Mohon tunggu...
fatimah khasanah
fatimah khasanah Mohon Tunggu... -

Ridha orang tua adalah kunci utama keberhasilan seorang anak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Besarnya Perjuanganmu, Ibu

17 Maret 2015   20:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:31 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

4 April 2007, 07.00 WIB

Semilir angin dipagi hari yang begitu sejuk terasa begitu menenangkan jiwa, ditambah suasana pedesaan yang banyak dihiasi dengan hijaunya dedaunan, ladang-ladang yang terbentang luas, semakin menambah kesejukan udaranya,,, membuat siapapun yang merasakannya akan mudah terlelap lantaran kesejukan udara di desa itu...

Begitulah yang dirasakan humaira di desanya (Sukosari) ketika ia sedang menikmati udara segar pagi hari didepan rumahnya, sambil duduk diterasdan mengelus-elus perutnya yang semakin hari semakin membesar. Yah, saat ini humaira memang sedang hamil anak ketiganya dari pernikahannya dengan seorang guru bernama wildan, setelah beberapa tahun menikah dan mengalami keguguran berkali-kali lantaran mengalami komplikasi persalinan dan baru saat ini merasakan kehamilan yang sesungguhnya, bayi yang selama ini ia nanti-nantikan sebentar lagi akan segera keluar dari tempat persembunyiannya, dan akan menjadi pelengkap dalam kehidupan rumah tangganya bersama wildan. Hanya tinggal menuggu beberapa hari lagi humaira akan benar-benar menjadi seorang ibu karna saat ini usia kandungannya sudah menginjak bulan ke-9 akhir dan dokter telah memprediksi kelahirannya pada tanggal 7 april 2007

Tiba-tiba sentuhan telapak tangan yang begitu lembut membuat himaira tersadar dari lamunannya

Nira...sudah siang, ayo kita sarapan dulu... (ajak wildan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang kemudian membantu humaira untuk beranjak dari tempat duduknya)

Iya mas... ( keduanya masuk ke dalam rumah menuju meja makan untuk sarapan pagi).

Mas... (humaira membuka pembicaraan ketika wildan sedang asyik menikmati mujaer bakar yang baru dimasak olehnya)

Iya nir, ada apa...? (sambil memperhatikan istrinya)

Kalau anak kita lahir, mas mau kasih nama siapa...? (tanya humaira dengan seuntai senyum dibibir manisnya)

Tergantung nir... kalau laki-laki, aku ingin memberinya nama Muhammad Nursyah, tapi bila perempuan, akan kuberi nama Fatimah Az-Zahra, sebagaimana nama putri Rasulullah ( jawab wildan dengan tenang disertai seuntai senyumam manis yang mampu membuat hati humaira berbunga-bunga)

Nama yang sungguh indah mas...

Iya sayang...

***

selesai sarapan pagi, wildan bersiap-siap untuk berangkat ngajar, namun sebelum itu ia akan mengantarkan humaira kerumah ibunya yang tak begitu jauh dari rumah mereka, mengingat usia kehamilan humaira yang sudah 9 bulan, ia khawatir jika ia meninggalkan istrinya sendirian di rumah

Nira... ayo berangkat ini sudah siang... (ajak wildan dengan penuh kelembutan)

Iya mas, tapi perutku sudah dua hari ini rasanya gak seperti biasanya mas...? ( sambil mengelus-elus perutnya dan sedikit menahan sakit)

Apakah sudah waktunya nir, kok kamu baru bilang sekarang...? bukankah kata dokter masih empat hari lagi...? (tanya wildan penuh khawatir)

Aku juga gak tahu mas... ya sudah, ayo kita berangkat sekarang, nanti kamu telat ke sekolahnya...

Gak nir, aku akan minta izin kepala sekolah untuk libur hari ini, aku khawatir sama kamu, aku takut kamu kenapa-napa... ( sambil menombol panggilan suara ke salah satu kontak person yang ada di hp nya yang tak lain adalah nomor kepala sekolah dimana wildan mengajar dan ia juga menghubungi keluarga humaira untuk memberi tahu keadaan humaira)

selesai meminta izin kepada kepala sekolah, wildan langsung membawa humaira ke rumah sakit yang tak begitu jauh dari rumah mereka lantaran melihat humaira yang semakin kesakitan

***

Wildan duduk disebuah kursi panjang didepan ruang KIA (persalinan) dimana humaira sedang diperiksa oleh dokter farida,ia tampak begitu gelisah, dan beberapa menit kemudian dokter farida keluar dari ruang KIA

Bagaimana dok keadaan istri saya...? ( tanya wildan penuh khawatir)

Istri mas wildan akan melahirkan hari ini, jalan bayi sudah terbuka (leher rahim sudah melebar), maswildan tenang saja...

Iya dok, mohon bantuannya untuk kelahiran istri saya,,,

Pasti mas wildan... saya tinggal dulu... (dokter masuk ke dalam ruangan KIA).

Nak wildan, bagaimana keadaan nira...? (kedua orang tua humaira tiba-tiba sudah ada di belakang wildan)

Ibu, bapak... ( sambil mencium kedua tangan mertuanya). Nira akan segera melahirkan bu, pak.. ini saya mau pulang dulu bu, pak, untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan nira ketika melahiran nanti...

Kamu disini saja, biar ibu sama bapak yang urus, kamu tunggui nira... saat ini dia sangat membutuhkanmu... (jawab bu romlah sambil memegang pundak menantunya untuk menenangkan hati menantunya)

Iya nak, kamu tunggui nira saja, biar bapak dan ibu yang yang urus (imbuh pak qosim)

Baik... terimakasih banyak bu, pak...

Iya nak... (pak qosim dan bu romlah bergegas pergi untuk mengambil segala sesuatu yang akan dibutuhkan nira ketika melahirkan dan wildan masuk kedalam ruang persalinan).

***

malam telah tiba tepatnya jama 10 malam, akan tetapi humaira masih belum juga melahirkan, kegelisahan tampak begitu jelas pada raut wajah wildan yang sedari tadi duduk di kursi panjang didepan ruang KIA bersama kedua orang tua dan mertuanya

Mas wildan, istri anda harus di caesar (operasi untuk kelahiran). Karna kondisi bayi yang tidak begitu kuat, sebenarnya ketuban sudah pecah tapi bayi kurang memberikan dorongan dari dalam, sebaiknya mas wildan segera masuk dan membujuk nira agar ia mau di caesar, karna dari tadi saya membujuknya tapi dia tidak mau... jika tidak segera dilakukan, ini akan berbahaya bagi keduanya...

wildan menatap kedua orang tua dan mertuanya, dan mereka menganggukkan kepala pertanda setuju, kemudian wildan segera masuk

Mas... ( panggil nira dengan suara yang lemah)

Iya nir, aku disini... ( wildan berusaha menguatkan hati istrinya dan menggenggam kedua tangan istrinya).

Aku tidak mau caesar mas... aku ingin melahirkan secara normal... ( pinta humaira dengan dengan lirih)

Kamu harus sabar, kita tidak ada pilihan lagi sayang... ( hibur wildan)

( nira mengelus-elus perutnya, seraya berkata) ayo anakku, kita coba sekali lagi, insyaallah kita bisa, jangan biarkan ibu operasi caesar nak...

bismillahirrahmanirrahim...(nira mengambil nafas panjang kemudian mengedan dengan sekuat tenaga dengan dibantu dokter farida dan kedua susternya, hingga keringat membasahi sekujur tubuh humaira akan tetapi ia tak merasa letih sedikitpun)

lantaran tak tega melihat istrinya, wildan memutuskan untuk keluar dari ruang persalinan, ia tak dapat membayangkan bagaimana sakit yang dirasakan istrinya saat ini, hingga airnya matanya mulai membentuk parit-parit kecil dipipinya... namun dalam hatinya taka henti-hentinya ia panjatkan do’a kepada Allah sang pencipta dan penguasa seluruh alam semesta agar Allah mempermudah proses kelahiran istrinya.

setelah beberapa jam menunngu, tepatnya jam 12.00 akhirnya terdengar suara tangisan bayi dari ruangan humaira

Alhamdulillah... (wildan begitu lega mendengar bayinya telah lahir, dan ia segera masuk ke dalam ruang persalinan untuk segera mengadzani si bayi)

Wildan melihat humaira masih terbaring lemah di atas ranjangnya, dan suster masih membersihkan darah-darah humaira akan tetapi humaira masih bisa menunjukkan senyum bahagianya pada suaminya

Bismillahirrahmanirrahiim... (perlahan wildan mulai melantunkan adzan ditelinga kanan anaknya, ia hayati makna dari tiap kata yang ia ucapkan, ia sadari bahwa Allah memang maha besar, karna baru kali ini ia melihat bagaimana perjuangan seoang ibu ketika melahirkan anaknya, hingga tak terasa air mata telah membasahi kedua pipinya, kemudian ia lanjutkan pada telinga kiri anaknya hingga selesai)

Mas wildan silahkan tunggu di luar sebentar, saya akan memandikan bayinya dulu... (pinta dokter farida)

Iya dok...terimakasih (wildan keluar dari ruang KIA)

Bagaimana bayinya nak...? sehat...? Apa jenis kelaminnya...? (tanya bu aminah dan bu romlah tanpa bertele-tele)

Laki-laki bu dan alhamdulillah sehat... (jawab wildan dengan senyum mengembang dipipinya)

Saya jadi tidak sabar ingin segera melihatnya bu (ungkap bu romlah pada bu aminah penuh rasa bahagia dan penasaran)

Iya bu, saya juga...

pak qosim dan pak abdullah hanya tersenyum melihat istri-istri mereka, dan wildan juga ikut tersenyum menyaksikan kedua ibunya itu

(beberapa menit kemudian dokter farida keluar dari ruang persalinan)

Bagaimana dok, apa kita sudah boleh masuk...? (tanya bu romlah dan bu aminah bersamaan)

Iya buk, silahkan... tapi kondisi ibu dan bayi masih lemah... baru bisa dibawa pulang besok pagi...

Alhamdulillah... (mereka mengucapkan syukur bersamaan)

Boleh kami melihatnya sekarang dok...? (tanya wildan)

Iya, mas wildan silahkan...

Iya dok, terimakasih (kemudia wildan dan yang lainnya masuk ke dalam ruang persalinan)

***

Nira tersenyum melihat kedatangan keluarganya, dan wildan langsung memeluk erat istrinya

Alhamdulillah Allah permudah segalanya... (bisik wildan pada istrinya)

Iya mas...

Bayi kalian begitu tampan dan sehat... akan kalian beri nama siapa nak... (tanya bu romlah sambil mengelus-elus bayi mungil yang sedang digendong oleh bu aminah)

Muhammad Nursyah bu... (jawab wildan dengan senyum bahagia)

Nama yang bagus... (jawab pak qosim dan pak abdullah bersamaan, memecah gelak tawa semua orang yang ada di ruangan itu)

***

5 April 2007, 07.00 WIB

Humaira dan oca/nursyah dibawa pulang oleh wildan dan keluarganya, dengan menaiki mobil pribadi milik keluarga wildan setelah melunasi semua biaya administrasi. Senyum bahagia tampak begitu jelas pada wajah seluruh keluarga tersebut setelah semua perjuangan yang telah dilalui oleh humaira dalam mempertaruhkan nyawa demi sang buah hati tecinta, yang terlahir pada 4 April 2007, 12.00 WIB.

~Terimakasih~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun