Mohon tunggu...
Firda Fatimah
Firda Fatimah Mohon Tunggu... Tutor - Belajar

IG : @fatim_firda

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Retardasi Mental, Bagaimana Mempersiapkan Kemandirian Mereka dalam "The Preparation"

8 Januari 2021   23:26 Diperbarui: 8 Januari 2021   23:37 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menonton film sebenarnya tak hanya untuk sekedar hiburan. Apabila kita mampu memaknai setiap alur dalam film, maka akan kita temukan pesan di dalamnya. Drama korea, film yang berasal dari Korea Selatan ini banyak sekali diminati oleh kawula muda. Namun, jangan lupa untuk memilih dan memilah mana film-film yang bagus untuk kita tonton, termasuk film drama Korea yang sering kita sebut "DraKor" itu. 

Oh, ya. Adakah yang sudah pernah mendengar atau menemukan istilah "Retardasi Mental"? 

Umumnya, kita mungkin lebih sering mendengar istilah "idiot" dibanding istilah "Retardasi Mental". Istilah "idiot" yang biasa disandangkan pada anak atau seseorang yang mengalami keterbelakangan mental sudah tidak lagi dipakai di dunia medis. Bagi saya, istilah "retardasi mental" memang terkesan lebih lembut, meski artinya sama.

Dilansir dari alodokter.com, Retardasi mental adalah gangguan perkembangan otak yang ditandai dengan nilai IQ di bawah rata-rata orang normal dan kemampuan untuk melakukan keterampilan sehari-hari yang buruk. Retardasi mental juga dikenal dengan nama gangguan intelektual. Hal ini serupa dengan pengertian Idiot dalam KBBI yang bermakna taraf (tingkat) kecerdasan berpikir yang sangat rendah (IQ lebih kurang 25).

Berbicara mengenai retardasi mental, saya jadi teringat dengan film "Taree Zamen Par" yang rilis pada tahun 2007. Film Bollywood yang disutradarai oleh Aamir Khan tersebut mengisahkan tentang seorang anak dengan kelainan "Disleksia" yang mana sang anak mengalami keterlambatan  atau gangguan belajar dalam hal membaca dan menulis. Akan tetapi, kemudian sang anak dengan Disleksia tersebut berhasil membaca dan menulis hingga meraih juara melukis atas didikan sang guru bernama Ram yang memiliki kesabaran, optimisme, dan kompetensi pedagogi yang tinggi dalam mendidik siswa,

Namun, Disleksia ini bukan termasuk dalam kelainan Retardasi Mental, karena penderita Disleksia memiliki kecerdasan yang lebih tinggi daripada orang normal, hanya saja mereka perlu perhatian dan didikan lebih.

Berbicara mengenai "didikan", saya menemukan satu film inspiratif berjudul "The Preparation" yang disutradarai oleh Cho Young-joon dan dirilis pada tahun 2017. Film bergenre drama yang berasal dari Korea Selatan ini mengisahkan tentang seorang ibu penderita kanker otak dan anak lelakinya yang mengalami Retardasi Mental.

Film The Preparation - tentangsinopsis.com
Film The Preparation - tentangsinopsis.com

Drama Korea yang sempat viral di TikTok beberapa bulan lalu ini diperankan apik oleh Go Doo Shim sebagai tokoh ibu (Ae Soon) yang dipanggil Eomma oleh anaknya (In Gyoo) yang diperankan oleh Kim Sung Kyun.

In Gyoo sudah berumur sekitar seperempat abad, tetapi hidupnya hanya tidur, makan, menonton TV, bermain, dan menemani sang ibu berjualan di toko kecil miliknya.

Suatu waktu, karena divonis hanya memiliki sisa hidup selama 6 bulan, sang ibu dengan penyakit kanker otak stadium tiga tersebut bingung dan takut akan bagaimana keadaan anaknya nanti setelah kepergiannya. Maka sang ibu pun melakukan berbagai cara hingga akhirnya sang anak mampu melakukan aktivitas secara mandiri sampai ditinggal oleh sang ibu.

Bagaimana film ini mampu memberikan edukasi untuk kita semua dalam mempersiapkan kemandirian anak dengan Retardasi Mental untuk menghadapi kehidupannya?

1. Sesuaikan program latihan dengan kemampuan penyandang disabililatas.

Anak dengan retardasi mental perlu disekolahkan ke sekolah khusus yang memberikan pelajaran dan keterampilan untuk anak penyandang disabilitas. Orang tua yang baik ia akan berusaha memahami kondisi anaknya dan memenuhi pendidikannya.

Alih-alih beranggapan bahwa sang anak tidak akan mengalami perubahan atau akan seterusnya seperti itu, usaha maksimal orangtua dalam memberikan didikan terbaik tak bisa disamakan dengan anak dengan kondisi normal. Maka dari itu, menyesuaikan program latihan dengan kamampuan penyandang retardasi mental sangat perlu difahami dan dilaksanakan.

Dalam film tersebut, In Gyoo akhirnya oleh sang ibu diikutkan program latihan keterampilan membuat dan menjual roti di perusahaan pemberdayaan disabilitas.

2. Biarkan penyandang disabilitas melakukan apa yang seharusnya dilakukan.

In Gyoo pada saat dahulu masih sekolah, ia sangat suka membuat roti tetapi untuknya dirinya sendiri. Ini adalah salah satu bekal untuk mengembangkan minat dan bakat seorang penyandang retardasi mental sepertinya.

Sang ibu pada akhirnya membawa ia ke perusahaan roti untuk pemberdayaan disabilitas. Perlahan akhirnya In Gyoo pun mampu melakukannya hingga akhirnya dia mampu membuat roti sendiri dan kemudian memberikan hadiah roti di ulang tahun ibunya.

Mengajarkan hal-hal kecil seperti membersihkan dan merawat diri, memasak, merapikan pakaian dan tempat tidurnya, menyapa orang lain sangat perlu untuk diajarkan agar menjadi kebiasaan baik dan menciptakan kemandirian bagi penyandang retardasi mental.

3. Harus memiliki kesabaran

Sabar adalah kunci untuk meraih kesuksesan, salah satunya dalam mendidik anak, khususnya disini mendidik anak penyandang retardasi mental.

Sabar mengajari mereka dengan memberikan kepercayaan penuh, mengucapkan kata-kata yang baik dan memotivasi, memuji setiap pencapaian-pencapaian kecil mereka akan sangat berpengaruh dalam proses belajar mandiri mereka.

Alih-alih memanjakan dengan merasa kasihan dan merasa tidak sabaran, hal tersebut justru akan menghancurkan masa depan mereka.

Nah, dengan usaha melakukan hal-hal tersebut utamanya bagi orangtua, guru, orang-orang lingkungan sekitar yang berada dekat dengan anak penyandang Retardasi Mental, maka harapan anak disabilitas untuk bisa hidup mandiri dan tidak selalu bergantung kepada orang lain akan lebih tinggi.

Terima kasih :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun