Puisi
Berapa kali aku melamarmu
Hingga tiba di pematang kata
Sayang kamu taktahu untuk apa aku datang. Meski aku sudah kuliti itu menu Kerawang Bekasi,Â
juga tak perlu sedu sedan itu.
Puisi, aku memang bukan pahlawan tak dikenal yang dengan peluru bundar di dadanya.
Tapi puisi, aku juga tahu senyum bekumu mau berkata, " Kita sedang perang"
Puisi, kita memang sedang perang bukan?
Perangi virus-virus yang nyata atau ambigu
Perangi pejabat-pejabat  yang bisa tidur mendengkur meski rakyat sama tersungkur
Perangi para pedagang yang dengan semaunya dia curangi timbangan, dia oplos yang asli dengan yang palsu, Dia paksa buah-buah yang belum waktunya dengan cairan mematikan.
Puisi, kita sedang perang bukan?
Perangi kebodohan demi kebodohan di rimba waktu. Yang anak sekolah pun takpaham untuk apa dia sekolah.
Perangi keteledoran para hamba yang mulai lupa untuk apa di dunia.
Perangi para pendidik yang taktahu apa arti mendidik
Puisi, tolong beri tahu, bahwa mereka adalah penerus para nabi yang tidak mungkin hanya menumpuk lembaran-lembaran  foto kopi. Apalagi telanjangi kantong-kantong jajan para siswa. Puisi, beri tahu kalau siswa-siswa memendam bencinya di antara tumpukan jerami , kayu-kayu kopi dan jati.
Duh, Puisi betapa ngeri pikirkan ini
Ah, puisi
Sejak aku cinta, kau takjua merinduku
Sejak aku rindu, kau takjua mencintaku
#fd-saja2607220
Batu,(14.14)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H