Saat unsur-unsur Barat mulai memasuki dunia Islam disertai dengan ambisi kekuasaan, kekhilafahan mulai runtuh. Hilangnya wilayah-wilayah kekuasaan yang diambil oleh Barat pada Perang Dunia 1 menandai awal kemunduran tersebut. Pukulan terakhir bagi kekhilafahan Utsmaniyyah datang ketika Mustafa Kemal Ataturk memimpin perubahan besar, membubarkan sistemem kekhalifahan sekaligus menghapuskan hukum Islam dari Turki dan menerapkan sekularisme secara menyeluruh mengubah Hagia Sophia menjadi museum, melarang jilbab dan menerapkan berbagai larangan serta kebijakan lainnya.
Runtuhnya khilafah Utsmaniyyah memberikan dampak yang sangat besar bagi kaum Muslimin. Umat Islam kehilangan simbol utama kesatuan dan kepemimpinan politik, mengalami penjajahan secara langsung maupun tidak langsung seperti ghazwul fikr, serta banyaknya konflik berkepanjangan di dunia Islam. Berbagai konflik ini menyebabkan stagnasi dalam perkembangan Islam dan menghambat pembaharuan. Meskipun membawa banyak dampak negatif, namun ada juga dampak positifnya. Hal ini mendorong munculnya gerakan nasionalisme di berbagai wilayah bekas kekhilafahan yang kemudian memicu perjuangan kemerdekaan dari penjajah kolonial, seperti negara Mesir, Suriah dan Irak yang berhasil meraih kemerdekaan dan membentuk identitas nasional yang kuat. Kesadaran akan Pan-Islamisme mulai muncul di kalangan umat Islam, yang kemudian memunculkan gerakan-gerakan pembaruan dalam Islam.
Tokoh-tokoh dan organisasi Islam mulai menggalakkan pendidikan, pembangunan ekonomi serta mendorong kemajuan sosial di banyak negara Muslim. Selain itu, keruntuhan kekhilafahan juga memicu lahirnya Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tahun 1969 M yang bertujuan menyatukan negara-negara Islam dan memperkuat solidaritas serta kerjasama internasional di antara mereka.
Pergantian presiden Turki terus berlanjut hingga mencapai pada masa pemerintahan Presiden Erdogan yang memulai upaya untuk menyatukan kembali nila-nilai keislaman yang sempat terpinggirkan. Banyak sekali upaya yang dilakukan oleh Erdogan untuk membuat Turki kembali dengan nila-nilai Islam, diantaranya adalah dia mulai membangun masjid-masjid baru di seluruh Turki, mendukung penggunaan bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari, ikut berperan aktif dalam isu yang berkaitan dengan dunia Muslim dan masih banyak kegiatan lainnya.
Erdogan juga turut berperan aktif dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Banyak negara yang turut serta dalam organisasi ini karena memiliki tujuan saling bekerjasama dalam melindungi kepentingan dan keberhasilan umat Islam di seluruh dunia. Erdogan menjalin hubungan yang erat dengan negara-negara anggota OKI. Di samping itu, dia juga sering menyuarakan betapa pentingnya solidaritas Muslim. Dia mengajak para pemimpin dunia Muslim untuk membantu krisis di Rohingya, dia pernah mengkritik secara keras terkait kebijakan Israel di Palestina dan menjadi pembicara ketika mengecam kebijakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat terkait Yerusalem.
Turki merupakan salah satu anggota pendiri Organisasi Konferensi Islam, begitu pula dengan negara Indonesia. Namun beberapa tahun sebelum organisasi ini disahkan, beberapa negara Islam pernah mengadakan konferensi yang membahas mengenai masalah yang dialami oleh kaum muslimin pada saat itu. Konferensi pertama diadakan di Istanbul yang dipimpin oleh Sultan Abdul Hamid II dan dihadiri oleh beberapa negara dan wilayah yang mayoritas penduduknya Islam seperti persia, Mesir, India, Afghanistan, Kesultanan Aceh, Kesultanan Brunei dan beberapa wilayah lainnya. Konferensi inilah yang menjadi cikal bakal pembentukan Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Di tanah air, keruntuhan Khilafah Utsmaniyyah juga berdampak signifikan terhadap politik di Indonesia. Kehancuran kekhilafahan memicu gelombang nasionalisme yang turut mempengaruhi politik di Indonesia. Para cendekiawan dan aktivis mulai melihat keruntuhan tersebut sebagai dorongan untuk memperbarui sistem kepemimpinan lokal dan mengadopsi ideologi Barat. Seperti demokrasi sebagai cara untuk meningkatkan stabilitas dan kemajuan politik di Indonesia. Proses ini berkontribusi pada dinamika politik dalam negeri, mempercepat pergeseran menuju struktur pemerintahan yang lebih modern dan responsif terhadap tantangan zaman.
Ditengah kehidupan demokrasi, Indonesia berperan aktif dalam OKI (Organisasai Konferensi Islam). Keanggotaan Indonesia mencerminkan komitmen terhadap prinsip-prinsip hukum internasional.
Namun, beberapa tokoh Muslim mencari cara baru untuk menghadirkan da'wah pada sebuah politik seperti Mohammad Natsir, KH Hasyim Asy'ari, Haji Agus Salim, Buya Hamka, Prawoto Mangkusasmito, Amin Rais dan juga banyak tokoh lain yang ilmu dan tujuannya terus berlanjut hingga saat ini. Beberapa tokoh tersebut menganjurkan keterlibatan aktif negara dalam menegakkan nila-nilai Islam, sementara yang lain mungkin mempertahankan prinsip sekularisme.
Kejatuhan Turki Utsmani memicu perubahan besar dalam perilaku politik di kalangan komunitas Muslim Indonesia. Banyak pemimpin dan cendekiawan Muslim Indonesia yang mulai mengadopsi ideologi reformis, termasuk demokrasi dan nasionalisme sebagai respon terhadap perubahan global. Hal ini menunjukkan pergeseran dari pendekatan tradisional menuju pola pikir yang lebih modern dan adaptif dalam Islam politik.
Sebelum kejatuhan tersebut, banyak gerakan Islam di Indonesia terinspirasi oleh struktur kekhalifahan Turki Utsmani, yang mengedepankan ideologi tradisional. Namun setelah runtuhnya kekhilafahan banyak pemimpin yang mulai mengadopsi ide-ide reformis yang lebih modern. Mereka mulai memperkenalkan konsep-konsep seperti demokrasi nasionalisme, yang menjadi respon terhadap perubahan global yang cepat. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas Muslim Indonesia mengalami pergeseran dari pendekatan politik tradisional menuju pola pikir yang lebih adaptif dan progresif dalam Islam politik.