Mohon tunggu...
Fatimatuzzahra Amiwijaya
Fatimatuzzahra Amiwijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - S1 Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta - Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Belajar Mensyukuri Hidup dengan Memahami Konsep Kebahagiaan Mulur-Mungkret Ki Ageng Suryomentaram (KAS)

12 Oktober 2022   10:56 Diperbarui: 12 Oktober 2022   11:26 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam bahasa jawa, bahagia disebut dengan bungah, sebaliknya sedih disebut dengan susah. Menurut konsep yang dikemukakan Ki Ageng Suryomentaram, kebahagiaan dan penderitaan dalam hidup manusia ini datang silih berganti. Oleh karena itu tidak ada barang yang dimiliki oleh seseorang yang harus diterima atau ditolak mati-matian. Dalam kitab kawruh begja Sawetah, Suryomentaram (1989) menyebutkan bahwa "mboten wonten barang ingkang pantes dipun padosi kanti mati-matian, utawi dipun ceri-ceri dipun tampik kanthi mati-matian."

Kebahagiaan dalam hidup menurut Suryomentaram tidak ada yang abadi. Kebahagian dan penderitaan adalah pasangan yang abadi pula. Kebahagiaan kadang muncul kadang pula tidak muncul. Oleh karena itu disini timbul hukum mulur-mungkret (mengembang-mengempis). Adanya mulur-mungkret kebahagiaan dalam diri manusia disebabkan karena adanya keinginan yang disebut dengan karep. 

Karep manusia yang menentukan kebahagiaan seseorang. Ketika karep terpenuhi maka orang menjadi bungah, sebaliknya ketika karep tidak terpenuhi maka orang menjadi susah. Konsep kebahagiaan dalam hukum mulur-mungkret sebagai berikut: 

"Apabila karep tercapai maka kebahagiaan akan mulur sebaliknya ketika karep tidak tercapai maka kebahagiaan akan mungkret."

Sebagai contoh, seorang siswa, bungah mereka akan mulur apabila dalam ujian semester mereka mendapatkan nilai yang baik dan tidak mengikuti remedial, sebaliknya jika mendapatkan nilai yang rendah sehingga harus mengikuti ujian perbaikan nilai, bungah mereka menjadi mungkret. Dari contoh ini dapat dipahami bahwa kebahagiaan seseorang terjadi karena terpenuhinya kebutuhan pribadi atau keinginan yang mereka miliki.

Namun. bagi beberapa siswa, hanya mendapat nilai yang baik saja mungkin tidak cukup, mereka memiliki keinginan untuk menjadi juara kelas. Dalam hal ini manusia memiliki ukuran bungah dan susah tersendiri.

Berdasarkan contoh di atas, dapat dipahami bahwa manusia diatur oleh karepnya sendiri. Lalu apa yang menyebabkan karep pada manusia? Suryomentaram menjawab terdapat 3 hal yang menyebabkan karep, yaitu semat/harta, derajat/kemuliaan, dan kramat/kekuasaan. 

Bungah seseorang juga ditentukan oleh ketiga hal tersebut. Ketika semat, derajat dan kramat seseorang bertambah maka bungah menjadi mulur, dan sebaliknya apabila ketiganya berkurang maka bungah menjadi mungkret.

Karena karep ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka menurut Suryomentaram manusia hendaknya harus mawas diri, terutama terhadap karep. Individu yang bisa mengatur karep maka ia bisa senantiasa bungah dalam hidup. Oleh karena itu muncul istilah nyawang karep, yang berarti mengawasi terhadap keinginan yang dimiliki.

Ketika manusia senantiasa bersyukur dengan apa yang sudah dimilikinya, maka mencapai bungah dalam hidup tidaklah sulit. Dengan bersyukur, manusia dapat lebih memahami apa saja yang sudah dimilikinya dalam hidup dan memahami potensi yang dapat dikembangkan. Dengan demikian, manusia dapat menentukan karep yang realistis sehingga dapat terpenuhi dan mencapai bungah yang mulur.

Daftar Pustaka:

Rahmadi, S., & Abas, Z. (2020). Konsep Kebahagiaan Menurut Pemikiran Suryomentaram (Doctoral dissertation, IAIN SURAKARTA).

El-Zastrouw, N. (2020). Menuju Sosiologi Nusantara: Analisa Sosiologis Ajaran Ki Ageng Suryomentaram dan Amanat Galunggung. ISLAM NUSANTARA: Journal for the Study of Islamic History and Culture, 1(1), 89-144.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun