FATKHUL STEVANIE/191241173
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Penyakit mpox, yang sebelumnya dikenal sebagai cacar monyet, telah menarik perhatian global sebagai ancaman kesehatan yang semakin meningkat. Virus ini tidak hanya mengancam kesehatan individu, tetapi juga berdampak pada kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Mpox disebabkan oleh monkeypoxvirus (MPXV) yang berasal dari infeksi virus zoonosis genus orthopox dan kebanyakan ditemukan di Afrika Barat dan Afrika Tengah (Harapan, dkk., 2020). Virus mpox pertama kali ditemukan pada tahun 1958, dengan pasien pertama merupakan anak laki-laki berusia 9 tahun di Provinsi Equarie Zaire, Republik Demokratik Kongo (Fajriyah, 2023). Mpox dapat menyebar dari manusia ke manusia. Gejala yang dialami oleh orang yang terinfeksi mpox biasanya diawali dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, ruam, pembengkakan kelenjar getah bening, hingga kematian.
Pada 30 September 2023, total 91.123 kasus terkonfirmasi laboratorium dan 663 kasus probable, termasuk 157 kematian, telah dilaporkan ke WHO. Kasus mpox di Indonesia pertama kali ditemukan pada seorang laki-laki berusia 27 tahun dengan riwayat perjalanan ke beberapa negara (Fajriyah, 2023). Dari data Kemenkes RI, total konfirmasi kasus mpox telah mencapai 14 kasus dengan penambahan 7 kasus di tanggal 22 Oktober 2023 yang semuanya berlokasi di DKI Jakarta (Ulya, 2023). Setelah Covid-19 di tahun 2019-2021, mpox kemudian di tetapkan sebagai pandemi global pada 23 Juli 2023 oleh Sekretaris Jenderal WHO. Oleh karena itu, setiap negara diwajibkan untuk melakukan pencegahan penyakit ini.
Dalam kasus ini, integrasi kebijakan kesehatan menjadi sangat penting untuk mencegah dan menangani mpox secara efektif. Pencegahan dan penanganan mpox memerlukan kerjasama antara berbagai sektor, baik dari pemerintah, tenaga kesehatan, maupun masyarakat. Integrasi kebijakan kesehatan juga harus melibatkan kolaborasi multisektoral, seperti kementerian kesehatan, pendidikan, dan sejenisnya, untuk menciptakan kebijakan yang komprehensif. Kolaborasi memungkinkan pooling of resources seperti dana, tenaga kerja, dan fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk program pencegahan dan penanganan. Keterlibatan berbagai sektor dalam merumuskan kebijakan akan menghasilkan kebijakan yang lebih relevan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Bentuk pencegahan dapat dilakukan dengan mengedukasi masyarakat mengenai cara-cara pencegahan, seperti peningkatan kesadaran tentang gejala, metode penularan, dan pentingnya vaksinasi. Edukasi kepada masyarakat dapat dilakukan melalui kampanye secara langsung ataupun melalui media sosial untuk memperkuat pengetahuan masyarakat. Integrasi kebijakan kesehatan juga harus mencakup program vaksinasi yang menyeluruh. Pemerintah perlu memastikan ketersediaan vaksin yang cukup dan akses mudah bagi masyarakat.Â
Sebagai bentuk penanganan kasus mpox, layanan kesehatan harus siap untuk mendeteksi, mengisolasi, dan mengobati kasus mpox dengan cepat dan efisien. Pemerintah dan layanan kesehatan juga harus meningkatkan kualitas dan ketersediaan fasilitas kesehatan. Tenaga kesehatan perlu melakukan perawatan medis yang optimal kepada pasien. Selain itu, kebijakan kesehatan yang efektif harus disertai dengan sistem pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan untuk menilai efektivitas dan melakukan perbaikan yang diperlukan.Â
Penyakit mpox telah menarik perhatian global sebagai ancaman kesehatan yang semakin meningkat. Setiap negara diwajibkan waspada terhadap penyebaran mpox. Oleh karena itu, Integrasi kebijakan kesehatan menjadi langkah strategis yang harus diambil untuk mencapai keberhasilan dalam kasus ini. Melalui edukasi masyarakat, program vaksinasi yang efektif, kolaborasi antar sektor, serta sistem pemantauan yang baik, kita dapat membangun ketahanan masyarakat terhadap penyakit ini. Keberhasilan dalam mengatasi mpox tidak hanya akan melindungi kesehatan individu, tetapi juga meningkatkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.Â
"KATA KUNCI: Integrasi, Mpox, Penyakit"
DAFTAR PUSTAKA