Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Polemik Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum

17 Mei 2016   07:11 Diperbarui: 17 Mei 2016   07:27 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 1999 – 2012 Badan Hukum Milik Negara atau yang disingkat dengan BHMN , merupakan suatu bentuk Badan Hukum perguruan Tinggi di Indonesia, akan tetapi saat ini, status Perguruan Tinggi BHMN sudah tidak ada dan telah menjadi PerguruanTinggi Negeri Badan Hukum , diantara Perguruan Tinggi tersebut adalah Universitas Indonesia (UI) di depok , Institut tekhnik bandung (ITB) di bandung , Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor , dan lain-lain .

Pada awalnya Badan Hukum Milik Negara atau BHMN dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka privatisasi lembaga pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri,khususnya sifat nonprofit meski berstatus sebagai badan usaha . Status BHMN diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 1999 .

Setelah  itu pada tahun 2009 terdapat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) merupakan amanah dari pasal 53 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Dasar (UU Sisdiknas) yang menyebutkan penyelenggara dan satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan .

Hal ini berarti semua Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ada pada saat itu harus mengubah bentuk dan menyesuaikan tata kelolanya sebagai Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP)dalam waktu paling lama 3 tahun untuk Perguruan Tinggi Negeri eks Badan Hukum Milik Negara (BHMN) , 4 tahun untuk Perguruan Tinggi Negeri eks Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Pemerintah dan Perguruan Tinggi Negeri berstatus Badan Layanan Umum (BLU) .

Karena perubahan status pada Perguruan Tinggi Negeri tersebut telah menimbulkan reaksi-reaksi dari pihak-pihak yang terkait ,ada pihak yang setuju dengan perubahan status tersebut ada juga pihak yang menolak hal tersebut  . pihak yang setuju umumnya dari kalangan pemerintah dan pimpinan perguruan tinggi negeri  dengan alasan bahwa status Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP) ini akan memberi otonomi dan kemandirian yang lebih luas kepada perguruan tinggi negeri agar mampu berkembang menuju “World Class University “ . Sedangkan yang tidak setuju sebagian besar adalah kalangan dari mahasiswa yang merasa khawatir akan semakin mahalnya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri . Hal ini dikarenakan dengan UU BHP ini PTN-BHPP mempunyai otonomi dan kebijakan yang luas sehingga PTN-BHPP bebas menentukan besaran biaya kuliah dengan “alasan dan dalih” membiayai biaya operasional .

Walaupun dengan kebijakan yang seperti itu , akan tetapi pengaturan pendanaan yang secara khusus mengatur pendanaan perguruan tinggi negeri belum ada, yang ada hanya pengaturan pendanaan pendidikan secara umum ,yaitu pada pasal 46-49 UU Sisdiknas yang tidak dilanjuti dengan PP nomor 8 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dan beberapa pasal dalam UU BHP lalu pengelolaan keuangan PTN-BHPP dibedakan atas dana hibah yang berasal dari APBN dan dana yang berasal dari penerimaan sah PTN-BHPP . Untuk dana APBN,PTN-BHPP wajib membuat laporan keuangan (LK) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari LK Kementerian Pendidikan Nasional yang memuat Neraca ,laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keuangan PTN-BHPP dan lembaga yang berwenang mengauditnya adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) . Sedangkan atas dana yang berasal dari penerimaan sah PTN-BHPP ,maka PTN-BHPP wajib membuat LK yang diaudit oleh auditor independen (ditentukan oleh organ audit ) , disahkan oleh organ representatif pemangku kepentingan, lalu digabung dengan laporan tahunan PTN-BHPP dan diajukan dalam rapat pleno organ representasi untuk selanjutnya disampaikan pada Menteri Pendidikan Nasional lalu diumumkan kepada publik melalui surat kabar nasional .

Wewenang audit oleh BPK hanya atas dana yang berasal dari APBN, sehingga hanya penyalahgunaan terhadap pengunaan APBN saja yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan merugikan negara . sedangkan jika terjadi penyalahgunaan dana yang bukan berasal dari APBN maka itu bukanlah perbuatan yang merugikan Negara,melainkan merugikan PTN-BHPP, yang mekanisme pertanggungjawabannya daitur dalam AD/ART PTN BHPP tersebut .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun