Di kota ini, masih dengan sendiriku, aku menantimu. Ketika renjana yang kian kuat mencoba menusukku dari setiap sudut ruang, aku berlagak tak peduli. Aku yakin kamu tak sesadis dalam pikirku, meski banyak anak panah seolah sengaja kau lesatkan. Aku baik, dan aku masih baik.
Ingatkah kamu tentang puisi milik kita? Kala itu, serupa nirmala tengah beranjak memadukan dua kota. Selembar permadani tengah dibentangkan dari kedua nagari. Puisi itu pun masih abadi dalam memori cakrawala, di penghujung kota dingin, di relung hangat hati pemiliknya.
Diksi-diksi itu masih menjadi penguatku, meski hanya semenjana. Ketika kamu memutuskan menepi, aku mulai mengerti dan memahami. Ya, kita mungkin membutuhkan jeda. Sampai jumpa di pertemuan kita. Nanti.
Batu, 11 Maret 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H