Perjalanan Bus yang kutumpangi melaju dengan kencang. Namun, akan kembali pelan seiring dengan jauhnya bus yang menjadi saingan trayek daerah Pujon, Ngantang, Kasembon. Jengkel juga sebetulnya saksikan ini, tapi  apa daya.
Aku yang duduk bersebelahan dengan seorang guru olahraga  begitu serius kasih penjelasan pada anak-anak milenia . Ya anak-anak itu adalah para pemilih pemula yang idealismenya kadang membabi buta.Meskipun ada juga yang menganut paham " Anut Grubyuk" ( ngekor) .
Bus kembali pelan dan pak sopir asik dengan kondektur dan keneknya .Â
"Yuk kencangkan lagi," arek e ketok!"( Maksudnya bus lain sudah kelihatan) duh, kalau gini caranya aku bisa terlambat lagi nih.Â
Ah, biar aja, kan nggak ada yang kebetulan di dunia. Meski rencana berangkat awal agar tidak terlambat. Masih juga terlambat. Kalau sudah gini. Jalan satu-satunya agar tenang adalah pasrah. Ya pasrah adalah sebuah solusi akhir dari sebuah ikhtiar bukan?
Lain Pak guru olahraga tadi lain pula dengan seorang ibu penjual sayur ini  aku sengaja pindah tempat duduk yang lebih longgar. Tampaknya dia jengkel pada para pemuda pengangguran di kampungnya. Pekerjaannya cuma merokok di pos sambil nyalahin keadaan.
" Maklum nggak punya koneksi Bude Sup," begitu jawabnya ketika ditegur penjual sayur itu.
"Gimana tho nduk, saya ini gak punya anak, tapi kalau melihat mereka prihatin sangat ." Ceritanya padaku.
"Mungkin mereka belum paham aja Bu," jawabku menghiburnya.
Perjalanan masih panjang, Â cara sopir itu masih sama . Terus bersaing dengan bus lain, kejar-kejaran .
Sementara itu, Ibu Supiyah ini kepeduliannya sangat besar, maka dia menawari anak-anak muda itu kerjasama dengan cara dimodali untuk jualan sayur