Hemm, Â udara dingin makin menusuk belukar. Kami bersiap menapak pos 3 Watu Gede Ah, dingin dan lapar makin terasa. Namun, keinginan untuk sampai ke puncak Basundara mengalahkan segala rasa.
Masih pukul 23.32 huf, kantuk sudah di ujung mata, setelah tenda terpasang, segera kurebahkan punggung dan kepala ku.Â
Meski fakta mengatakan, stres , galau dan semacamnya cukup diademkan dengan istighfar, merendah, minta ampun pada Pemilik hati. Namun, aku masih cari alasan menghibur diri.
Karena capek aku lelap.Â
"Selamat datang Sofia, jangan sedih lagi ya, ini cincin yang kujanjikan itu," Azizi  Muhamad menghampiriku
" Kamu percaya kan, Zizi tidak seperti yang kamu tuduhkan, Zizi tetap setia meski kamu khianati cinta kita. Zizi hanya heran kenapa Sofiaku berubah begitu drastis, tapi tenang...Zizi yang salah tidak segera kasih kabar. Karena sakitku mendadak. Bahkan aku kehilangan ponselku." Lanjutnya.
Aku tidak tahu harus berkata apa. Pikiranku berkecamuk tak karuan, bukankah Azizi sudah meninggal karena sirosis itu? Lalu cincin ini?Â
Aku jadi makin bersalah, mengapa aku percaya begitu saja pada Juan hingga aku alihkan cinta padanya. Tanganku masih terus pegangi cincin ini.
" Hai...mbak Sofi...bangun dong..itu matahari paginya udah mulai pamer lho...
ntar nyesel lho...! teriak Gilang dan Dika bersautan...
Aku makin heran sambil ngucek- ngucek- mataku...dan beranjak ke luar tenda.