Ilmu Kalam, atau teologi Islam, merupakan studi mendalam mengenai aqidah dan pokok-pokok kepercayaan dalam Islam. Di Indonesia, dua organisasi Islam terbesar, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), memiliki pendekatan yang berbeda dalam memahami dan mengembangkan ilmu kalam. Artikel saat ini akan mengulas perbedaan pandangan kedua organisasi tersebut dalam konteks ilmu kalam, mencakup latar belakang sejarah, pandangan tentang tawhid, metode pemahaman teks, serta pendekatan terhadap isu-isu kontemporer.
- Latar Belakang
Muhammadiyah
 didirikan pada tahun 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Organisasi ini lahir sebagai respons terhadap kondisi masyarakat yang dianggap masih terbelakang dalam pemahaman agama. Muhammadiyah berfokus pada pembaruan dan modernisasi pemikiran Islam. Pendiriannya didorong oleh semangat untuk memurnikan ajaran Islam dari praktik-praktik yang dianggap bid'ah dan syirik. Dalam konteks ini, Muhammadiyah berusaha mengutamakan penggunaan akal dan logika dalam memahami ajaran Islam, serta mempromosikan pemahaman yang rasional dan kritis terhadap teks-teks agama.
Nahdlatul Ulama (NU)
Di sisi lain, NU didirikan pada tahun 1926 sebagai respons terhadap tantangan modernitas dan kolonialisme. Organisasi ini lebih berorientasi pada tradisi dan menjaga ajaran Islam yang telah diwariskan. NU mengedepankan pendekatan tasawuf dan menghargai peran ulama serta tradisi keagamaan yang telah ada. Latar belakang historis ini membentuk karakteristik NU yang lebih konservatif dalam pendekatan teologisnya.
- Pandangan tentang Tawhid
Muhammadiyah
Muhammadiyah menekankan pemahaman tawhid yang bersih dari berbagai pengaruh yang dianggap menyeleweng. Dalam pandangan mereka, tawhid merupakan inti dari ajaran Islam dan harus dipahami dengan jelas. Mereka menolak praktik-praktik yang dianggap syirik dan lebih memilih pendekatan rasional dalam memahami konsep ketuhanan. Muhammadiyah percaya bahwa akal sehat harus digunakan untuk memahami sifat-sifat Allah dan bahwa semua ajaran harus bersumber dari Al-Qur'an dan Hadis yang shahih.
Nahdlatul Ulama (NU)
Sementara itu, NU mengakui pentingnya tawhid, tetapi mereka juga menghargai tradisi tasawuf yang mengandung elemen pengalaman spiritual. Dalam pandangan NU, tawhid tidak hanya dipahami secara teoritis, tetapi juga melalui pengalaman spiritual dan praktik keagamaan. NU cenderung memperbolehkan praktik-praktik yang dianggap sebagai bentuk pendekatan kepada Allah, asalkan tidak bertentangan dengan ajaran pokok Islam. Mereka percaya bahwa pengalaman spiritual dapat memperdalam pemahaman tentang Allah.
- Metode Pemahaman Teks
      Muhammadiyah
      Muhammadiyah cenderung menggunakan pendekatan literal dan kontekstual dalam menafsirkan teks-teks agama. Mereka percaya bahwa teks-teks Al-Qur'an dan Hadis harus dipahami dengan mempertimbangkan konteks sosial dan sejarah. Dalam pandangan Muhammadiyah, penafsiran yang dilakukan harus bersifat kritis dan tidak terjebak dalam tradisi yang tidak relevan dengan konteks zaman. Oleh karena itu, mereka mendorong pemikiran kritis terhadap interpretasi yang ada dan berusaha mencari makna yang lebih mendalam dari teks agama.