Mohon tunggu...
fatimatus zahro
fatimatus zahro Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

Membaca adalah jendela dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta dalam Diam

8 Oktober 2019   18:35 Diperbarui: 8 Oktober 2019   18:54 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Aku seorang santri di kota kecil bernama Bondowoso, namaku Aisyah, sekarang merupakan pendidikan terakhirku disini dan keberdaanku juga, karena kedua orang tuaku menyuruhku boyong dan ikut membantu keduaorang tuaku dirumah. 

Sedih rasanya harus berpisah dengan pesantren yang telah membinaku menjadi insan yang lebih dewasa dan berilmu, juga dengan teman-teman, dan juga dia. 3 tahun aku memendam perasaanku padanya, dia merupakan ustad di pesantrenku, ustad baru kala itu. Namanya Ahmad Farhan Abdillah.

Kala  itu, semua orang membicarakan dia, tentang kecerdasannya, ketampanannya, keilmuannya, keluarganya dan semuanya tentang dia. Awalnya aku tidak begitu memperdulikannya, karena pada hakikatnya dia tetap manusia biasa dan juga mempunyai kekurangan layaknya kita. Tapi apalah daya ketika yang Maha Cinta menumbuhkannya di hati orang yang tak peduli ini.

Waktu itu, aku mau berangkat sekolah dan entah kenapa aku menjadi yang terakhir berangkat dan langkahku terhenti ketika aku hampir saja menabrak seorang ikhwan.

"Maaf.."  Ucapku kemudian aku hendak berjalan kembali, akan tetapi langkahku terhenti ketika mendengar suaranya. "Iya.., lain kali jangan tergesa-gesa." Dan entah kenapa aku melihat kearahnya, tatapan kami bertemu kemudian aku tersadar  "Astagfirullah.." dan langsung menundukkan pandanganku dan langsung berjalan kembali menuju kelas.

Aku bertanya-tanya siapa ikhwan itu? Dia seperti bukan seorang santri akankah dia ustad itu? Entahlah aku tidak tahu dan tidak mau peduli. Tapi mungkin Allah mentakdirkan aku mengetahui siapa dia, ketika sahabatku aini memberitahuku tentang ustad itu, setelah mendengar cerita darinya aku tahu bahwa ternyata ikhwan waktu itu adalah ustad Farhan.

Aku tak pernah berfikir untuk menyukainya, tapi Allah tumbuhkan rasa itu. Pantaskah rasa itu hadir, dia adalah guruku. Mungkin awalnya hanyalah rasa kagum tapi rasa itu bertambah tiap harinya. 

Aku semakin bingung dan tak tahu harus bersikap bagaimana, akan tetapi aku masih mempunyai Allah, Sang Maha Cinta. Aku tak pernah mengakatakan kepada siapapun tentang perasaanku  bahkan sahabatku Aini.

Karena mengatakan kepada orang lain bahkan sampai koar-koar kepada manusia tidak ada untung dan manfaatnya lebih baik aku koar-koarkan rasaku kepada Yang Maha Cinta, karena dengan koar-koar kepada-Nya mungkin bisa membuatku berjodoh dengannya walaupun aku tahu jodohku sudah Allah tentukan di lauh mahfudz sana, tapi setidaknya hatiku menjadi tenang ketika bercerita kepada-Nya. Aku mencintainya dalam diam. Cinta dalam diamku dengan cara berkomunikasi denga penciptaku.

Allah mungkin tdak menghendaki rasaku terlalu lama kepadanya karena kini aku mendengar kabar bahwa dia hendak bertunangan dengan seorang wanita pilihannya. Hatiku sakit, seperti ada benda keras yang membentur hatiku. Di sepertiga malam aku terbangun dari mimpi indahku, aku ambil wudhu dan aku ambil sajadah dan mukenah, aku laksanakan sholat tahajjud 8 rakaat. Hatiku pilu tanganku serasa engganku tengadahkan, kabar itu serasa menyayat hati dan membuatku putus asa.

"Wahai Dzat yang Maha Cinta. Bukankah Engkau yang tumbuhkan rasa ini dihatiku. Bukankah awalnya rasa ini tidak ada, maka aku minta tolong hilangkan rasa ini seperti pada awalnya. Karena tidak sepantasnya aku masih memiliki rasa ini kepadanya. 

Dan aku bukan lagi calon yang menjadi tulang rusuknya, karena dia sudah menemukan tulang rusuknya. Relakanlah hati ini membiarkan tubuh itu bersatu dengan tulang rusuknya. Karena dia bukan tempat yang bisa ditempati tulang rusukku lagi.

Wahai Dzat yang memiliki langit dan bumi dan semua yang ada, bukankah banyak lelaki di bumiMu yang luas ini, maka pilihkanlah salah satu diantara mereka untukku, untukku jadikan panutan dalam melaksanakan perintahMu, untukku jadikan sandaran ketika suka dan duka, dan imam dalam taat kepadaMu. Ikhlaskan hati ini ya Allah dan gantikanlah dia dengan orang yang lebih baik darinya." Air mata sudah tak dapat ku bendung lagi, suaraku rasanya tercekat di tenggorokan apa yang ada di hatiku tak dapat kusuarakan lagi, tapi Dia tahu segala apa yang ada dihatiku. Ku pasrahkan semuanya kepada-Nya.
***
Pagi ini aku awali seperti hari-hari biasanya walau perasaan sakit itu masih ada, aku mencoba mengalihkan dengan melakukan aktifitas yang bisa membuatku lupa.
Kemudian bapak datang mengunjungiku tanpa aku duga, dan membuatku bertanya-tanya 'ada perlu  apa beliau datang?' Aku mencium punggung tangannya. "Ada perlu apa bapak??" tanyaku yang sudah penasaran dengan maksud kedatangan beliau. 

"Begini Ais..., ada yang melamarmu, namanya Ahmad. Apakah kamu mau menerimanya?? Jika kamu menerimanya, maka seminggu dari kamu menerimanya bapak akan langsung melangsungkan akadmu dengannya." Mendengar ucapan bapak aku terkejut bukan main, pasalnya aku tidak tahu bagaimana dia dan kemudian langsung akad ya Allah yang benar saja. Aku terdiam. 

"kamu tidak perlu khwawatir, nak Ahmad merupakan anak yang baik, soleh dan insyaallah dia mampu membimbingmu, bagaimana??" Aku tak berfikir panjang lagi jika menurut bapak dia adalah laki-laki yang baik maka dia baik untukku, aku menjawab dengan mantap, karena aku tahu ustad Farhan tidak akan menjadikanku tulang rusuknya, karena aku mungkin bukanlah jodohnya. "iya bapak, Ais bersedia. Jika dia baik menurut bapak, maka dia baik menurut Ais". 

Wajah bapak terlihat sangat senang. "apakah kamu tidak ingin melihat bagaimana nak Ahmad?" "Tidak bapak, lebih baik aku melihatnya setelah akad saja." Bapak tersenyum." Kalau begitu, bapak pulang dulu."

Setelah bapak pulang aku menceritakan berita itu kepada Aini sahabatku dan juga perasanku dulu kepada ustad Farhan. Dia terkejut bukan main."Kamu sungguh mau menikah Is, tapi kamukan tidak tahu dia gimana. Mungkin dia cacat atau gimana??". Aku tahu dia tidak berusaha menjelek-jelekkan mas Ahmad tapi itulah yang terbaik menurutku. 

"Kamu memang ada benarnya Ai, tapi aku yakin dia baik, karena dia pilihan orang tuaku dan aku yakin dia baik untukku." "Ya semoga saja, aku akan doakan yang terbaik untukmu. Dan kamu harus kuat menjalani semua ini." "Ya Amin..."

Seminggu itu terasa sangat cepat sekali, dan sekarang saatnya aku pulang. Sesampainya dirumah aku langsung didandani dan memakai kebaya warna putih gading. Aku menunggu dengan cemas di kamar, tapi kenapa hati ini sangat kotor karena masih memikirkan ustad Farhan dan menyukainya padahal aku sekarang sudah resmi menjadi istri orang, karena di luar sudah terdengar suara "SAH".

Perasaanku bingung dan tubuhku menengang ketika suara knop pintu terbuka, aku tahu dia sudah berada di kamar yang sama bersamaku. "Assalamualaikum zaujati.." 

"Walaikum salam zauji..." suaranya seperti kukenal. Tapi aku masih tidak menatap kepadanya aku masih menunduk. "Bolehkah aku menatap wajah istriku..." suara itu, tidak mungkin. Kemudian aku beranikan diri untuk melihat ke arahnya. 

Dia tersenyum. Dia sangat tampan, solih, berpengetahuan luas, dan lelaki yang ku puja. Ahmad Farhan Abdillah. "Ustad..." lirihku."Hubby jangan kau panggil aku ustad karena sekarang aku adalah suamimu...". "Tapi kenapa..?"tanyaku bingung. "Kamu ingat pertemuan kita yang pertama, dari situ aku selalu memikirkanmu menyebutmu dalam doaku, menilai dan melihatmu dari kejauhan. 

Dan saat inilah aku memberanikan diri melihatmu dan berbicara denganmu dengan cara yang diridhoi oleh Allah. Ana uhibbu ka fillah ya zaujati...". Aku menangis bahagia dan mengahambur kepelukannya. Allah kabulkan doaku dan mempertemukanku dengannya dengan jalan yang diridhoi-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun