Mohon tunggu...
Siti Fatimah
Siti Fatimah Mohon Tunggu... Jurnalis - Fatimah asy-sairi

Kompasiana mendunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perjalanan Mbah Hudi

14 Juli 2020   10:04 Diperbarui: 14 Juli 2020   09:54 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biografi Al Maghfurlah KH Masyhudi nadzhif
Namanya adalah KH MASYHUDI NADLIF atau akrab dipanggil Mbah Syudi lahir 4 April 1946. Sosok Kiai yang telah wafat beberapa tahun yang lalu adalah asli kelahiran bumi Kartini Jepara yang termasuk salah satu diantara tokoh langka di wilayah Jepara Jawa Tengah. 

Mbah Syudi merupakan pengasuh Pondok Pesantren MIFTAHUN NAJAH Tahunan Jepara yang berlokasi disebelah YAPTINU Jepara.Para santrinya mengenal Kiai sederhana ini sebagai sosok yang tidak pernah berkeluh kesah menghadapi ganasnya kehidupan. Ajarannya tentang kesabaran, kedermawanan dan Qona'ah (menerima) tidak hanya dalam bentuk ujaran semata. Mbah Syudi selalu mencontohkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika para santri tidak memiliki biaya hidup atau sekedar untuk makan, Mbah Syudi mengajak santrinya belajar keterampilan pertukangan, mengukir dan kerajinan mimbar.

Demi kepentingan pondok, santri dan para pekerja di ndalem, beliau tidak segan segan makan sisa nasi yg sudah basi karena tak tega melihat orang lain menderita, bisyaroh yang beliau terima dari setiap mengisi pengajian, beliau sisihkan demi pondok, santri dan pekerja di ndalem, beliau rela makan seadanya.

PPMN dulunya adalah sebuah gubuk kecil yang terletak dibelakang kediaman Mbah Syudi. Beberapa santri beliau ajarkan ilmu agama dalam gubuk kecil, sederhana namun nuansa kasih sayang, welas asih dan dedikasi yang luhur beliau curahkan kepada santri santri  yang hanya beberapa orang.

Seiring perjalanan waktu, embrio PPMN mulai tumbuh, santri santri dari  luar daerah bahkan luar Jawa berdatangan, mayoritas santri datang dengan maksud mencari bekal hidup, bekerja, blajar keterampilan. Meskipun tujuan mereka lebih pada unsur duniawi, Mbh Syudi menerima dg ketulusan. Dengan sabar dan ikhlas, Mbh Syudi menerima santri2 belajar mengukir & pertukangan, dalam proses pembelajaran keterampilan, Mbah Syudi sedikit demi sedikit memberikan ilmu agama sampai akhirnya berdirilah PPMN pada tahun 1986 M.

MASALIKIL HUDA, nama lembaga pendidikan yang tak asing bagi masyarakat Tahunan Jepara. Banyak alumni berkompeten dan para tokoh2 hebat yg mngawali belajar disini.

Lahirnya orang Orang  hebat dari MASDA tak luput dari sebuah perjuangan para tokoh kiyai masyarakat Tahunan, terlebih beliau KH. Masyhudi Nadlif.

Berawal dari sebuah madrasah kecil yang bernama MU'ALLIMIN, beliau Mbah Syudi dengan kegigihan dan kesabaran mengajak masyarakat untuk sadar akan pentingnya ilmu agama, meskipun hujatan, ejekan dan umpatan dari sebagian orang kerap kali beliau terima.

Namun, dg ketegaran hati dan lembah manah, akhirnya MU'ALLIMIN berdiri tegak, meskipun pada awal periode, beliau Mbah syudi harus riwa-riwi dari kelas satu ke kelas yang lain karna masih keterbatasan tenaga pengajar, bertahun-tahun beliau jalani seperti itu, sampai akhirnya masyarakat mulai peduli akan pentingnya sebuah pendidikan.

Perguruan tinggi kebanggaan masyarakat Jepara dan peringkat ke -4 Universitas NU terbaik se Nusantara adalah UNISNU Jepara. Siapa sangka yang dulunya adalah kawasan semak belukar dan rawa, ditangan orang 'alim dan seizin Allah Swt kini menjadi tempat kebanggaan umat. Kawasan yang menjadi hak milik keluarga besar HJ. Darwati (Almarhumah, 2018) dijadikan investasi akhirat (wakaf) oleh keluarga dan anjuran KH. Dimyati Amin (suami Hj. Darwati) dan paman beliau (KH. Masyhudi Nadlif).

Mbah Syudi dengan segenap tokoh masyarakat Jepara sedikit demi sedikit membangun sebuah perguruan tinggi pertama di Jepara, tentu tidak luput dari sebuah perjuangan yang maha dahsyat.

Berdasarkan cerita masyarakat, banyak hal hal yang bersifat mistis dalam pembangunan INISNU, seperti kisah adanya ular besar yang bertapa di bawah tanah yg dulunya rawa, makhluk halus yg enggan dipindah dari  kawasan rawa dan cerita rakyat lainnya.

Dari kesaksian masyarakat setempat, ketika INISNU sudah berdiri meskipun sederhana, akses jalan satu satunya masuk ke kampus adalah masih milik seorang warga yang berwatak keras, dia menolak dengan keras tanahnya diminta/dibeli untuk dijadikan jalan kampus. Sampai akhirnya Mbah Syudi berunding sendiri dengan warga tersebut, namun hasilnya tetap nihil meskipun Mbah Syudi sempat menawarkan harga berlipat.

Sampai akhirnya, beliau bermunajat, dan tawakkal kepada Allah Swt. Dalam hati beliau bergumam "jika berdirinya INISNU  benar  benar diridloi Allah, semua pasti dimudahkan".

Akhirnya, seorang warga tersebut tiba tiba sakit keras, dan mau gak mau harus dirujuk kerumah sakit besar di Semarang, tentu dengan biaya yang mahal, keluarga keberatan, akhirnya menemui Mbh Syudi dan bersedia tanahnya dijual dengan harga yang Mbah Syudi kehendaki (sak payu payune).

Namun dengan keikhlasan hati, Mbah Syudi membayar senilai biaya berobat yang dibutuhkan. Subhanallah

Pengajian kitab Ihya' Ulumuddin terasa hambar tanpa dihadiri oleh sang guru, KH. Masyhudi Nadlif, beliau tak bisa lagi mengajar kitab karangan Hujjatul Islam Imam Al-Ghozali Ra. bersama santri karena beliau sedang sakit di RSUD Kartini Jepara, kegiatan pondok pun tak berjalan dengan lancar seperti biasanya. Semuanya khawatir akan keadaan beliau yang dikabarkan kritis di RSUD Kartini Jepara yang sebelumnya sempat dirawat di RS Semarang dan RS Graha Jepara.

Usai Shalat Shubuh disaat para santri sedang melaksanakan pengajian di kamarnya masing-masing, sebuah kabar dari keluarga dan abdi ndalem terdengar, kabar itu mengatakan, semua santri yang ada di kamar-kamar maupun di luar pondok, diharapkan untuk pergi menuju ke Aula pondok untuk mendoakan Mbah Yai yang sedang sakit di RSUD Kartini Jepara.

Setelah mendengar kabar tersebut, satu persatu, semua santri pergi ke Aula dengan menggenggam Majmu' dan Al-Qur'an ditangannya.
Dengan dipimpin seorang  Pengurus pondok, para santri membaca surah yasin bersama-sama, yang dilanjutkan dengan membaca shalawat syifa bersama-sama. Disaat para santri sedang khusyu membaca shalwat syifa, tiba-tiba datang Kabar yang memecah suasana pondok. Kabar itu membuat semua santri bertanya-tanya, dan berharap takan terjadi apa-apa mengenai Mbah yai.

Bersamaan kabar tersebut, tangisan para santri tak dapat dibendung lagi, Aula PPMN pada saat itu seakan-akan menjadi tempat yang sangat menyedihkan sekali.

Kabar kewafatan Mbah Yai pun sudah tersebar diseantero pesantren dan Tahunan (tetangga pesantren), pada saat itu pun Tahunan bagaikan kota mati semuanya berkabung. Langit pun menjadi mendung solah-olah ikut bersedih ditinggal seorang guru besar yang sangat luar biada sekali perjuangannya.

Selang beberapa jam, kediaman Mbah Yai dipadati para tamu yang ingin bertakziah. Para alumni pesantren, Para Kiai pesantren Tahunan dan para Jamaah KH. Masyhudi Nadlif ikut bergabung dalam keramaian. Halaman kediaman Mbh Yai yang luas. Para santri bergotong royong membersihkan kediaman Almaghfurlah Dan menyiapkan Tempat untuk para tamu Sambil menangis taktertahankan. 20 November 2014 Atau Bertepatan 26 Muharram Almaghfurlah Romo KH.Masyhudi Nadzhif di Makamkan di Jati  Sari Tahunan Jepara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun