Oleh Fatimah Latif
Sebut saja adi, seorang anak yang memiliki IQ dibawah rata-rata. Namun semangat belajarnya sangat besar. Sejak dibangku kelas 2 SD anak ini sudah nampak berbeda dengan teman-teman sebayanya.
Adi anak yang lamban dalam menerima pelajaran. Pada saat duduk dibangku kelas III SD anak ini masih belum bisa membaca, mengenal huruf pun kadang ingat hari ini dan esoknya akan lupa kembali. Sehingga harus mendapatkan bimbingan khusus dalam belajar.
Sebagai wali kelasnya, saya  berusaha untuk membimbingnya di saat jam istirahat. Saya memintanya saat selesai jajan kembali ke kelas dan memberikan kartu huruf untuknya agar di kenali satu persatu. Setiap hari akan saya beri  lima huruf dan esoknya akan  memintanya mengulangi hingga dia tahu huruf-huruf itu. Setelah dia tahu saya akan beri lagi 5 huruf lain untuk dipelajarinya. Begitulah setiap hari sampai dia bisa mengenali 26 huruf.
Sekolah tahu akan kekurangan anak ini, sebagian guru memintanya agar tinggal kelas. Namun sebagai wali kelasnya saya berusaha memberikan pengertian bahwa kondisi anak ini memang berbeda dari anak-anak lain. Saya sudah mencari tahu keadaan keluarganya sehingga saya berusaha mengajukannya dalam rapat penaikan kelas agar tetap naik dan berjanji akan membimbingnya.
Dengan tanggung jawab  tersebut saya pun di mutasi ke kelas empat untuk membantu si Adi bisa membaca sebelum mencapai kelas yang lebih tinggi lagi. Saya tetap yakin bahwa anak ini akan bisa membaca nanti.
Ada banyak alasan yang menjadi pertimbangan saya tetap memperjuangkannya naik kelas, yakni anak ini termasuk IQ rendah maka meski pun tinggal akan tetap sama kondisinya. Yang kedua saya mempertimbangkan sisi phsikologisnya, di mana anak ini bisa merasa terpinggirkan. Yang ketiga orang tuanya hanya buruh tani dan tidak ada satu pun dari orang tuanya yang bisa membaca sehingga untuk dapat bimbingan di rumah sangat mustahil.
Semua anggota keluarganya termasuk kakaknya tidak ada yang sekolah. Adi satu-satunya anak yang mengenyam pendidikan. Hal ini lah yang saya ajukan kepada kepala sekolah dan dewan guru sehingga mereka bisa mengerti alasan saya agar  anak ini tetap naik kelas.
Saya terus berusaha membimbingnya setiap hari dan membuatnya bisa membaca dan Alhamdulillah di akhir tahun anak ini sudah bisa membaca meski pun masih belum terlalu lancar. Namun dia sudah mampu membaca dengan kata perkata dan mulai membaca kalimat.
Pada saat penaikan kelas saya menunjukkan kepada kepala sekolah dan dewan guru perubahan Adi dan mereka pun menyetujui Adi kembali naik kelas. Saya meminta secara pribadi wali kelas lima untuk membantunya belajar, agar supaya dia bisa lebih lancar membaca.
Dari kabar yang saya dengar dari wali kelas lima bahwa adi makin lancar membaca. Setiap hari dia akan ke sudut baca pada saat jam istirahat. Kebiasaannya setiap jam istirahat selama saya bimbing terbawa hingga ke kelas 5 sehingga membuat dia makin lancar membaca.