Selain itu, tantangan infrastruktur juga terlihat dari implementasi layanan digital yang terus bertambah. Kota Bandung saat ini memiliki 280 aplikasi, dengan 100 aplikasi yang aktif digunakan masyarakat, yang membutuhkan infrastruktur lebih kuat untuk mendukung kelancaran lalu lintas data. Kendala seperti keterbatasan bandwidth, server down, dan biaya pemeliharaan menjadi penghambat efektivitas layanan. Sejak peluncuran smart city pada tahun 2014, WiFi gratis sempat menjadi prioritas, namun kini fokus beralih ke peningkatan kualitas hidup masyarakat. Meski konsep sensor untuk deteksi kemacetan dan bencana sudah diperkenalkan, implementasinya masih perlu diperluas dan ditingkatkan efektivitasnya. Kolaborasi lintas sektor dan penguatan infrastruktur menjadi kunci menuju tata kelola kota yang cerdas
Open Government
Kota Bandung telah menunjukkan komitmen terhadap penerapan open government dengan mendapatkan penghargaan sebagai Badan Publik Kategori Pemerintah Kabupaten/Kota Informatif dalam E-Monev Keterbukaan Informasi Publik dalam kurun waktu tujuh tahun berturut- turut sejak 2016. Pengakuan ini mencerminkan keberhasilan Kota Bandung dalam membangun tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel, sejalan dengan prinsip smart governance. Kota Bandung telah memenuhi indikator transparansi melalui portal data.bandung.go.id, yang menyediakan akses terbuka terhadap data publik. Untuk indikator keamanan data, Diskominfo Kota Bandung bertanggung jawab memastikan pemeliharaan aplikasi serta melindungi privasi data warga dan pemerintah. Upaya ini memperkuat posisi Kota Bandung sebagai kota dengan tata kelola modern yang berorientasi pada pelayanan publik yang lebih baik.Â
Hambatan Penerapan Smart City Kota Bandung
Proses implementasi smart city di Kota Bandung menghadapi sejumlah hambatan yang dapat diidentifikasi melalui empat indikator utama diantaranya kurangnya koordinasi antara petugas internal maupun pusat, keterbatasan kompetensi sumber daya manusia dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi, arahan yang kurang jelas dari pimpinan, serta birokrasi vertikal yang memperlambat pengembangan aplikasi dan layanan digital. Hambatan ini mengindikasikan perlunya perbaikan komunikasi, peningkatan kapasitas SDM, kejelasan disposisi, dan reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan digital secara optimal.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H