Mohon tunggu...
fatiya
fatiya Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

mahasiswa yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Spekulasi Mengenai Perubahan Iklim pada Novel Hujan Karya Tere Liye

20 Desember 2023   19:36 Diperbarui: 20 Desember 2023   20:03 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Karya sastra adalah sebuah bentuk karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif dan menggunakan bahasa yang indah serta keberadaannya dapat berguna untuk hal-hal lain (Semi, 1988). Menurut para ahli, karya sastra adalah gagasan seseorang yang didasarkan atas pengalaman, perasaan, ide, semangat, pemikiran dan keyakinan seseorang terhadap tema/topik tertentu. Kemudian dituangkan dalam sebuah karya, dan mampu memengaruhi semangat, perasaan, emosi dan pengalaman pembaca (Sumardjo & Saini, 1977).

Novel merupakan karya prosa fiksi dengan runtutan peristiwa atau kisah kehidupan seseorang serta orang-orang disekitarnya yang panjang dan kompleks. Secara harfiah, mulanya novel berasal dari kata novella berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Abrams, 2019). Menurut KBBI, novel adalah karangan prosa yang panjang, dimana di dalamnya mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dan orang di sekelilingnya dengan cara menonjolkan watak dan sifat pada setiap tokoh tersebut.

Darwis yang lebih dikenal dengan nama pena Tere Liye adalah salah satu penulis terkenal asal Indonesia. Ia sudah mengawali karir menulis sejak tahun 2005 dan sudah menerbitkan lebih dari 50 buku, baik dalam bentuk novel maupun cerita bersambung. Tere Liye dikenal sebagai penulis yang mempunyai gaya bercerita dan menulis yang sederhana, serta mampu menyentuh hati pembaca yang menikmati setiap karyanya. Tema cerita yang diangkat seringkali tentang kehidupan, percintaan, dan persahabatan.

Novel 'Hujan' merupakan salah satu hasil karya fiksi yang ditulis oleh Tere Liye. Novel ini diterbitkan pada tahun 2016 oleh Gramedia Pustaka Utama yang memiliki jumlah halaman sebanyak 320 halaman meliputi 32 sub bab dan epilog. Selain itu, novel ini juga termasuk ke dalam novel bergenre sains fiksi karena salah satu konfliknya menceritakan tentang kondisi dunia yang sedang mengalami perubahan iklim dan bencana alam, yaitu letusan gunung berapi hingga mencapai 8 VEI. Uniknya, penulis mengambil latar waktu di masa depan yaitu tahun 2040 hingga 2050, dimana dunia sudah dipenuhi dengan teknologi-teknologi canggih. Bahkan menurut novel tersebut, peran manusia sudah tergantikan oleh ilmu pengetahuan dan mesin mutakhir pada masa itu.

           Tere Liye mengawali cerita ini dengan seorang anak perempuan berusia 13 tahun bernama Lail yang hendak berangkat ke sekolah bersama sang ibu menggunakan kapsul kereta. Namun, tepat pada hari itu terjadi letusan gunung berapi dan gempa bumi yang sangat dahsyat hingga mencapai skala 10 Richer. Gempa bumi tersebut menyebabkan kerusakan parah, seperti runtuhnya bangunan, tsunami, hujan asam, serta merusak iklim dan cuaca bumi. Bencana ini juga berhasil menghancurkan kota tempat Lail tinggal, bahkan merenggut nyawa kedua orang tua nya. Beruntungnya, Lail diselamatkan oleh seorang anak laki-laki yang menarik ranselnya untuk bisa berhasil keluar dari lubang tangga darurat, Esok namanya. Tokoh 'Esok' pada novel ini merupakan seorang anak lelaki dua tahun lebih tua dari Lail. Esok juga kehilangan empat kakaknya, sedangkan sang ibu harus merelakan satu kakinya untuk di amputasi.

Melalui peristiwa letusan gunung berapi dan gempa bumi tersebut, penulis berusaha menyajikan nilai sosial manusia yang harus saling tolong menolong dan saling bekerja sama untuk kembali beradaptasi dengan situasi bumi. Esok dan Lail yang merupakan karakter utama dari novel ini, mereka ikut serta membantu masyarakat di tenda pengungsian yang disediakan oleh walikota setempat pada saat itu. Tepat setelah dua tahun setelah peristiwa mematikan tersebut, kondisi kota sudah semakin membaik. Sekolah sudah mulai dibuka kembali walaupun hanya beberapa. Setelah walikota mengumumkan bahwa tempat pengungsian akan segera ditutup, Esok dan Lail terpaksa berpisah. Walikota mengadopsi dan membawa Esok ke Ibukota karena anak laki-laki yang sekarang duduk di kelas 12 itu memiliki kecerdasan yang sangat luar biasa. Sementara Lail, ia dipindahkan ke salah satu panti sosial dan bertemu maryam. Tokoh 'Maryam' merupakan teman sekamar Lail yang memiliki karakter lucu dan penuh semangat. Keduanya mengikuti pelatihan untuk menjadi perawat di sebuah pusat bantuan bencana agar dapat membantu orang-orang yang kesulitan.

Tahun 2050, tepatnya setelah dunia hampir pulih seutuhnya, penulis menambahkan konflik yakni hampir seluruh negara subtropis di dunia mengalami perubahan cuaca dingin yang ekstrem. Suhu udara semakin dingin hingga mencapai minus lima derajat. Kota-kota subtropis mengalami krisis pangan yang serius sejak 3 tahun terakhir, dan mereka memiliki rencana yaitu melakukan intervensi pada lapisan stratosfer, melenyapkan miliyaran ton emisi gas sulfur dioksida, yang mana rencana ini ditentang mati-matian oleh negara-negara tropis. Akhirnya muncul kesepakatan bahwa negara tropis akan mengirim bantuan berupa ratusan ribu ton makanan. Kesepakatan itu sudah berjalan selama 3 tahun hingga akhirnya negara subtropis tetap ingin melakukan rencana awal. Salah seorang tokoh Ilmuwan pada novel ini memproyeksikan iklim dunia akan tetap seperti ini hingga lima puluh tahun kedepan. Menurut perhitungan, itu lebih dari satu generasi jika memang penduduknya bisa bertahan atau negara-negara tersebut akan hilang dari atas peta karena penduduknya punah dan melakukan migrasi antarnegara.

Akibat dari dilakukannya intervensi pada lapisan stratosfer, negara-negara tropis ikut mengalami perubahan iklim. Suhu udara menjadi dingin hingga turun salju, terutama di kota tempat tinggal Lail. Tere liye menggambarkan bahwa situasi dunia pada saat itu sedang kacau-balau. Setiap kali ada negara yang mengintervensi lapisan stratosfer, imbasnya pindah ke negara lain. Banyak watak egois yang muncul pada konflik ini. Pemimpin negara saling menuding, saling menyalahkan. Suhu udara di kota Lail masih stabil, hanya salju saja yang menjadi masalah. Dulu itu menjadi pemandangan yang indah, namun sekarang berubah menyebalkan. Pergerakan penduduk terganggu karena salju yang tebal, belum lagi transportasi umum yang mulai terbatas. Lahan pertanian yang tidak bisa ditanami mengakibatkan susahnya produksi makanan. Namun, pemerintah telah membangun beberapa tempat pembagian makanan bagi penduduk yang kurang mampu.

Tere Liye memperkirakan hal ini berlangsung selama satu bulan lebih. Puncak konflik pada novel ini akhirnya terjadi, banyak penduduk yang mulai mendesak untuk segera melakukan intervensi lapisan stratosfer, yaitu dengan menerbangkan pesawat ulang-alik berisi anti gas sulfur dioksida ke angkasa, agar cuaca di kota bisa kembali normal. Mereka tidak peduli soal akibat jangka panjang dari intervensi itu. Kerusuhan itu meletus dimana-mana, hampir semua kota. Pekerja kantor, layanan publik, pabrik, sepakat untuk mogok kerja masal hingga pemerintah meluncurkan pesawat ulang-alik. Di sisi lain, pemerintah pusat belum berani mengambil keputusan, universitas juga menolak mentah-mentah intervensi. Ultimatum telah dikeluarkan, jika pemimpin negeri masih tetap diam, penduduk akan menyerang kantor-kantor pemerintahan.

Setelah banyak pertimbangan, akhirnya pemerintah pusat memutuskan untuk meluncurkan dua belas pesawat ulang-alik ke lapisan stratosfer. Seluruh penduduk kota tertawa senang, menari-nari riang mendengar pengumuman tersebut. Tokoh 'Walikota' mengatakan bahwa ini merupakan keputusan yang sulit, serba salah, karena sekalipun intervensi tidak dilakukan, tidak akan ada yang bisa bertahan seratus tahun dalam musim dingin ekstrem. Enam bulan setelahnya, keadaan kota semakin membaik. Dengan pulihnya iklim, kemajuan teknologi dapat kembali digunakan dan stok bahan pangan lebih cepat tersedia. Namun, persis sejak suhu kembali pulih, tidak ada secuil awan pun muncul. Pagi, siang, sore. Langit terlihat biru sejauh mata memandang, bahkan ketika di malam hari bulan dan bintang terlihat sangat jelas tanpa adanya awan. Fenomena ini terjadi di seluruh dunia, semua penduduk melaporkan bahwa mereka tidak lagi melihat awan di langit.

Seorang tokoh profesor mengatakan bahwa fenomena ini merupakan awal dari kepunahan manusia, tepatnya sejak seluruh negara berlomba-lomba untuk meluncurkan pesawat ulang-alik. Iklim memang pulih dalam jangka pendek. Namun ternyata lapisan stratosfer menjadi rusak, juga lapisan dibawahnya yaitu troposfer. Anti gas sulfur dioksida telah membuat proses pembentukan awan terhenti dan siklus air terputus. Penulis menambahkan klimaks pada peristiwa ini yaitu tepat beberapa hari setelahnya, seluruh pemerintah di dunia mengumumkan secara resmi bahwa hujan tidak akan lagi turun di bumi. Tidak hanya itu, suhu udara juga diproyeksikan akan meningkat signifikan beberapa tahun kedepan, musim panas ekstrem akan menyebar ke seluruh negara tropis maupun subtropis. Beberapa ilmuwan juga mengatakan bahwa dua sampai tiga tahun lagi, suhu akan mencapai 30 hingga 80 derajat Celcius, dimana itu merupakan suhu yang sangat mematikan. Manusia akan menuju masa punahnya.

Namun, Tere Liye menambahkan akhir yang mengejutkan, yakni tanpa diketahui siapapun, beberapa tahun lalu para pemimpin dunia yang masih mempercayai ilmuwan dibanding insting politik atau pemikiran jangka pendek, secara diam-diam berkumpul dan membentuk konsorium rahasia. Mereka menyatakan bahwa hanya ada satu cara, yaitu mengirim manusia untuk meninggalkan bumi. Mereka membuat 4 kapal, dimana setiap kapal bisa menampung sepuluh ribu penduduk, membawanya ke orbit seratus hingga dua ratus kilometer dari bumi, jauh dari lapisan stratosfer. Kapal tersebut akan memberikan tempat tinggal yang sudah didesain sedemikian rupa seperti permukaan bumi yang ideal. prediksinya hingga seratus tahun berlalu dan iklim bumi sudah benar-benar pulih secara alami, penduduk bisa mendarat lagi. Pemilihan sepuluh ribu penduduk akan dilakukan secara adil, mereka membuat mesin yang bisa memilih secara acak, sesuai penyebaran genetik manusia, dari data kependudukan yang ada.

Melalui novel Hujan ini, penulis mencoba untuk menggambarkan spekulasi nya terhadap perubahan iklim dunia beberapa tahun kedepan. Tere Liye berusaha menghadirkan akibat yang dihasilkan dari keegoisan dan keserakahan manusia. Dalam pandangan Tere Liye, jika saja manusia melakukan pemikiran jangka panjang terhadap akibat yang dihasilkan dari peluncuran pesawat ulang-alik, dan memutuskan untuk menunggu musim dingin berlalu, kerusakan bumi mungkin tidak akan terjadi. Akan tetapi sebenarnya, usia bumi pada novel tersebut memang dapat dikatakan sudah tua dan tidak akan bertahan lama. Oleh karena itu, apabila dibiarkan bumi akan hancur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun