul dalam penguasaan bola. Pemain Indonesia yang kurang siap dengan perubahan ini terlihat panik ketika diserang dan terburu-buru jika mampu merebut bola. Hasilnya, Indonesia harus berbalik tertinggal oleh gol Thailand pada awal laga babak kedua. Gol diciptakan oleh Adisak Kraisorn pada menit ke-54 dan Sarah Yooyen dua menit berselang. Selama jalannya babak kedua ini Thailand lebih dominan pada penguasaan bola. Meski, Egi Maulana Vikri mampu mencetak gol pada menit ke-80. Hasil akhir 2-2 menutup final leg kedua Piala AFF 2020 dan Thailand keluar sebagai juaranya.

Lebih Baik Dari Leg Pertama

Data statistik menunjukkan bahwa Indonesia kalah dalam penguasaan bola, yakni 35% berbanding 65%. Untuk akurasi umpan, Indonesia hanya mencatatkan keberhasilan 73%. Selanjutnya, untuk tembakan ke gawang Indonesia mampu mencatatkan 7 tembakan dan 2 diantaranya sesuai target sekaligus menjadikan gol. Sebenarnya catatan bagi Timnas Indonesia ini lebih daripada leg pertama sebelumnya. Saat itu, Indonesia hanya mampu mencatatkan 33% penguasaan bola, 72% untuk akurasi umpan, dan hanya mampu melakukan 4 tendangan ke arah gawang Thailand. Namun, yang patut dicatat adalah akurasi umpan pemain Indonesia yang masih di bawah 80% dan jauh dari para pemain Thailand yang mampu mencatatkan akurasi umpan rata-rata pada angka 85%. Tentunya, ini merupakan hal dasar yang harus dibenahi bagi Indonesia karena bagaimanapun, akurasi umpan merupakan hal mendasar yang sangat penting. Melalui akurasi umpan yang baik akan meminimalisir kesalahan-kesalahan di lini pertahanan saat ditekan lawan dan mempermudah aliran bola saat melakukan serangan balik. Selain itu, melalui akurasi umpan yang terukur dan baik memudahkan penyerang lebih banyak mendapatkan peluang terukur.

Perbaikan Kompetisi

Tentunya, perbaikan prestasi sepak bola Indonesia harus didukung oleh sebuah kompetisi yang profesional dan dikelola dengan baik agar regenerasi pemain saat ini dapat berlangsung terus menerus. Selain itu, menjadikan pola permainan pada level timnas juga lebih baik. Hal ini terlihat pada Timnas Vietnam dan Thailand yang memiliki kompetisi sepak bola sangat baik dan berdampak pada timnas mereka. Sayangnya, kompetisi di Indonesia saat ini masih belum selevel dengan kompetisi mereka. Dapat dilihat dari isu-isu pengaturan skor di Liga 2, beberapa kali kasus penunggakan gaji pemain, bisanya seorang dokter gadungan menjadi tim medis klub dan bahkan pernah di timnas, serta pembinaan kurikulum sepak bola yang belum terstruktur dan mendasar dari kompetisi kelompok umur secara merata. Tanpa perbaikan ini, talenta-talenta muda Indonesia bisa saja mati ditengah jalan seperti kisah Maldini Pali dan beberapa pemain lain yang pada saat itu mampu juara AFF U-19 dan nyatanya saat ini hilang begitu saja. Ini menunjukkan pembinaan yang berjenjang terputus. Jika PSSI sebagai induk terbesar sepak bola di Indonesia masih saja terjebak pola yang kurang baik ini. Rasa-rasanya sangat sulit mengejar level permainan Thailand dan Vietnam.

Harapannya sebagai pendukung Timnas Indonesia saat ini, PSSI mampu berbenah diri untuk perbaikan kompetisi dan melanjutkan kinerja Shin Tae Yong beberapa tahun ke depan, sehingga mampu terbentuk pola dan struktur sepak bola Indonesia yang lebih baik dari kelompok umur sampai dengan usia dewasa (pemain profesional).

(FR)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun