Kasihan saya lihat rakyat Indonesia. Mereka gampang banget diombang-ambing sama gorengan buzzer-buzzer berwatak jahat. Yang terbaru ya rumor sikap politik Partai Demokrat yang mau merapat ke kubu petahana gara-gara AHY memenuhi undangan Jokowi tempo hari.
Padahal tidak ada deal politik di sana. Padahal, kedatangan AHY justru seperti membuka pintu bagi pendinginan tensi politik yang panas. Padahal sudah berkali-kali elit Demokrat bilang kalau partai besutan SBY ini gak bakal ke mana-mana. Demokrat tetap bersama Prabowo-Sandi. Kewajiban moril Demokrat akan dilakukan sampai keluar keputusan resmi pemenang Pilpres 2019.
Meskipun dihajar habis-habisan oleh buzzer-buzzer yang pro politik identitas, SBY tetap sabar. Malahan, SBY sudah menginstruksikan kader-kader Demokrat untuk bantu Prabowo-Sandi kalau nanti berperkara ke Mahkamah Konstitusi (MK). Demokrat siap mendukung bahkan mengirim kader-kader ahli hukum terbaiknya untuk mendukung tim pencari fakta kecurangan pemilu atau BPN Prabowo-Sandi kalau nanti sengketa Pilpres ini bermuara ke jalur hukum.
Nah, di sini kita bisa baca kalau Demokrat benar-benar masih bersama Prabowo-Sandi. Demokrat sudah menegaskan kalau pertarungan pilpres belum selesai. Koalisi masih mengawal rekapitulasi suara di tingkat KPU. Juga kemungkinan mengajukan gugatan hasil pemilu kalau memang diperlukan ke Baswaslu atau Mahkamah Konstitusi.
Intinya SBY dan Demokrat ingin pertarungan ini diteruskan sampai detik-detik penghabisan. Tetapi pertarungan ini harus tetap berada dalam jalur hukum yang berlaku dan menjunjung tinggi norma-norma kebangsaan. Tidak boleh ada aksi-aksi kontitusional di sana.
Makanya, hari ini Demokrat tidak sepemahaman dengan people power yang diserukan Prabowo-Gerindra, PKS serta kelompok-kelompok yang kental memainkan politik identitas. Soalnya, people power yang dimaksud bukan seperti gerakan rakyat tahun 1998 atau 1966. Indonesia hari ini masih punya pranata pemutus sengketa pemilu: Bawaslu dan KPU. Sudah seharusnya seluruh sengketa pemilu disalurkan kepada dua institusi itu. Bukan malah diledakan di jalanan.
Terus terang saya melihat rencana people power ini bak mengadung racun mengerikan: "Prabowo sudah menang, kecuali dicurangi". Siapa yang curang? Seluruhnya. Mulai dari pemerintah, KPU, aparat negara, sampai Bawaslu. Dan mungkin sebentar lagi tudingan curang ini akan dilancarkan pada Mahmakah Konstitusi jika para hakim memutus Prabowo kalah Pilpres.
Ini kan bahaya. Boleh-boleh saja punya dugaan. Tapi di alam demokrasi, kalah-menang atau salah-benar itu ada ukurannya. Ada institusi pemutusnya. Tidak bisa tiba-tiba bilang gue menang pemilu, tanpa ada keputusan resmi KPU. Â
Makin bahaya lagi kalau orang-orang dengan pola pikir "semua di luar kami curang" dihimpun untuk menggeruduk KPU. Apalagi konon sebelum hari H, digeber "simulasi-simulasi" kecil di masing-masing kota. Ini bak skenario menghadap-hadapkan massa rakyat dengan Polisi/TNI. Ada ancaman bentrok-rusuh di sana!
Demokrat tidak mungkin ikut-ikutan meningkatkan tensi politik sehingga ancaman ini semakin menyata. Demokrat tegas, seperti yang sering dikatakan SBY: "berjuang dengan cara-cara yang baik". Demokrat tidak mau mengejar ambisi kekuasaan di atas kehancuran demokrasi, apalagi darah anak bangsa.
Tentu saja pilihan ini tidak akan disukai arus mainstream. Â SBY-Demokrat akan dihabisi. Tak mengapa, itu konsekuensi jalan tengah yang diambil para Demokrat. Sejarah akan mencatat pengabdian ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H