Mohon tunggu...
Fatin NurFaikoh
Fatin NurFaikoh Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN SUKA Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Prodi Sosiologi Agama

Gelandangan Alam semesta🌍

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Tradisi Islam dan Ritual di Pulau Jawa

19 Januari 2021   05:20 Diperbarui: 19 Januari 2021   05:19 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fatin Nur Faikoh 20105040090@student.uin-suka.ac.id

Keberhasilan Syi’ar Agama islam disuatu daerah tidak hanya ditentukan oleh kualitas ajaran agama itu sendiri, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana ajaran itu disampaikan kepada calon pemeluknya. Di Indonesia syi’ar agama sendiri termasuk suatu proses yang unik, menarik, sekaligus cukup dinamis. Meski sudah berlangsung berabad-abad lamanya, hal tersebut masih saja meninggalkan sejumlah persoalan sampai saat ini.

Sebagai masyarakat komunal yang salah satu cirinya ditandai dengan nilai-nilai kekhasan lokal, membuat masyarakat ini sulit menerima kebiasaan maupun ajaran-ajaran yang datang belakangan. Keyainan lama tidak lantas tergantikan oleh keyakinan baru. Justru yang sering terjadi adalah perpaduan beragam nilai, yang mana tanpa disadari membentuk bangunan baru, termasuk pula konteks islam dalam masyarakat Jawa, yang mana pada ahirnya peraturan ini menghasilkan sebuah peradaban baru yang disebut muslim Jawa.

Berbagai pandangan tentang akulturasi nilai-nilai ajaran ini pun dilontarkan. Ada yang setuju, namun tidak sedikit juga yang menolak. Dalam artikel kali ini mengulas adanya kesamaan cara pandang dan tujuan masyarakat Jawa terutama yang diekspresikan melalui ritul-ritual tertentu dengan ajaran ke-islaman, meski tidak secara spesifik menyebut Jawa yang dimaksud, namun sebagai referensi umum yang patut untuk disimak.

Ada dua pokok bahasan yang ditulis dalam artikel ini, yakni tentang siklus kehidupan manusia dan ritual  tradisi islam terhadapnya dan ritual tradisi islam terkait dengan kehamilan masyarakat muslim Jawa.

Pada awal tulisan ini telah diulas tentang tradisi islam di Jawa dan bagaimana peraturan antara islam dan  budaya lokal Jawa. Dijelaskan bahwa syi’ar islam pada prinsipnya ialah selalu menyikapi tradisi lokal masyarakatnya yang mana sebagian diantaranya di padukan menjadi sebuah bagian dari tradisi islam. Prinsip itu didasarkan atas suatu kaidah Ushulliyah yang berbunyi “Menjaga nilai-nilai lama yang baik, sembari mengambil nilai-nilai baru yang baik”.

Islam sendiri  menganut suatu fikih tentang pengakuan terhadap hukum adat. Hukum adat yang dimaksud adalah adat Jama Iyyah yakni, suatu kebiasaan yang dilakukan sekelompok orang secara berulang-ulang. Namun, apabila masih dalam bentuk adat Fardhiyah atau kebiasaan yang dilakukan secara berulang tetapi dalam bentuk personal (pibadi), maka hal tersebut belum bisa dijadikan sebagai sumber penetapan hukum.

Dalam hal ini berarti secara tidak langsung menegaskan bahwa islam merupakan agama yang cukup kooperatif dengan fenomena serta dinamika kebudayaan. Proses asimilasi antara budaya barat dengan budaya islam yang kemudian menghasilkan apa yang disebut dengan istilah ritual dan tradisi Jawa islami. Ada beberapa ritual Jawa yang dipaparkan dalam tulisan ini dengan bahasa antropologis yang dijelaskan melalui pendekatan tafsir agama.

Adapun pembahasan pertama tentang ritual Jawa ialah makna “Sesaji” yakni sebagai salah satu bentuk ekspresi ungkapan rasa syukur dan pendekatan diri kepada Tuhan dengan harapan dijauhkan dari kekuatan-kekuatan negative. Adapun mengenai darana yang digunakan dalam ritual ini kebanyaakan orang Jawa sendiri menggunakan kemenyan, hal ini hanyalah bagian dari media (sarana/wasilah). Jika kemudian banyak orang muslim yang menganggap kemenyan sebagai bagian dari ritual mistik adalah sesuatu yang wajar, yang mana mengingat bahwa kemenyan sendiri sering digunakan untuk praktik-praktik kemusyrikan.

Pada dasarnya, pembakaran kemenyan dalam ritual masyarakat Jawa merupakan suatu bentuk usaha untuk mempermudah mencapaian Khudyu (tahap hening) dan Thadarru (mrngosongkan diri), hal ini dikarenakan zat yang terkandung dalam kemenyan ketika dibakar, yang mana akan menghasilkan bau wangi yang cukup merangsang sekaligus bersifat aromaterapis.

Ritual selanjutnya ialah upacara Mapati atau disebut juga Ngupati. Ritual ini merupakan ritual empat bulanan masa kehamilan, yang mana masyarakat Jawa sendiri biasanya  melangsungkan upacara pemberian makan yang mana salah satu menunya adalah ketupat. Meski hal ini pada kenyataannya tidak hanya berlaku di Jawa saja tetapi juga dilakukan oleh sebagain besar masyarakat muslim di Asia Tenggara. Dalam islam, ritual ngupati ini didasarkan pada hadits yang berbunyi “Bahwa pada masa usia 120 hari dari kehamilan atau empat bulan, maka Allah meniupkan ruh kepada janin dalam kandungan. Sementara ruh ditiupkan, pada saat itu ditentukan juga rezeki dan ajalnya”. Tiga bulan kemudian, tepatnya di usia kandungan tujuh bulan juga diadakan ritual yang oleh masyarakat jawa disebut dengan istilah Mitoni atau Tingkepan. Hal ini pun bukan berarti tak beralasan, dipilihnya bulan ketujuh masa kehamilan disebabkan karena bentuk bayi pada usia itu sudah sempurna. Adapun bentuk upacara Mitoni ini sama dengan Mapati, yakni berupa sedekah dan penyampaian doa-doa agar bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun